Flag 3.0

428 62 1
                                    

Aomine mengernyit saat mendapati keramaian di depan ruang kesenian. Ia melihat garis polisi membatasi dan Yoshio berdiri di samping seorang pria tegap kemudian bertanya-tanya.

“Ada apa?”

Kuroko no Basket Fanfiction Indonesia

The Story of Aomine Daiki
Oleh AomineRin1410

Kuroko no Basket milik Fujimaki Tadatoshi

Sebuah cerita kolaborasi bersama member Kurobas_Is_Life

Flag 3.0
Tebasan Layar

Aomine berhasil menembus kerumunan dan sampai di samping Yoshio. Samar bisa ia dengar percakapan serius gadis itu dan pria di sisi yang membahas sesuatu tentang korban.

Entah kenapa batin Aomine tergelitik.

Ini aneh, mengingat ia bukan tipe yang mudah tertarik pada sesuatu, dan sekarang rasa penasaran membara dalam batinnya.

Ia memanggil Yoshio.

Membuat pria itu dan sang pemilik nama tampak terkejut dan spontan menoleh.

“Saya permisi, Nona,” sela pria kekar itu. Memberi celah bagi Yoshio dan Aomine untuk bicara.

Aomine menggaruk tengkuk saat tatapan bernilai tanya yang dihujamkan Yoshio padanya tepat menusuk hati.

“Kau pasti mau tanya ‘ada apa’, bukan?” tebak Yoshio.

Tawa gadis itu berderai saat Aomine dengan malu mengangguk.

“Kau tumben sekali,” komentar Yoshio setelah tawanya reda, “Kau tanya saja pada (Surname)-san dia yang pertama tahu,” gadis itu berujar demikian sembari berlalu setelah menepuk bahu Aomine.

Pemuda itu mematung di sana, hingga seorang petugas memintanya meninggalkan areal itu. Saat Aomine sibuk menerobos, dua orang pria melewatinya membawa sebuah kantung mayat menuju mobil ambulans di luar gedung seni.

“Sebuah pembunuhan?” gumam Aomine setengah terkejut.

***

(Name) tersentak saat Aomine berdiri menyandar di dekat pintu loker. Menghalangi (Name) yang hendak memasukkan kotak bekalnya ke sana.

“Apa maumu?” tanya gadis itu kesal.

Aomine tak memandang (Name) sama sekali, bahkan melirik pun tidak, lalu berujar, “Kau tahu soal penemuan mayat di ruang seni, ‘kan?”

(Name) mendecih, “Cuma guru biologi,” jawab gadis itu, cepat-cepat mengunci locker dan pergi meninggalkan Aomine.

“Hoi, apa maksudmu?!” tanya Aomine kesak sembari mencoba merendengi langkah cepat (Name).

“Otak jenis apa, sih, yang kau punya?” seru (Name) gemas bercampur jengkel.

“Kit kat?” bakas Aomine ngasal, kemudian berlari menyusul (Name) yang berbelok ke tikungan menuju atap.

“Tunggu, oi!” Aomine buru-buru menahan pintu atap yang hampir dibanting oleh (Name).

“Kau mau apa, sih?!” bentak (Name), mencoba menutup pintu besi yang ditahan Aomine.

“Berhentilah menyusahkabku, (Surname)!” gemas Aomine.

(Name) tak menyerah, “Yang ada kau yang menyusahkanku, aho!” balasnya sebelum ia terhuyung maju karena Aomine yang  menarik pintu sekuat mungkin.

“Uwaa!”

Bruk!

Berakhir dahinya menubruk dada Aomine dengan keras dan keduanya jatuh terjengkang.

.

“Sialan, kau,” maki (Name) mengelus dahinya yang memerah.

Aomine cengar-cengir seolah tak bersalah dan dengan santai duduk di lantai atap.

(Name) mendecak sembari menggerutu panjang pendek kemudian mengembuskan napas berat.

“Berhenti bertingkah seperti stalker mesum,” perintah (Name) kesal. Pipinya digembungkan sembari ber‘phu’ kesal.

Aomine melirik, “Aku cuma mau tanya soal penemuan mayat itu,” jawabnya.

“Aku hanya tahu itu guru biologi baru,” jelas (Name), “Mengampu untuk kelas 3. Mungkin Imayoshi-senpai tahu.”

“Hmm, Rin bilang kau yang menemukannya pertama kali?” tanya Aomine.

(Name) mengangguk, “Aku mau me---Hei, kenapa kau bertanya padaku, hah?!”

“Hasiuie,” Aomine menggumam tak jelas.

“Aku ingin mengambil sapu dan mencium bau anyir dari ruang seni,” akhirnya gadis itu menjelaskan.

“Kau ambil fotonya?” sela Aomine.

(Name) mengangguk, merogoh saku rok untuk mengeluarkan ponsel flipnya, “Aku butuh bukti untuk kulaporkan pada Ketua OSIS,” gadis itu mengulurkan ponsel setelah mencari-cari di galeri.

Aomine menggumam sembari mengamati foto.

Lama hening, Aomine mengambil napas, “Dia seksi juga kalau dilihat-lihat.”

Syuuut

Plak!

“Ekhm. Kenapa tangannya memegang kabel mouse dan apa-apaan noda di keyboard ini?” Aomine berujar, mengabaikan rasa nyeri di pipinya yang merah membengkak.

(Name) mengibas-ngibaskan tangan bekas ia gunakan menampar Aomine, lalu melirik pengamatan Aomine.

“Coba lihat,” Aomine bergerak mendekat, menarik (Name) untuk turut mengamatu foto di ponselnya.

Manik (Name) berfokus pada jemari Aomine yang menunjuk beberapa bagian, namun pikiran gadis itu melayang pada jarak yang hampir tidak terlihat. Jatungnya berdentum saat aroma sabun Aomine yang segar menyusup indra pembaunya. Perlahan wajahnya menghangat, seiring suara serak basah Aomine menerpa telinganya berulang kali.

“Kau dengar?” Aomine meruntuhkan lamunan (Name).

Si gadis yang terkejut hanya mampu merespons dengan ‘hah’ pelan yang berubah jadi pekikan saat Aomine bangkit dan menarik tangannya untuk turun dari atap.

Seiring jantung berdebar bagai dentum lonceng gereja, (Name) baru menyadari ia telah jatuh pada pesona sang panther hitam.

***
!bersambung!

The Story of Aomine Daiki [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang