"Cinta itu lebih rumit daripada matematika karena tidak ada jawaban pasti akan persoalannya."
***
Akhirnya setelah sekian banyak angka di kalender terlewati, nama Rainy Micky Rizka kembali lagi tercantum di mading sekolah bersama foto berwarna ukuran 2 x 3 yang terlihat culun. Bukan karena mendapat prestasi penting, tapi karena gagal ujian matematika, lagi. Pengalaman membuat Rain lebih dapat menerima kenyataan pahit ini. Lain dengan saat pertama kali ia melihatnya dulu hingga membuat Rain histeris, kini Rain hanya mendengus kesal kemudian berjalan menuju kelasnya dengan langkah yang berat.
Dalam perjalan panjang dan berat itu Rainy merenung. Ia merasa dalam hidupnya tidak ada satu pun hal yang ia banggakan. Rain tidak cantik, tidak juga kaya, tidak populer, tidak pintar juga tidak memiliki bakat yang berharga. Satu-satunya bakat yang ia miliki adalah kemampuan menonton drama Korea hingga dua hari non stop tanpa tidur selama liburan. Jika keadaannya terus seperti ini, tak tahu akan menjadi apa Rainy di masa depan.
Mungkin itu memang bukan kesempatan terakhir Rain dalam ujian itu. Lusa, ia akan mengikuti remedial untuk meningkatkan nilai matematikanya. Kali ini Rain berharap tidak gagal. Dia bertekad untuk belajar mati-matian bersama Sisca. Seingatnya, sahabatnya itu pintar dalam matematika. Syukurlah, ketika Rainy menginjakkan kaki di lantai kelas, ia melihat Sisca masih terduduk di kursinya sedang mengerjakan sesuatu di dalam sebuah buku. Rain menghampiri sahabatnya itu pelan-pelan. Ia duduk bersimpuh di dekat meja tempat keduanya duduk sambil sikut bersandar ke atas meja dan telapak tangan yang menempel satu sama lain. Rain membuat wajah menyesal senatural mungkin. Ia berharap dengan wajah seperti itu akan menarik perhatian sahabatnya.
"Sisca, aku remedial," aku Rain dengan nada suara lemas. Ia tidak beranjak dari tempatnya sampai mendengar jawaban Sisca.
Sayangnya Sisca tidak memperlihatkan wajah iba. Ia malah memelototi Rainy dengan wajah yang menyeramkan sehingga Rainy menunduk pasrah. "Kamu sudah tahu kemarin ada ujian dan sengaja menonton drama Korea. Akhirnya yang tertulis di otak kamu itu bukannya rumus matematika malah adegan bucin dalam drama. Nah! Sekarang kamu remedial, kamu minta bantuan saja pada Lee Min Ho!" omel Sisca panjang lebar seperti badan kereta api. Jika Sisca sudah mengomel seperti itu Rainy tidak berani melawan. Sahabatnya itu sama galaknya dengan angsa jika diganggu.
Bibir Rain manyun. Hatinya meresa kecewa karena sahabatnya sama sekali tidak menunjukkan rasa kepedulian. "Ya sudah! Aku akan minta bantuan Naldi. Di sini bukan hanya kamu yang pintar. Bio juga mungkin bisa bantu aku. Jadilah aku tak perlu pergi ke Korea mencari Lee Min Ho!" omel Rain. Dia mengambil buku matematikanya lalu berlari keluar kelas bermaksud mencari Naldi atau Bio.
Rain berjalan di koridor dengan kesal. Ia sama sekali tak percaya jika sahabatnya tidak ingin membantu. Padahal jika Rain tidak lulus lagi kali ini, ia terancam akan mendapat nilai tujuh puluh di raport semester nanti. Apalagi nilai akhir SMA akan murni berasal dari nilai raport. Minimal Rain memiliki nilai yang cukup untuk lulus SMA.
Cukup lama Rain mencari keberadaan Naldi. Rupanya pria itu tengah berada di kantin. Rain menghampirinya segera. Dengan tega Rain bahkan meminta Bio untuk pindah kursi agar ia bisa duduk di samping Naldi. Rain tersenyum manis memperlihatkan wajah imutnya. Rainy itu sudah berusia enam belas tahun tapi wajahnya lebih cocok menjadi anak SD. Jika saja tidak mengenakan seragam SMA, banyak yang salah sangka menganggapnya masih dua belas tahun. Rain bersiap untuk melancarkan rayuan gombalnya.
"Nal, Tuhan memang tidak sia-sia menciptakan dirimu. Kau itu tampan lagi pintar. Otak kamu yang luar biasa ini tentu akan berguna demi bangsa dan negara. Untuk itu, kamu harus menggunakannya di jalan kebaikan," puji Rain berlebihan hingga Naldi dan Bio mematung mendengarnya. Rain itu sudah seperti orang yang sedang membacakan puisi perjuangan di tengah keadaan perang.
Rain menyimpan buku matematika di tangannya ke atas meja. Buku itu ia geser ke dekat Naldi. "Salah satu kebaikan yang mungkin bisa kamu lakukan adalah mengajariku materi matematika bulan ini untuk remedial esok hari." Tampang Rain terlihat memelas seperti kucing yang sedang kelaparan meminta jatah makanan. Matanya mengeluarkan efek sinar seperti kaca yang tersiram air lalu disinari cahaya mentari. Terlalu banyak menonton drama membuat Rainy ahli bermain peran.
Naldi menarik napas panjang kemudian menghembuskannya pelan. Matanya menatap lurus ke arah Rainy. "Aku bukannya menolak untuk mengajari kamu, loh! Masalahnya aku ini tidak bisa mengajari orang lain. Aku tidak bisa merangkai kata untuk menjelaskan materi. Jangankan mengajari, guru meminta menerangkan di depan kelas saja aku tolak," jawab Naldi dengan wajah penuh penyesalan. Ia bisa melihat bagaimana ia telah membuat Rainy menunduk kecewa.
Namun Rainy tak hilang akal. Ia berbalik pada Bio yang duduk di samping kanannya. Lagi-lagi Rain memperlihatkan wajah penuh harapan agar Bio akan mengajarinya. "Rain, aku sama Naldi itu sebelas dua belas. Kita pintar juga karena ikut sekolah tambahan di luar. Ilmu kami ini pasif, hanya sekedar menerima dan mengerjakan soal. Untuk urusan mengajari, aku tak bisa," tolak Bio. Ia bahkan menggeser buku matematika Rain agar menjauh dari tangannya.
Jika sudah seperti ini sudah dapat ditebak apa yang akan terjadi pada Rainy. Mata gadis itu berkaca-kaca kemudian mengucurkan air mata. Rain nampak kecewa dan takut. "Jadi kalian berdua tega membiarkan aku tidak naik kelas?" tanya Rain dengan suara parau hingga membuat Bio dan Naldi merasa bersalah.
Naldi berpikir sejenak mencari cara agar dapat membantu Rainy. "Bagaimana dengan Rian? Aku dulu sempat tidak mengerti banyak pelajaran dan dia yang mengajarinya. Dalam hal pelajaran Rian lebih jago!" usul Naldi membuat Rian tertegun kemudian memelototinya dengan tajam. Naldi nyengir kuda ke arah Rian. Ia menggeserkan buku matematika Rain ke arah pria itu. "Kamu pasti bisa mengajari Rainy, Tuan Muda Adrian!" pintanya.
Rasanya Adrian ingin sekali mengepalkan kedua tangannya ke arah Naldi jika saja ia tidak memiliki hutang budi akibat Naldi menyelamatkan dia dari papanya kemarin. Bio mengangguk-angguk mendukung keputusan Naldi. "Jika itu Rian pasti bisa. Dia pernah ikut praktek menjadi guru waktu key stage 2 di London dan mendapat nilai sempurna," timpal Bio semakin membuat Rian memerah karena kesal.
Naldi dan Bio bangkit lalu sedikit menggeser kursi yang mereka duduki ke belakang. "Berhubung aku dan Bio sibuk latihan sepak bola, sepertinya kami harus undur diri. Kamu yang rajin belajar dengan Rian ya, Rainy Mickya Rizka. Aku yakin bukan hanya lulus remedial, kamu juga akan mendapat peringkat kelas," ucap Naldi berlebihan sambil mengedipkan sebelah mata ke arah Rain lalu bergantian ke arah Rian. Sama sekali Naldi tidak menggubris sorot mata tajam Adrian yang tertuju ke arahnya. Setelah yakin keadaannya aman, Naldi dan Bio langsung berlari keluar kantin. Rainy hanya diam mematung melihat kedua pria itu meninggalkannya bersama Rian, hanya berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My rainy season (End)
Teen FictionDia tampan, tapi kalau tiba-tiba minta ongkos angkotnya ditalangin? Bahkan pertemuan pertama Andrian sudah membuat Rain illfeel. Gak lama sih, habis itu Rain kecantol cintanya. 🌧🌧🌧 Sejak ditolak oleh Abbey - gebetannya...