Tercipta Untuk Tak Akur

1.9K 540 25
                                    

Perbedaan pertengkaran dan tawuran itu dari jumlah orang yang terlibat di dalamnya. Jika tawuran butuh banyak orang, maka bertengkar hanya butuh kita berdua. Lebih baik kita bertengkar agar bisa berdua saja.


***

Rain merasa bingung. Seingatnya, tadi pagi ia menyimpan catatannya di meja tempat ia belajar di kelas. Sekarang buku itu hilang tak tahu kemana. Rain kembali membongkar isi meja itu, sudah keempat kalinya mungkin. Hatinya semakin tidak tenang karena itu adalah buku catatan pribadinya. Isinya pun curhatan aneh sehingga jika sampai orang lain yang menemukan, keadaan Rainy akan sangat berbahaya.

Apa kemungkinan tertinggal di luar, ya? Dengan semua pertanyaan di benaknya, Rainy mencoba mengingat-ingat semua tempat yang ia datangi sejak ia tiba di sekolah. Seingat Rain, ia tadi pergi ke kantin, danau sekolah, kemudian duduk di koridor depan lapangan sepak bola. Rain harap masih bisa menemukannya di tiga tempat itu.

Gadis itu bergegas pergi ke luar kelas. Dengan langkah terburu-buru, ia berbelok arah menuju daerah kelas IPS kemudian belok ke kiri menuju kantin. Rain mengingat-ingat meja tempat ia duduk, kemudian berjalan mendekati setelah menemukan jawabannya. Meja dekat dengan televisi di sudut kantin dimana Rain makan bakso siang tadi bersama Sisca dan Magna. Meja itu kosong, sama sekali tidak ada satu pun siswa duduk di sana apalagi sebuah buku berwarna coklat dengan banyak stiker di sampulnya.

Rain menghentakkan kakinya ke keramik putih yang melapisi lantai kantin. Gadis itu memikirkan kemungkinan bukunya ada di danau. Akhirnya Rain keluar dari ruangan besar tempat dimana meja-meja bundar berbaris rapi dan toko makanan. Ia melewati pintu belakang dan masuk ke dalam zona dimana koridornya di sisi kanan dan kiri ditanami banyak tanaman hijau. Ujung koridor itu terhubung dengan jembatan melengkung di atas kolam ikan kemudian turun di rerumputan halaman belakang dimana sejauh mata memandang akan terlihat barisan pohon-pohon buah dan kayu.

Rain tadi duduk di pinggir danau yang tersembunyi di balik pohon-pohon-pohon itu. "Aneh, tadi aku duduk di sini dengan Magna. Namun bukuku tidak ada di sini," keluh Rain. Perasaannya semakin tidak enak dan jantungnya berdebar keras sekali. Rain tidak hanya takut bukunya diambil orang lain, ia juga takut dengan keadaan gedung sekolah yang mulai kosong dan cahaya matahari yang mulai meredup setelah memancar dengan nuansa jingganya.

Rain mencoba berpikir positif. Mungkin bukunya ada di koridor samping lapangan sepak bola. Ia tadi sempat pergi ke sana dengan Sisca untuk menonton pertandingan sepak bola antara siswa-siswa pria yang kurang kerjaan. Akhirnya Rain memberanikan diri untuk kembali ke gedung sekolah, naik ke koridor depan kelas IPA kemudian berjalan sepanjang lorong, keluar di dekat kelas yang banyak orang bilang angker sehingga hanya diisi oleh alat-alat kerja anggota OSIS.

Dari depan kelas itu Rain bisa melihat lantai dimana ia duduk dengan Sisca. Rain turun dari koridor melewati lapangan sepak bola kemudian memeriksa bagian belakang tiang hingga selokan kecil tempat air hujan mengalir sehingga tidak menggenangi lapangan sepak bola.

"Tetap tidak ada!" keluh Rain. Ia sampai menempelkan jidatnya di tiang beton yang menyangga gedung sekolah. Rain mengintip ke atas langit dan melihat bagaimana rupa atap jagat raya itu mulai berubah kehitaman. Rain harus cepat pulang sementara bukunya belum juga ia temukan.

Rain mulai kembali berjalan menelusuri lorong-lorong berharap ada satu tempat dimana bukunya jatuh. Ia memeriksa semak-semak hingga kolong kursi tempat siswa nongkrong di koridor dan juga talang air. Sayangnya waktu tidak akan cukup baginya untuk menyisir seisi sekolah. Sepertinya memang ada seseorang yang mengambil buku itu. Rasanya Rain ingin menangis. Jika sampai orang itu membacanya dan menyebarkannya pada siswa lain, matilah Rainy. Ia pasti akan menjadi bahan ejekan bahkan dirundung habis-habisan.

My rainy season (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang