Satu

172 14 3
                                    

"Ooh, jadi namanya Daniel?"

Sivia tersentak kaget mendengar celetukkan dari Ify, teman sebangkunya yang entah bagaimana ceritanya sudah kembali dari kantin. Refleks, ditutupnya laptop yang masih menampilkan halaman browsernya – efek dari keterkejutannya.

"Daniel Robert, isn't he? Gebetan baru?"

Gadis itu hanya diam, tak menjawab pertanyaan tak penting itu. Malas untuk diintrogasi dan menjawab beragam pertanyaan dari temannya.

"Hei, percuma ditutup – tutupi. Beberapa orang sudah mulai membicarakanmu."

Sivia menatap heran pada teman sebangkunya. "Apa?" tanyanya mulai tertarik.

Ify tersenyum simpul, senang atas respon teman sebangkunya yang mulai penasaran – karena gadis itu terlalu cuek dan terlalu tertutup. "Percayalah, banyak orang yang mulai membicarakan kalian. Bertanya – tanya apakah kalian berdua pacaran? Dekat? Atau bagaimana?"

"Apa.."

"Sivia, aku tahu. Kamu pernah ke daerah kelasnya untuk ketemu dia, dan dia juga pernah kesini buat ketemu kamu. Yah, meski ada segelintir orang yang nggak mikir sejauh itu. Tapi, aku paham, dan aku peka. Jadi, gimana? Apa ada yang mau kamu klarifikasi?"

Gadis itu menggeleng. "Aku nggak ada hubungan sama dia, selain berteman dan sebatas senior – junior. Hanya itu."

"Yakin?"

Ia mengangguk kuat – kuat. "Memangnya, siapa saja yang mulai membicarakan kami di belakang?" tanyanya pelan, khawatir jika ada yang mendengarkan pembicaraan mereka.

"Sivia, aku tahu kamu cuek. Tapi, sekali saja cobalah untuk melihat keadaan sekitar. Apalagi ketika kamu tengah berjalan di koridor kelas junior kita. Pasti banyak anak yang tengha menatapmu, entah itu hanya sekedar melihatmu sebagai seorang senior, atau seorang Sivia yang dikabarkan tengah dekat dengan Daniel. Mungkin juga mereka tengah berbisik – membicarakanmu – saat kamu tengah berjalan disana.

"Aku yakin, kamu juga sering membuka facebookmu. Apa kamu nggak pernah merasa ganjil dengan beberapa status di profil Daniel dan komentar – komentar yang ada disana?"

Gadis berbando putih itu nampak berpikir. Ia membuka akun facebooknya paling sering menggunakan ponsel. Ya, hanya sebuah ponsel biasa saja – bukan Blackberry, sebuah merek ponsel keluaran terbaru seperti milik teman – temannya yang lain. Dan membuka akunnya menggunakan ponsel tersebut tidak menyenangkan. Ia hanya membuka pemberitahuan yang masuk, membalas komentar seadanya, dan yah.

Namun pernah, sesekali ia membuka profil milik laki – laki jangkung itu. Melihat 'dinding' akunnya yang penuh dengan status dan permintaan permainan. Iseng membaca beberapa komentar, lalu sudah. Ia mengembalikan seperti semula, dan selesai. Hanya itu.

Tak mendapatkan jawaban yang pasti dari bibir gadis dihadapannya, Ify menghela napas panjang. Sepertinya ia telah mengerti. "Coba, deh, sekali – sekali perhatian sama dunia di sekelilingmu. Terlalu cuek juga nggak bagus, Sivia."

Gadis itu terdiam, mulai merenungi perkataan temannya.

*

Devan Manusia Harimau, Abner Cruzs, dan Ferdinand Bonzella juga mengomentari status Daniel Lelaki Tampan.

Sivia barusaja membuka notifikasi yang masuk di akun facebooknya. Membacanya dengan tenang, lalu membuka laman tersebut. Semenjak Ify menasihatinya beberapa waktu yang lalu, ia mulai belajar untuk memperhatikan sekitar. Yah, meskipun terkadang masih suka cuek dan seenaknya – settidaknya ia mulai memahami apa yang terjadi di sekelilingnya. Seperti saat ia tengah berjalan di koridor juniornya, beberapa pasang mata menatap di tiap langkahnya. Ada yang berbisik – bisik, ada yang hanya melihat, bahkan ada yang terang – terangan berkata, "Oh, ini calonnya Daniel?" atau "Lah, itu emang udah senior? Kok mukanya masih kaya anak SD? Yakin, nih, pacarnya Daniel?"

Dan hal itu membuatnya ingin menabok mulut mereka satu per satu.

Ia juga merasakan hal serupa saat lelaki itu berjalan gontai di koridor angkatannya dengan senyum konyolnya. Beberapa pasang mata ikut menatapnya. Ada yang mulai berbisik – sebagian terlalu keras sehingga ia sering mendengarnya, ada yang menyapa, namun tak sampai menyindir terang – terangan seperti yang didapatinya dari juniornya.

Mungkin efek usia dan kedewasaaan masing – masing.

Gara – gara hal itu, ia jadi mengenal beberapa teman – teman satu kelas Daniel. Seperti Devan, Abner, Ferdinand, Theo, Haizel, dan beebrapa yang ia lupa namanya. mereka sering menyapanya di facebook (re: mengomentari status dari Daniel, lalu menambahkan dirinya sebagai teman). Dan ia baru mengetahui bahwa beberapa juniornya menambahkan dirinya dalam pertemanan mereka sudah sekian lama – sekitar sebulanan, katanya. Sungguh, ia tak tahu. Karena gadis itu hanya mengkonfirmasi teman – teman yang dikenalnya saja. Juga permintaan pertemanannya yang membludak sampai lima ratus orang, membuatnya malas untuk melihat satu per satu.

"Eh, ada pesan masuk. Dari siapa, nih?" gumamnya sambil menekan tabs 'Kotak Masuk' pada laman tersebut.

Beberapa saat kemudian, laman berwarna biru itu menampilkan beberapa dafar pesan masuk mulai dari yang terbaru hingga paling lawas. Ia menghela napas pelan saat membaca daftar nama paling atas.

Devan Manusia Harimau

Woy!

Hanya itu.

"Hah?" Sivia melongo dibuatnya.

Daripada membalas pesan tak jelas itu, ia memilih menutup akun facebook di ponselnya. Menghemat pulsa, maksudnya. Lagipula, ia juga mulai jenuh dengan ponselnya ditambah perutnya yang mulai lapar.

"Aku masuk, ya!" ujar seorang gadis, yang tiba – tiba masuk ke dalam kamarnya. Mengagetkan Sivia yang barusaja berkutat dengan ponselnya. Tanpa menjawab apapun, gadis yang berusia satu tahun di bawahnyaitu sudah menyelonong masuk ke dalam kamarnya.

"Memangnya, berita itu benar?"

Sivia mengernyit bingung. "Berita apa?" tanyanya sembari mengeluarkan buku – buku pelajaran dari dalam tasnya.

"Kalian berdua jadian?"

"Siapa?" Sivia semakin bingung. Nggak mungkin, kan, kalau dia?

"Ya siapa lagi? Kamu sama Daniel?"

"Heh?" Sivia berseru kaget, tak sedikitpun terbesit di pikirannya nama laki – laki itu. Beberapa saat kemudian ia menggeleng keras. "Ya nggak mungkin, lah! Berita darimana, coba?"

"Teman – teman di kelasku membicarakanmu. Bertanya – tanya apa berita itu benar,"

"Heish, dasar kalian. Memangnya Daniel itu siapa, sih, kok sampai berita ini menyebar luas?"

"Dia anak yang cerdas di sekolah lamanya. Nilai – nilainya selalu baik, bahkan hampir di tiap semester peringkat satu didapatinya." ujarnya sambil memainkan ponselnya. "Guru – guru sering membicarakan dia di kelas. Katanya, 'Daniel anak kelas sebelah itu pintar sekali. Selalu menjawab pertanyaan dari saya dengan sebenar mungkin! Dan hampir semua guru berkata begitu."

"Sebegitu terkenalnya, ya?"

"Hmm," balasnya menggumam. "Eh, kamu tahu Devan?"

Sivia mengangguk ragu. "Temannya Daniel, kan? Memangnya ada apa?"

Belum sempat menjawab, tiba – tiba sebuah suara menginterupsi keduanya dari lantai bawah. Membuat suasana diantara mereka berdua mendadak hening.

"Sivia, Brenda, ayo makan malam dulu!"

Akhirnya, pembicaraan kedua gadis terputus, dengan pertanyaan yang tak terjawab, mengambang di udara.

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang