Bintang

1.8K 106 0
                                    

"Jalan yuk!" Keyla menengok menatap bingung laki-laki yang berada tidak jauh darinya. Tadi Galih meminta alamat rumah nenek Keyla, tak lama laki-laki itu muncul di depan pagar rumahnya. Dan sekarang disini lah mereka berdua, Keyla sedang sibuk melihat review-review film keluaran terbaru. Tapi tumben sekali Galih mengajaknya jalan, biasanya laki-laki itu mengajak Keyla makan.

"Kemana?" tanya Keyla bingung. Walau sejujurnya dia ingin ke bioskop, menonton film keluaran terbaru. 

Tiba-tiba saja kepala Galih mendekat ke layar ponsel Keyla dan melihat halamn yang sedang di buka Keyla. Halaman itu menampilkan informasi tentang film korea terbaru, Along With Gods, dia lumayan tertarik, selain karena para pemainnya yang aktingnya sudah tidak di ragukan lagi, tetapi juga karena genre ceritanya yang anti mainstream.

"Ke bioskop aja. Nonton itu." Galih berkata dengan santai dan kembali ke posisinya.

Walau sebenarnya mungkin hanya wajahnya saja yang terlihat santai, karena sebenarnya jantungnya sudah jumpalitan karena jarak mereka yang terlampau dekat tadi.

"Ini film korea loh, yakin lo mau?" tanya Keyla tidak yakin. Galih memang bukan laki-laki yang anti korea seperti cowok kebanyakan, hanya saja dia yang segan untuk menonton film korea bersama Galih, karena korea terlalu terkenal akan drama-dramanya yang amat dramatis, walau mereka hanya tidak tau saja kalau banyak genre dari film dan drama korea selain romantis.

"Hm? Emang salah? Yakin aja sih, lagiannya kayaknya bagus tuh. Genre-nya fantasi lagi, kesukaan aku." 

Perkataan aku yang secara tidak sadar meluncur dari mulut Galih membuat keduanya jadi mendakak canggung. Entahlah, jadi ini perbedaan dasyat-nya pergantian kata dari gue ke aku.

"Oh, ok. Bentar, g--, aku siap-siap dulu." Keyla ikut mengganti sebutannya untuk menghargai Galih. 

Segera dia berlari ke kamarnya dan mencari baju apa yang kira-kira enak untuk di pakai. Hanya saja sekarang dia harus kembali memakai baju lamanya karena baju barunya mulai kembali sempit. Menurut Keyla lebih baik kebesaran daripada kekecilan.

Matanya menangkap sebuah kemeja berwarna maroon, dia pun mengambil kemeja yang sudah lama tidak dia pakai tapi masih tidak terlihat seperti baju lama. Keyla akhirnya memilih untuk memakai kemeja itu dan di padu padankan dengan celana levis hitam. 

Dia menguncir rambutnya dan mulai memoleskan sedikit make up di wajahnya, Tidak perlu terlalu tebal, yang penting tidak terlihat pucat. Dan Keyla bukan orang yang akan menghabiskan waku berjam-jam untuk ber make up, karena dia harus bersyukur mempunyai alis lumayan tebal jadi tidak perlu menghabiskan waktu untuk menggambar bingkai dan sebagainya.

Lima belas menit kemudia Keyla keluar dari kamarnya dan menghampiri Galih yang sedang mengobrol dengan neneknya. Entahlah apa yang mereka berdua bicarakan.

"Ayuk!" Ajak Keyla sambil menepuk pelan bahu kanan laki-laki itu. Galih menengok dan tersenyum saat melihat Keyla. Membuat Keyla jadi sedikit linglung karena diperhatikan seperti itu.

"Nek, Galih ijin bawa Keyla keluar dulu ya!" Galih meminta ijin sambil berpamitan dengan nenek Keyla.

Keyla juga ikut berpamitan kepada neneknya, mereka pun langsung pergi setelah itu. Di perjalanan tidak terlalu banyak percakapan yang terjadi karena masing-masing dari mereka tengah sibuk dengan pikirannya sendiri, dan juga mereka berdua sebenarnya merasa canggug satu sama lain. Mungkin ini yang membuat orang-orang bersahabatan tidak ingin menjalin hubungan lebih, karena terasa amat canggung saat itu terjadi.

Mereka masuk ke dalam studio bioskop saat pintu di bukakan. Selama menonton-pun mereka berdua hanya menonton layaknya orang biasa. Karena niat mereka ke bioskop memang hanya untuk menonton dan tidak lebih.

"Bagus ya, filmnya!" Keyla berkata dengan antusias. Sudah lama dia tidak menonton film seperti itu di tengah maraknya film horor yang tayang saat ini.

"Iya, alurnya bagus." Jawab Galih menyetujuin

"Kita mau kemana lagi?" berusaha menepis kecanggungan yang ada Galih bertanya kepada Keyla yang sekarang sebenarnya sudah tidak ingin kemana-mana, hanya saja dia sedang kangen sekali dengan ibunya.

"Kangen mama." Keyla bergumam secara tidak sadar.

"Mau aku temenin ke rumah?" tawar Galih.

"Hm? Emm...." Keyla berpikir sejenak. Dia tidak ingin bertemu tante Fani dan ayahnya, tapi dia merindukan ibunya. Dan tidak mungkin dia meminta ibunya keluar di jam sembilan malam.

"Gapapa, ada aku." Galih menepuk pelan punggung gadis itu. Keyla akhirnya mengangguk  menyetujui niat Galih untuk menemaninya bertemu ibu.

***

Motor Galih terparkir di depan pagar rumah Keyla. Ada sedikit rindu disana, namun juga di barengi dengan rasa amarah jika mengingat kelakuan ayahnya. Keyla menghubungi ibunya dan menyuruh dia untuk keluar pagar.

Tidak lama ibu Keyla keluar dari balik pintu dan mempersilahkan mereka berdua masuk. Ibu Keyla nampak sangat bahagia melihat putrinya. Tadinya Keyla  tidak mau karena malas bertemu ayah dan tante Fani, tapi Ibunya berkata kalau mereka berdua sedang pergi, akhirnya mereka berdua pun masuk ke dalam.

Di sana Keyla menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan ibunya, melepaskan rindunya. galih menghargai itu dan lebih memilih untuk menunggu di teras depan. 

Rio datang dari balik pintu sambil membawa dua cangkir teh hangat. Mempersilahkan Galih untuk meminumnya. Sebenarnya Galih masih khawatir akan keberadaan Rio, hanya saja mengingat Keyla sudah pindah rumah dan tidak satu rumah lagi dengan Keyla membuat dia dapat mengurangi rasa khawatirnya itu.

"Lo udah baikan?" tanya Rio memulai percakapan.

"Hm, udah jadian." Jawab Galih sambil mengusap cangkir teh-nya. 

"Gue harap lo ga nyakitin dia, lagi." Rio menyeruput teh bikinannya itu dan memandangi langit. Berbohong memang satu-satunya yang dapat ia lakukan.

***

Keyla pulang setelah jam sudah menunjukkan angka setengah sepuluh, mereka memutuskan untuk membeli camilan sedikit untuk mengganjal perut, karena sudah malam Keyla tidak mau makan berat, walau sebenarnya camilan tidak jauh berbeda.

Mereka duduk di kursi taman setelah membeli camilan dari minimarket yang berada tidak jauh dari situ. Mereka makan dalam diam sampai tidak sengaja mata mereka bertatapan. Sudah tidak tau lagi seberapa cepat jantung Keyla berdetak, mereka berdua saling menatap seakan tidak ada yang mau mengalah.

Tidak di sangka wajah Galih mendekat membuat sekujur tubuh Keyla kaku, dia tidak tau harus melakukan apa. Perempuan itu dapat merasakan hembusan nafas Galih karena jarak mulai menipis. Tiba-tiba hembusan itu hilang dan dengan cepat Keyla memalingkan wajahnya. Malu.

"Maaf." Ucap Galih tidak menyangka dengan dirinya sendiri hampir melakukan hal yang belum boleh mereka lakukan.

"Hm." Hanya itu yang bisa terucap di bibir Keyla. Perempuan itu sudah amat mati kutu akibat kejadian barusan.

Disisi lain Rio menarik salah satu sudut bibirnya. Tadinya dia ingin menyusul Keyla dan Galih untuk memberikan lauk, Tante Hani yang menyuruhnya. Tapi sepertinya dia harus berbohong dan berkata kalau mereka sudah jauh.

Laki-laki itu menatap langit, hanya ada satu bintang yang bersinar di sana, "Mungkin gue harus melupakan cinta pertama gue." Gumam Rio dan berbalik badan kembali ke rumahnya. 

Mungkin dia tidak akan menyerah mengejar Keyla kalau tadi Galih jadi menciumnya, tapi karena melihat Galih menahan dirinya, Rio dapat mengetahui ada keseriusan disana. Sekaligus Kenyataan kalau ini sudah waktunya dia untuk mundur.

Hey KeylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang