Payung dan Hujan

2.2K 584 19
                                    

Payung dan hujan itu hubungannya erat. Payung digunakan ketika hujan. karena itu aku ada karena kamu ada seperti payung dan hujan.

***

Memiliki nama Rainy bukan artinya ia senang ketika hujan turun. Apalagi jika waktunya pulang sekolah dan ia harus menembus gerimis yang lumayan padat. Hujan yang tidak terlalu besar tetapi cukup membuat tubuh menjadi basah kuyup. Syukurlah Rain membawa payung hari ini. Payung berwarna merah itu cukup lebar untuk melindungi dirinya dari hujan.

Rain membuka resleting tasnya. Ia menyimpan payung merahnya di sana. Terlihat beberapa siswa lain rela menembus hujan menuju parkiran. Hampir banyak kendaraan roda empat mendominasi di lahan parkir sekolah menandakan jika murid di sekolah ini adalah kalangan atas. Beruntung bagi mereka karena akan terlindungi selama di dalam mobil, lain dengan Rain yang harus berjalan ke gerbang sekolah dan menunggu hingga angkot datang.

Beberapa siswa lain memiliki hidup yang lebih baik. Mereka dijemput orang tua atau sopir sehingga tingga menunggu di teras sekolah hingga mobil jemputan menepi di pinggirnya. Mungkin hanya beberapa tetesan hujang yang akan terkena tubuh mereka. 

Kaki Rain membawanya ke sisi kiri jalan. Ia memilih menepi supaya terlindungi dari cipratan air akibat roda mobil yang lewat. Dari kejauhan terlihat sepasang kekasih tengah berpayung sebuah jaket berwarna hijau terang. Keduanya berlari ke parkiran mendekati mini bus putih yang terparkir di bawah pohon. Rain kenal betul siapa pasangan itu - Abbey dan Aileen. Keduanya nampak mesra sambil sesekali saling membalas senyuman.

Pemandangan itu menyiksa Rainy. Sepertinya mendung di langit menyelimutinya dengan suhu dingin hingga ia sulit bernafas. Sejenak waktu berisikan kepedihan dan air mata mengalir hangat di pipinya. Titik hujan seakan menembus hingga ke jantung. Rain sakit dan tak bisa menahan rasa itu. Ia hanya menunduk dan menatap kosong sepatunya yang sudah basah dan kotor karena pasir yang menempel. 

Pikirannya membayangkan menjadi kekasih Abbey dan dilindungi jaket hijau itu dari tetesan air hujan. Menjadi wanita yang sangat berarti untuk laki-laki yang ia cintai pasti sangat bahagia. Rain akan berbagi tawa dan curhatan dengan pria itu. Rain mendengus, ia tarik napas panjang kemudian ia hembuskan pelan. Kebahagiaan itu hanya angan-angan dan ketika terbangun Rain harus menerima nasib buruknya. Berapa banyak wanita yang nanti akan mendampingi Abbey, Rain sadar jika ia tidak akan menjadi salah satunya.

Sejenak suara Adrian menggema dalam otaknya. Apa yang laki-laki itu katakan ada benarnya. Kebiasaan Rain sangat jauh untuk dikatakan sebagai wanita idaman pria apalagi fisiknya. Orang bilang cinta itu dari mata turun ke hati. Bagaimana bisa Rain ada di hati seseorang jika di mata saja ia sudah tak terlihat menarik. Harusnya Rain bercermin dari perkataan Rian bukannya marah dan menjauhkan diri. Sekarang ia sendiri yang menyesal.

Dalam renungan batinnya itu, Rain merasakan tangan seseorang memegang salah satu tangannya yang sedang memegang gagang payung. Rain tersadar dari batinnya kemudian mencoba berbalik. Namun tubuh manusia itu membuat Rain tak kuasa menengok ke belakang. Ia sangat tinggi hingga kepala Rain hanya setinggi dadanya. Posisi mereka juga sangat berdempetan. 

“Ini siapa?” tegur Rain ketakutan hingga tangannya mengigil. Namun Rain tak menyerah, ia masih berusaha berbalik ke sisi kanan dan kiri dan yang terlihat hanya dasi pria itu. 

“Jalan saja hingga parkiran sekolah, sebagai gantinya aku antar kamu pulang. Hujannya tambah deras!” titah orang itu sedikit berteriak karena hujan semakin deras dan suaranya mampu memekik telinga. Namun suara itu tak terdengar asing. Suara bass  yang tadi siang sempat membuatnya marah. "Rian?" tebak Rainy . 

Laki-laki itu tak membalas tebakan Rain. Ia malah mendorong punggung kaki Rain dengan kakinya hingga gadis itu terpaksa berjalan maju. "Jalan saja!" titahnya lagi. 

Rain tak memiliki pilihan selain menuruti apa yang dititahkan oleh baginda. Ia berjalan dituntun pria itu dari belakang. "Kamu kenapa sih? Kenapa juga harus ke parkiran? Aku harus ke depan menunggu angkot!" protes Rain. Meski begitu gadis ini tetap saja menurut berjalan mendekati sebuah sedan hitam yang terparkir di sana.

“Bosan di sekolah lama-lama. Belum lagi gadis di sini centilnya gak ketulungan. Sepertinya memang harus cepat mencari pacar baru!” keluhanya sambil masih berjalan di belakang Rainy. Cara yang tidak normal karena pasangan lain akan berjalan bersisian. Syukur keduanya bukan pasangan sehingga tak masalah jika terlihat tak normal

Jarak keduanya sangat dekat hingga Rain bisa merasakan hangat tubuh pria itu. Rain berdebar. "Apa seperti ini rasanya dekat dengan seorang pria?" gumamnya. Hujan semakin deras dan pria itu semakin mendekatinya. Sensasi dingin menjalar ke seluruh tubuh. Rasanya bukan hanya kedinginan tetapi sudah membeku hingga kedua kaki Rain seperti melayang tidak menapak ke tanah. Rasa ini, sama persis ketika pertama kali ia jatuh cinta pada Abbey dulu. Rain menggeleng mencoba menampik pikirannya.

Akhirnya mereka tiba di depan pintu sedan hitam yang menjadi tujuan. Tangan pria itu meraih payung Rain kemudian membuka pintu mobil dengan tangan yang lain. "Masuk!" titahnya. Rain berbalik dan akhirnya ia bisa memastikan bahwa pria itu memang Rian. Layaknya manusia yang sudah hilang kesadaran, Rain menurut pada Rian. Ia melangkahkan kakinya ke dalam mobil kemudian duduk di atas jok coklat tua yang sangat empuk. Tatapan mata Rain tak bisa lepas dari wajah Rian. Bahkan setelah Rian menutup pintu mobil, Rain masih melihatnya melalui kaca mobil.

Rian berlari kecil memutar bagian depan mobilnya lalu membuka pintu mobil di samping kemudi. Rian melipat payung dan ia lempar ke jok belakang. Mata Rain masih saja menatapnya seakan tersihir dengan garis halus wajah pria itu ditambah kulitnya yang cemerlang.

“Jangan lihat aku terlalu lama! Banyak wanita yang jatuh cinta karena itu,” celetuk Rian sambil menyalakan mesin mobil. 

Mendengar suara Rian membuat Rain kembali sadar dan memalingkan pandangannya. Rain bahkan menepuk kepalanya lumayan keras. “Tenang, kamu bukan tipe pria yang aku suka! Itu tidak mungkin terjadi!” bantah Rain tanpa melihat Rian sama sekali. Rain bisa mendengar tawa kecil Adrian.

“Rumah kamu arahnya ke tempat yang sama waktu kita ketemu, kan?” tanyanya.

“Iya tapi tidak perlu kamu antar sampai rumah. Kalau kamu lihat angkot kuning yang aku naiki waktu itu, tinggal kamu hentika saja. Nanti aku pindah,” tolak Rain malu-malu. Karena kejadian tadi Rain menjadi sedikit malu. Rian bahkan sadar jika Rainy terus menatapnya. Pantas jika saat ini Rain salah tingkah. “Ouh iya, aku mohon lain kali jangan sampai menyentuku lagi! Mengerti? Jaga jarak!” tegas Rain.

Rian mengangkat sebelah alisnya. “Memang sentuhan aku bisa membuat kamu alergi?” tanyanya.

Rain menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku tak suka disentuh laki-laki. Aku bisa demam karena itu bahkan sesak napas!” dusta Rain. Sebenarnya hanya Rian saja yang ia takuti.

Rian Terawa. “Buktinyakamu baik-baik saja saat aku sentuh tadi!” ucapnya tak percaya.

Rain menggelembungkan pipinya. “Pokoknya jangan sentuh aku! Aku tidak suka disentuh laki-laki! Kalau sampai kamu menyentuhku lagi, kamu harus bertanggung jawab kalau aku sampai bunuh diri! Mengerti!” tegas Rain lagi. Jari telunjuk Rain menunjuk wajah Rian. Bukannya mengangguk, laki-laki itu malah meniupnya. "Hey!" bentak Rain.

My rainy season (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang