Rain tak masuk sekolah selama seminggu. Badannya demam, bukan hanya karena hujan-hujanan, batinnya lebih sakit daripada fisik. Ingin ia menampik rasa sakit itu. Namun begitu tiba di rumah, ia terus menangis.
Bagaimanapun ia harus hidup karena banyak alasan untuk bertahan selain cinta. Merana hanya karena patah hati akan menjadikan masa depannya suram. Masa remaja bukan masa yang harus Rain habiskan hanya untuk menangisi pria yang tidak bisa jadi menjadi miliknya. Mungkin nanti akan ada orang lain yang bisa membalas cintanya ... mungkin.
Malam minggu ini Rainy melakukan hal di luar kebiasaannya. Ia keluar malam dan merasakan udara jam delapan Kota Bandung. Kebetulan sekali Sisca mengajaknya makan di luar dan gratis. Semua dilakukan dalam rangka menemani Sisca malam mingguan selama Naldi sedang bersiap untuk latihan sepak bola.
Di dalam sebuah tenda yang menjual aneka makanan laut, Rain dan Sisca menikmati malam. Ikan kakap bakar sudah tersedia di atas meja dengan sambal dan juga lalapan. Ditemani nasi merah hangat, Rain sejenak lupa dengan perasaannya. Obat patah hati paling ampuh adalah makanan enak.
"Duh, tulang ikannya kemakan." Rainy mengusap-usap lehernya yang terasa sakit karena sebuah tulang ikan menancap di kerongkongan.
Rain mengambil satu suap nasi kemudian menelannya tanpa dikunyah. Tips sesat yang diberikan Tante tapi sangat ampuh. Kemudian ia meneguk segelas teh hangat hingga kerongkongannya benar-benar lega.
"Makanya, kalau makan ikan jangan dengan tulangnya. Untung hanya sampai leher, kalau sampai lambung bisa bocor," ledeknya.
Rain menoyor jidat Sisca. "Sejak kapan tulang ikan bisa membuat lambung bocor. Kecuali tulang ikan hiu!" protes Rain.
"Bagaimana kamu dengan Rian setelah ciuman pertama?" tanya Sisca nakal. Membahas itu menyebabkan Rainy hilang nafsu makan.
"Aku sudah bilang, 'kan. Jika ada rasa pun, sebaiknya aku melupakan dia saja," tegas Rain.
"Payah kamu! Dia sudah berani mencium, artinya dia suka. Harusnya kamu semakin maju, bukannya semakin mundur," bantah Sisca.
Rain tersenyum kecut. "Bagi dia ciuman itu tidak ada artinya. Buktinya dia bisa mencium gadis manapun yang dia mau."
"Maksudnya?" tanya Sisca heran.
"Rian sudah punya pacar lagi," jawab Rainy. Sisca terbelalak.
Rain mengeluarkan napas panjang. "Aku lihat dia dengan Maura," jawab Rainy. Suaranya terdengar berat.
Sisca tidak mampu menimpali. Ia hanya menghela napas lalu menghembuskannya pelan. Ia menyesal membahas semua itu dengan Rainy.
Suara kendaraan terdengar jelas memecah keheningan diantara mereka. Rain kembali menikmati makanannya. Namun sesekali menjeda setiap suapan dengan lenguhan.
"Pasti berat untuk kamu," komentar Sisca.
Rainy tertawa. "Memangnya kenapa? Usiaku baru enam belas tahun. Masih panjang menuju pernikahan. Mungkin seiring waktu berjalan ada pria yang mencintaiku apa adanya," timpal Rainy.
Sisca mengangguk. "Habis kamu sendiri kenapa kemarin jual mahal? Sampai tidak mengaku suka dengan dia."
Rain mulai hati-hati memilih daging dan memisahkan dengan tulang ikan. "Aku sudah cukup penat karena masalah Abbey. Belum lagi melihat respon siswa lain. Bahkan mereka menjadikan itu bahan olokan. Sepertinya perempuan jelek suka pada pria tampan itu adalah dosa besar.
Rain bertanya pada dirinya sendiri. "Sekarang setelah kau mengakui perasaanmu pada Rian, apa yang akan kau lakukan?" bantin Rain. Matanya berpaling pada sebuah truk yang terparkir tidak jauh dari tenda. Di belakang truk itu ada lukisan dan juga tulisan. Rain terpaku pada salah satu kata di truk itu.
"Kalau dia tidak cinta, jangan sampai mau dibuat gila," celetuk Rain sambil menunjuk bagian belakang truk di depannya. Sisca melihat ke arah yang Rainy tunjuk kemudian tertawa.
"Bisa kebetulan begitu, ya?" tanya Sisca heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
My rainy season (End)
Teen FictionDia tampan, tapi kalau tiba-tiba minta ongkos angkotnya ditalangin? Bahkan pertemuan pertama Andrian sudah membuat Rain illfeel. Gak lama sih, habis itu Rain kecantol cintanya. 🌧🌧🌧 Sejak ditolak oleh Abbey - gebetannya...