#28 Stay

6.9K 435 1
                                    

Aura melangkahkan kakinya tak tentu arah di trotoar sisi jalan yang malam itu tampak begitu ramai oleh pejalan kaki dan juga pedagang kaki lima. Membiarkan angin malam menerpa wajahnya, dingin. Gadis itu terus melangkah sendirian sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket army miliknya. Matanya memperhatikan sekitar. Orang-orang yang lain tampak memiliki tujuan. Ada yang bersama keluarganya, sedang makan malam di restoran. Ada yang bersama teman-temannya, nongkrong di cafe kecil sambil tertawa. Ada yang bersama pasangannya, hanya duduk sambil berpegangan tangan di kursi panjang. Ada juga yang seperti Aura, sendirian. Namun semuanya tampak sibuk, dengan ponsel dan beberapa lainnya mungkin mahasiswa yang sedang mencari suasana baru dengan mengerjakan tugas di cafe, atau sekadar mencari wifi gratis.

Langkah Aura terhenti ketika seorang wanita berambut sebahu menabraknya dengan terang-terangan. Ia mundur beberapa langkah. Wanita yang menabraknya malah sampai jomplang ke belakang.

"Maaf, maaf. Nggak papa?" tanya Aura mengulurkan tangan, membantu wanita itu berdiri. Dan saat wanita itu mendongak menyambut uluran tangan Aura, keduanya langsung terkesiap.

"Kamu?" Kata yang sama keluar berbarengan dari mulut kedua wanita itu.

"Nggak papa?" tanya Aura lagi membantu tanpa sungkan. Wanita itu tersenyum sambil menggeleng dan bangkit dari posisinya.

"Nggak sama Laka?" tanyanya. Aura terkejut untuk beberapa saat ketika pertanyaan itu terlontar. Namun kemudian ia menggeleng dan mendesah pelan. Tidak yakin akan menyenangkan bertemu dengan masa lalu Laka disaat ia juga sudah menjadi masa lalu untuk lelaki itu. Wanita yang dulu sempat bertemu dengannya sekali saat di taman bersama Laka. Entah siapa namanya, Aura sudah lupa sejak lama.

"Mau ngobrol?" Sepertinya wanita itu tahu ada sesuatu yang berat pada Aura. Aura menatapnya ragu. Belum sempat menolak, wanita itu mengajak Aura masuk ke kedai kopi yang lumayan ramai. Mereka mengambil tempat duduk di paling pojok dekat kaca dan sama-sama memesan cappucino.

"Aku nggak tau selera kita sama. Bukan cuma cowok. Tapi juga kopi." Wanita itu tertawa renyah. Cantik. Aura mendadak merasa kerdil, paling butut diantara semua wanita yang pernah bersanding dengan Laka. Setidaknya saling mengenal dengan lelaki itu, apapun hubungannya.

Aura ikut tertawa, canggung.

"Aura, kamu nggak lupa namaku, kan?"

"Eh?" Aura semakin dibuat bego saat lawan bicaranya ternyata masih ingat padanya, sedangkan ia sendiri lupa nama wanita itu.

"Renata, Ra. Panggil aja Re. Kalau kamu mau tau, aku lebih tua 2 tahun dari kamu. Panggil Kak Re gak papa. Laka suka panggil begitu. Katanya namaku kepanjangan." Dan Renata tertawa lagi.

"Iya," sahut Aura singkat. Bingung sendiri mau balas apa. Bukan cuma kesan pertama yang buruk tentang Renata di mata Aura, tapi juga statusnya yang seolah mengenal Laka lebih dalam dari Aura, membuat Aura sedikit kurang nyaman. Namun kelihatannya, Renata orang yang hangat.

"Eh lucu. Kamu Ra aku Re." Lagi-lagi Renata tertawa. Dan cappucino mereka datang. Aura segera menyesapnya sedikit kikuk.

Renata ikut menyesap cappucinonya. Membiarkan Aura memperhatikan sekitarnya yang saat itu di dominasi oleh anak muda seusianya. Renata memandang Aura dengan penuh makna. Lalu tersenyum sendiri.

"Aku baru tau kamu suka jalan sambil ngelamun. Sampe nabrak," celoteh Renata diselingi tawanya. Aura jadi yakin, Renata orang yang terlalu periang. Melebihi riangnya Ara yang hobi ngomong dengan suara bervolume tinggi. Tawa Renata begitu tulus dan anggun.

"Kak Re yang nabrak, ya," Aura membela diri dengan mengingatkan wanita itu. Semelamun-melamunnya Aura, ia tahu kalau ada orang di depannya ya harus minggir. Tapi Renata malah meleng dan membuat dirinya sendiri mendarat mulus di trotoar. Salah siapa?

LAKA (Completed) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang