Sembilan

54 10 5
                                    

Sudah semingguan ini statusnya berubah, dari lajang menjadi berpacaran. Dan hal itu membuatnya semakin banyak dikenali. Mulai dari teman – teman Daniel lainnya dari kelas lain yang dengan santainya menyapa jika berpas – pasan dengannya – bahkan lebih banyak daripada sebelum status tersebut berkibar. Dan tujuh puluh persen dari semua yang mulai menampakkan diri mereka di hadapannya (re: menyapanya), ia tak tahu nama dari mereka. Setiap ia disapa beberapa orang, pasti pulangnya ia bertanya pada Rara dan Brenda, siapakah nama dari orang – orang itu?

Untung saja ada mereka berdua. Kalau tidak, ia merasa sangat bodoh jika orang – orang itu kembali menyapanya. Ada beberapa yang mulai ia kenal karena sering sekali menyapanya. Sebut saja Bella, Trisha, Kanaya, Yuta, Fara, dan Wendy. Rara bilang mereka hampir selalu bersama – sama meskipun berada di kelas yang berbeda. Dan katanya lagi, mereka berenam itu memiliki geng alias grup sendiri.

"Nama gengnya itu Baby S8!"

Heh? Nama macam apa itu?

"Diambil dari huruf depan si Bella, terus ditambah be a be ye biar kelihatan manis. S itu artinya six yang berarti jumlah dari anggota tersebut, dan angka 8 itu biar ada kesan kerennya. Jadi dibaca Seight. Baby Seight lebih tepatnya."

APALAGI INI?! KOK LEBAY.

"Apaan, sih? Kok gitu?"

"Iya, mereka itu terkenal sampai mana – mana. Coba, deh, stalk akun mereka! Yang komen di statusnya pasti lebih dari 20 komentar! Likenya? 50++"

Sivia hanya mengangguk, lelah dengan tingkah aneh juniornya. Memang, sih, ia sempat melihat suatu undangan grup terbuka di laman facebooknya, yang bernama Baby S8. Ia pikir suatu toko online yang mulai booming akhir – akhir ini. Atau orang lebay yang sengaja membuat grup tersebut untuk hiburan. Namun, setelah ia lihat – lihat, 90 % pengguna facebook yang ada disana adalah teman – teman dari sekolahnya sendiri.

Karena iseng, ia pun menerima undangan itu.

"Heh, nih Daniel dibully lagi di statusnya. Bawa – bawa namamu juga,"

"Bodo amat." Gumamnya kesal sendiri. "Temen – temenmu ngeri semua. Kalau ngatain nggak dipikir dulu,"

"Ya nggak tahu. Eh, gimana sama si itu?"

"Siapa?"

"Gabriel, lah. Siapa lagi?"

"Hmm, nggak ada apa – apa."

"Yakin?"

"Hmm."

Baru saja Brenda akan membalas kalimat Sivia, sebuah suara menginterupsi mereka berdua. "SIVIA, BRENDA, AYO MAKAN DULU!" seru Rara yang tiba – tiba sudah berdiri di depan kamar Sivia. Membuat keduanya langsung mengatupkan bibir dan mau tak mau harus beranjak dari sana.

Ting!

Langkah Sivia langsung terhenti begitu mendengar ponselnya berbunyi. Brenda menatapnya dengan bingung, lantas meninggalkannya bersama Rara.

Sivia menghela napas pelan sembari mengambil ponselnya yagn tergeletak naas di bawah rak televisi rusaknya.

1 New Message

Siapa? Daniel? Ah, ia jadi tak karuan sendiri. Apa lelaki itu marah? Daripada penasaran, dengan segera dibukanya pesan tersebut.

Gabriel

Kamu benar pacar dari Daniel?

Sivia tersentak kaget. Gabriel?

Ia pikir, laki – laki itu tak pernah peduli dengan hubungannya bersama Daniel. Pasalnya, hampir setiap ada berita baru mengenai Daniel, ia tak pernah bertanya. Berkali – kali Sivia berusaha berfikir positif, bahwa lelaki itu memang benar – benar tak mengetahui berita tersebut. Namun, itu adalah hal yang tak mungkin menginat lelaki ini hampir sama dengan Devan yang 24/7 selalu online di akun facebooknya.

Lalu sekarang, apa?

Dan ia bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

Jujur? Atau terus mengikuti permainan persama Daniel?

**

"Woy, sampai kapan project ini?"

Sivia mengerjap kaget mendengar seruan yang berasal dari seorang lelaki jangkung yang entah bagai mana ceritanya sudah berada di sampingnya. Ia mendengus, kepalanya agak pusing karena tidurnya terganggu.

"Ck, apaan, sih?" tanyanya sambil menggeliat sebal.

"Yaampun, Sivia kamu bisa – bisanya tidur di kantin ramai begini?!" Ecca, yang duduk di hadapannya hanya menggeleng tak paham melihat kelakuan temannya yang satu ini. Ia kira, Sivia hanya menelungkupkan tubuhnya saja karena merasa lelah, pusing, atau apa. Lah, malah tidur. Ify yagn berada tak jauh dari kursi mereka juga menatap Sivia geli, temannya yang satu ini memang agak absurd.

Sedangkan laki – laki di sampingnya terkekeh pelan, sembari menunduk. Menyamai tinggi Sivia yang tengah duduk di kursi kantin. "Ini, misi-nya sampai kapan? Teman – temanku terus berisik, sampai aku muak." Bisiknya pelan, khawatir jika ada yang mendengar.

"Malam ini, gimana? Atau hari ini kamu bawa laptop?" tanyanya, masih dengan nada khas orang bangun tidur.

Daniel mengangguk ragu.

"Yaudah, sekarang aja nggak apa – apa," jawabnya santai, seraya berusaha menguasai dirinya yang masih mengantuk. Sementara Ecca hanya menatap mereka berdua dengan tatapan yang tak terbaca.

"Ah, yaudah, deh. Oke Sivia, babay!" seru Daniel sembari mencubit pelan pipi chubby Sivia dan langsung berlari pergi. Membaut gadis itu tersentak, dan langsung sadar sepenuhnya.

Ecca dan Ify yang melihat itu langsung tergelak. "Aduh, dicubit sang pujaan hati, nih! Gimana rasanya, Siv?" Ify mulai mengompori Sivia yang masih termagu dengan pikirannya.

Ecca masih tertawa terbahak – bahak. Dengan gemasnya ia tabok wajah Sivia yang masih bergelayut dalam pikirannya. "Woy, Siv!"

"APA?!" serunya kaget. Membuat beberapa orang di kantin menatap bingung ke arahnya. Sedangkan kedua temannya semakin tertawa puas.

***
Sebentar lagi couple ini akan digantikan dengan couple yang lain mueheheheh

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang