Haykal

923 92 2
                                    



Haykal meremas surat yang dikirim ibunya. Ibunya tidak bisa menulis sms apalagi media messenger lainnya. Ibunya hanya tahu cara menelpon, dan itu tidak beliau lakukan. Selalu ada sanggahan dan pertengkaran ketika mereka berbicara di telpon. Dan ini cara ibunya berkomunikasi, berkirim surat melalui pos.

Bahasanya sangat mengiris hati. Pulang? Kenapa harus? Ayah mulai menua dan butuh penerus. Duh, tak adakah alasan lain?

Ibu minta menantu? Baik, akan aku lakukan! Sekarang, oke, aku penuhi. Apa aku dikira bukan laki-laki heteroseksual sehingga beliau terlalu khawatir begini? Haykal membatin.

Laki-laki itu ada dalam kegalauan berkepanjangan sejak 3 bulan belakangan ini. Dia baru saja dipromosikan naik jabatan. Dia berencana untuk mengikat kekasihnya setelah jabatan baru ini stabil dia jalankan. Dia sudah berjanji pada Anggi, meski pacarnya itu tidak menuntutnya untuk menikah segera.

Memang, Anggi juga masih fokus pada karirnya. Dia baru lulus tahun lalu. Seperti Haykal, dia ingin mapan berkarir dulu. Tapi kakak kelas yang sekarang jadi pacarnya itu seperti ingin cepat-cepat saja.

"Aaarrrggghhhh......"

Haykal berteriak dan melemparkan surat itu. Sari, asistennya, yang sedang merapikan berkas untuk Haykal bawa pada meeting siang ini terkegut. Dia bergidik, tidak berani bertanya ada apa dengan bosnya. Dia hanya bisa mempercepat pekerjaannya agar segera bisa meninggalkan ruangan.

Haykal tersadar dan menoleh ke samping.

"Sori, Sar. Lagi suntuk, nih."

"Eh, iya pak. Ga pa-pa," jawab Sari.

"Rapat siang ini rapat gabungan apa pimpinan, Sar?" tanya Haykal.

"Pimpinan saja pak."

"Berarti kamu ga bisa ikut ya?"

"Memangnya bapak mau kemana kok harus saya gantikan?" tanya Sari, terdengar sedikit konyol.

"Eh, yang minta digantikan siapa?"

"Eh, pertanyaan saya salah ya pak?"

"Tahu, pikir sendiri."

Kembali Sari bergirik. Bosnya kalau lagi galau ya begini. Marah-marah ga jelas.

"Aku cuma minta ditemani, khawatir penjelasanku ngawur karena ga konsen," tegas Haykal.

"Perlu saya telponkan mbak Anggi, Pak?"

Haykal terhenyak, apa hubungannya rapat dengan Anggi? Tapi dia mengikuti kebingungannya dengan melanjutkan bertanya.

"Kamu punya telpon Anggi?"

"Enggak pak."

"Terus gimana kamu nelpon dia kalau nomernya saja kamu ga punya?"

"Minta sama Bapak."

"Hahaha...."

Haykal langsung terbahak. Asistennya yang konyol ini mampu membuat emosinya berubah seketika.

"Sar, kamu sudah berapa lama disini?"

"Lah, ya tadi Pak, sesaat setelah saya ketok pintu."

Kali ini tatapan mata Haykal menajam. Sari langsung menunduk, pura-pura mencari berkas yang belum tertata.

"Maksudku, berapa lama kamu kerja disini?" ujar Haykal menahan amarah serendah mungkin.

"Ooohhhh...mulai magang dulu pak. Saya kan anak diploma, jadi harus magang dulu sebelum lulus. Ada mungkin 3 tahun."

Haykal manggut-manggut.

"Kok bisa kamu diterima disini?"

"Memangnya kenapa pak?"

"Kalau aku yang jadi HRD, kamu sudah aku tolak sejak mengirim lamaran."

"Serius pak? Pak Hadi juga bilang begitu."

"Pak Hadi HRD?!"

"Iya pak. Waktu itu beliau bilang, seandainya saya melamar saat situasi normal, saya akan ditolak. Tapi karena waktu itu perusahan sedang melakukan perubahan besar-besaran, makanya saya diterima."

"Hah?!"

"Iya pak. Kata pak Hadi, perusahan ini butuh hiburan. Ga ngerti juga. Padahal saya ga bisa nyanyi."

Kembali Haykal tertawa terpingkal-pingkal. Setelahnya, dia menggeleng.

"Pak Hadi konyol juga ya."

Sari terdiam tidak mengerti kenapa bosnya tertawa.

"Memang kalau pikiran lagi tegang, butuh orang macam kamu sepertinya."

"Maksud bapak?"

"Ah, sudahlah. Ga penting. Sudah selesai berkasnya?"

"Sudah pak."

"Powerpointnya saya minta sejam lagi ya."

Sari mengangguk.

Dia permisi keluar. Tapi baru juga memegang gagang pintu dia berbalik.

"Ada apa?" tanya Haykal dari kursinya.

"Kalau bapak mengerti kualitas pelamar baru, kenapa Bapak tidak buka perusahaan sendiri?" tanyanya.

"Hah?!"

"Saya yakin Bapak akan menjadi owner yang berhasil."

Haykal tertegun.

"Saya permisi dulu pak."

Dan Haykal mematung di tempatnya.

Kalau Sama Aku...., Mau?Onde histórias criam vida. Descubra agora