Anehnya hanya dengan dia

2K 589 21
                                    

"Walaupun nama kamu Rainy, bukan artinya kamu harus seakrab itu dengan hujan."


-Adrian Bailey Caerleon-

***

Bukan pertama kalinya bagi Rainy menjadi korban perundungan siswa lain. Setelah beberapa siswa dengan jahilnya memasukan lumpur ke dalam tasnya, melempar sepatu Rain ke atas genting sekolah, menyiram baju olahraga Rain dengan sebotol sambal, kini mereka tega memasukkan seekor kodok ke dalam mangkuk mie yang Rain makan. Memang bukan hanya Rainy yang mengalaminya. Siswa kurang populer di sekolah ini akan mengalami hal yang sama. Sedihnya, tidak ada seorang pun yang berani melapor pada Kepala Sekolah karena takut akan menjadi sasaran pembalasan dendam.

Rasanya Rainy sudah tak tahan lagi akan perbuatan mereka. Bukankah siswa kurang populer juga manusia? Mereka hanya tidak memiliki kecerdasan interpersonal sehingga kurang menunjukkan diri, tapi mereka memiliki kecerdasan intrapersonal yang membuat mereka lebih mudah berempati. Mereka memiliki hati yang lebih sensitif dan peduli terhadap lingkungan. Anak-anak populer itu dengan seenak jidat menilai teman satu sekolah mereka yang sulit bergaul seperti kuman penyakit yang harus dibasmi. Padahal yang mereka miliki hanya pemberian Tuhan yang bisa diambil kapan pun.

Rain terduduk di atas rumput sambil memandang lepas ke tengah danau. Kabut menghiasi danau setelah hujan gerimis turun membasahi sekujur tubuh Rain. Rasanya dingin, persis seperti hidup Rain yang kesepian. Pepohonan masih bisu seperti biasanya. Hanya angin yang bisa membuatnya mengeluarkan bunyi kedamaian. Sayup-sayup suara alam mendekap keheningan di tempat ini.

Halaman belakang sekolah memang luas karena memiliki danau sendiri. Letaknya yang berada setengah di kaki bukit membuat lingkungan sekolah menjadi batas antara kebisingan kota dengan kesejukan alam pegunungan. Kini Rainy berada di sana, menyembunyikan diri dari dunia anak remaja yang tengah berlanjut di dalam gedung.

Seketika Rain teringat apa yang ia alami saat usianya 8 tahun. Hari itu juga gerimis. Hanya saja tak sesepi ini. Rain ingat banyak orang lewat di depannya, tapi tak satu pun yang datang dan memberi pertolongan. Air mata Rain mengalir lebih banyak daripada saat ini dan hanya ada satu nama yang ia panggil, Ayah. Namun orang yang Rain sebut tak pernah datang.

Lalu siang berganti malam, Rain masih di sana sendirian dan kedinginan. Ayahnya tak datang juga dan suasana di sana semakin sepi. Rain pikir hari itu dia akan mati seperti seekor kucing kedinginan dan kelaparan di dalam dus bekas. Beberapa saat matanya tertutup dan sulit untuk bangkit. Rain bermimpi kemudian mendengar suara lembut. Suara yang Rain kenal sebagai suara tantenya, orang yang menghidupinya hingga kini dan mengakuinya sebagai keluarga.

Jika bukan karena Tante, rasanya Rain ingin pergi saja dari sekolah ini. Namun wanita itu menyimpan harapan agar Rain bisa lulus dari SMA yang menjadi almamaternya. Ia tak memiliki keturunan sehingga harapannya hanya bisa ia titipkan pada Rainy. Jika Rain memilih kabur, tentu tantenya akan kecewa.

Tidak! Ia akan bertahan. Siswa-siswa populer itu tidak lebih kejam dari ayahnya. Mereka tidak meninggalkan Rainy sendirian di terminal bis hingga malam hari. Mereka juga tidak meninggalkan Rainy selama sembilan tahun tanpa kabar.

Rain menatap gerimis yang turun di depan matanya. Ia selalu saja mendapat kemalangan ketika hujan turun. Apa mungkin hujan juga tak suka memiliki nama yang sama dengannya? Terlalu lama merenung, Rain baru sadar jika gerimis sudah lama berhenti membasahi baju seragamnya. Rain mendongak dan melihat sebuah payung merah sudah berada di atas kepala. Payung milik Rainy yang tertinggal di mobil Rian.

"Walaupun nama kamu Rainy, bukan artinya kamu harus seakrab itu dengan hujan," ucap manusia yang memayungi Rain dari air hujan. Rainy menemukan Rian sudah berdiri di sampingnya. Laki-laki itu melempar sebuah sapu tangan ke atas tangan Rainy. "Hujan tidak akan menghapus air mata, malah mata kamu bisa pedih," sambungnya.

Rain menggenggam sapu tangan itu kemudian menggunakannya untuk mengusap wajah dengan lembut. "Terima kasih," ucap Rain. Suaranya masih serak. Ia juga tidak bisa menahan diri untuk tidak tersedu-sedu. Gadis itu masih duduk bersila di atas rumput sambil menunduk melihat rumput yang basah.

"Kamu itu sangat cengeng! Kalau itu aku, aku akan gantung mereka satu per satu di atas pohon rambutan. Aku tak akan biarkan siapa pun menyakitiku seperti itu," nasehat Rian. Baginya memang mudah karena orang tuanya sangat berpengaruh. Lain dengan Rainy, gadis itu penuh pertimbangan dan rasa takut. Jika ia melawan, Rainy yang akan rugi karena menjadi bulan-bulanan. Belum jumlah mereka tidak hanya satu.

Laki-laki itu duduk di samping Rain. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku kemeja seolah tak peduli jika gerimis masih turun. Tiba-tiba saja terdengar suara rana kamera hingga membuat Rainy kaget. Gadis itu berpaling pada Rian dan menemukan ponsel pria itu menghadap tepat ke arahnya. Ternyata Rian mengambil gambarnya tanpa izin.

"Ih! Kamu ini jahat banget! Kamu akan mengirim fotoku sedang menangis ke media sosial, kan?" protes Rain. Pelakunya hanya tertawa mendengar kalimat keberatan dari korban. Rain berusaha merebut ponsel itu dari tangan Rian. Namun pria itu berdiri lalu berlari sambil meledek Rain dengan nada menyebalkan. Rain tak habis akal, ia langsung mengejar Rian.

Sepertinya pria itu memang hanya berniat menjahili Rain. Buktinya ia berlari pelan sehingga Rainy bisa menyusulnya ke tepi danau. Rian masih mengeluarkan senandung penuh ejekan bahkan saat Rain sudah ada di hadapannya dan kembali berusaha merebut ponsel itu.

"Berikan handphone kamu!" titah Rain.

Rian tak menyerah dan masih tertawa. Dia terlihat senang menggoda Rain dengan cara seperti itu. "Kalau bisa ambil saja!" tantangnya. Rian mengangkat ponselnya ke udara dengan sebelah tangan. Tanpa kenal menyerah, Rain melompat-lompat mencoba mengambil ponsel itu. Namun karena badannya yang pendek, ia tak mampu mengimbangi panjangnya tangan Rian.

"Berikan!" bentak Rain lagi. Dengan sekuat tenaga ia mendorong Rian hingga pria itu terjungkal dan tercebur ke danau. Sayangnya Rian dengan refleks memegang tangan Rain sehingga keduanya tercebur bersamaan.

Dasar danau itu adalah lumpur yang terbentuk akibat tanah lempung tergenang air sangat lama. Karena mereka jatuh di bagian yang paling dangkal, sudah dapat ditebak keduanya basah kuyup ditambah balutan lumpur di seragam mereka. "Ih! Gara-gara kamu jadi kotor seragamku!" protes Rain sambil mengeluarkan nada tinggi.

Adrian mencoba bangkit setelah terduduk di atas lumpur dan air sehingga tubuhnya terasa lebih berat. "Kamu yang mendorong aku terlebih dulu, kan? Harusnya kamu yang salah!" dia balas menyalahkan Rainy. Kedua saling menatap tajam seolah tak ada yang ingin mengalah dan meminta maaf terlebih dahulu.

Karena kesal Rain mengambil segenggam lumpur lalu ia lemparkan tepat ke rambut Rian. Laki-laki itu balas melakukan hal yang sama pada Rainy. Akhirnya mereka berperang lumpur sambil sesekali saling mendorong hingga bergantian tersungkur ke atas lumpur. Jangankan pakaian, wajah mereka saja sudah tidak berupa akibat lumpur yang menempel.

My rainy season (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang