Aomine menguap lebar. Ibujya menemukan seluruh ‘harta karun’ yang ia simpan di bawah ranjang dan mengunci mereka di gudang rumah neneknya. Dongkolnya bertambah saat Ibu tercinta menolak memberi uang saku harian dan mendepaknya keluar rumah.
Kaleng berkelontang saat Aomine menumpahkan kekesalan pada benda itu dengan menendangnya.
Ingin misuh, tapi urung saat melijat seorang gadis tengah berjongkok di tepi trotoar.
“(Name)?”
Kuroko no Basket Fanfiction Indonesia
The Story of Aomine Daiki
Oleh AomineRin1410Kuroko no Basket milik Fujimaki Tadatoshi
Sebuah cerita kolaborasi bersama member Kurobas_Is_Life
Flag 2.5
Panther dan Dandelion“Ternyata kau penyuka kucing juga, ya?” Aomine berujar santai sembari melangkah konstan, ia melirik pada (Name) yang memeluk tas sekolah di depan tubuh mungilnya.
(Name) melengoskan wajah, “Aku hanya memberikan sisa makanku semalam pada mereka,” elak gadis itu dengan mencebikkan bibir.
Aomine menyeringai, “Kenapa tidak memelihara sendiri?” tanya pemuda itu.
(Name) mendecak malas, “Pikirmu aku pencetak uang, hah?!” ujarnya sebal.
Aomine hanya nyengir songong. Pemuda itu memandang ke depan. Jalanan pagi itu tampak berbeda di mata si pemuda tan. Bersama (Name) membuat Aomine merasa nyaman. Berbeda ketika ia bersama Momoi. Bodohnya ia baru menyadari hal tersebut sekarang. Dan lebih parahnya lagi, Aomine merasa bodoh saat menyadari dirinya yang kelewat bodoh.
Ironis sekali.
***
Aomine menatap ring di hadapan dengan pandangan buas. Kakinya bergerak cepat ke arah si tinggi yang berdiri tegap itu. Melompat cukup tinggi dan menjebloskan bola di tangan ke ring sekuat tenaga.
Tak ada tepuk tangan selayaknya ia dulu mencetak angka saat masih SD. Rasanya aneh, namun sudah lumrah bagi si pebasket muda.
Bola menggelinding membentur pembatas lapangan taman dan Aomine mendarat dengan keren di hadapan ring.
“Kau yakin tak ada masalah dengan bola basket?” Aomine bertanya setelah memgambil kembali bola oranye, menepuknya dua kali.
“Mm-hm,” balas (Name) santai sembari membalik lembaran makalah di tangan.
Aomine mengembuskan napas dan kembali mendribble bola.
(Name) mengintip dari balik kertas makalah yang terjilid rapi. Mengamati Aomine yang betah bermain solo di tengah lapangan.
Bola basket yang memantul diantara tangan Aomine ke lantai lapangan membayang di manik coklat susunya.
(i) Ayo oper ke Ayah! (i)
Sebuah tepukan mengejutkan (Name). Gadis itu menoleh sebal dan mendapati Aomine berdiri di sisi.
“Aku sebegitu kerennya, ya, sampai kau terpesona begitu, (Surname)?” Aomine berujar Ge-Er.
(Name) mencibir, “Bodo boleh, narsis jangan,” balasnya sengit.
Aomine mendecih, sembari menyandang tas berujar, “Ayo pulang.”
.
Perjalanan senja itu kelewat hening. Mengingatkan Aomine akan kejadian tempo hari. Keduanya tak bertukar kata sama sekali. Malas mencari topik pembicaraan atau terlampau nyaman dengan keadaan hening tersebut.
Manik Aomine diam-diam mengerling pada (Name) di sampingnya, menatap gerak-gerik gadis itu melalui ekor mata.
Tanpa sengaja pandangan Aomine menangkap gantungan lebah kucel yang terhubung dengan resleting tas sekolah (Name).
“Apa itu?” tanya Aomine mengerling ke benda itu.
(Name) melirik dan buru-buru menyembunyikan gantungan itu diantara telapak tangan, “Bukan urusanmu,” balasnya judes.
Aomine menyeringai.
“Jangan berpikir yang macam-macam! Ini dari ayahku agar aku selalu mengenangnya!” gadis itu mengelak saat menebak seringai si biru navy.
.
Selang hening beberapa saat sampailah keduanya di depan apato sederhana (Name).
“Sampai sini saja, Aomine,” ujar (Name) pelan, “Sampai jumpa,” lanjutnya.
Aomine mengukir seringai, “Ya, sampai jumpa, (Surname),” kemudian berbalik dan melangkah ke arah rumahnya.
(Name) tanpa sadar mengukir senyum, “Terima kasih banyak, Aomine,” gumamnya pelan dengan tulus.
***
!bersambung!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of Aomine Daiki [✓]
FanficSedikit cerita tentang kehidupan Aomine Daiki. Antara cinta, persahabatan dan persaingan. Seorang gadis pendiam yang menyimpan beribu cerita mengerikan. Naluri panther yang liar pun perlahan tertarik, secara naluriah hendak melindungi mangsa yang be...