Update-an kali ini bagai cuaca di luar kamar hari ini. Bentar gelap, bentar angin, bentar salju, bentar berhenti, abis itu cerah, abis itu gelap lagi, turun salju lagi. Jadi bingung mau keluar rumah.
Ya kayak rasanya Haykal, hehehe...happy reading ya. Aku kasih lagu Galau deh...
Pagi ini Haykal sudah ada di ruangannya. Ada sekilas rindu yang dia rasakan pada meja yang sudah ia tinggalkan seminggu ini. Dia datang pagi sekali, mendahului asistennya.
"Selamat pagi, Pak," sapa Sari membuyarkan lamunannya.
"Hai, Sar. Selamat pagi," jawabnya.
"Tambah cerah Pak..." lanjut Sari. Terdengar suara cerianya kembali.
"Maksudnya?"
Yang dikomentari kebingungan.
"Kayaknya cuti kemarin menyenangkan ya?"
"How?"
Haykal masih merasa tidak mengerti.
"Wajah bapak cerah sekali."
"Oh ya?"
Entahlah Sari berbohong atau hanya basa-basi dengannya. Yang jelas Haykal tidak merasa begitu.
"Iya pak."
Sari mana tahu kalau aku lagi galau, batin Haykal.
"Tapi saya sudah menyangka. Pasti bapak bahagia disana. Buktinya ga ingat saya. Bilang mau telpon nanya urusan kantor, ternyata nge-WA saja ga."
Haykal terbahak. Ia ingat pesannya pada Sari.
"Iya ya Sar. Aku kok jadi lupa."
"Ga pa-pa pak. Kantor aman-aman saja kok."
"Disana aku banyak urusan, Sar."
"Oh ya? Bukannya liburan ya pak?"
"Itulah, Sar. Orang tuaku meminta aku pulang. Mengurus usaha disana."
Sari menghentikan kegiatannya. Ia menatap bos-nya.
"Terus, bagaimana pak?"
"Aku juga bingung, Sar."
Sepertinya, Haykal bakal curhat pada asisten barunya itu. Sari memang bukan penasehat yang baik. Responnya sering kali spontan. Hanya saja, dia pendengar yang baik.
"Kalau saya jadi Bapak, pasti saya balik kampung."
"Kok gitu?"
"Iya lah pak. Ngapain disini. Bapak yakin jabatan yang bapak punya sekarang stabil? Mending ngurusi usaha sendiri pak. Kasihan pada yang butuh. Orang yang tidak punya tempat lain selain jadi karyawan."
Kali ini respon Sari lumayan panjang. Bukan hanya panjang, tapi juga membuat Haykal berpikir. Dalam.
"Andai Anggie juga kayak kamu , Sar," gumam Haykal tanpa sadar.
"Maaf, pak?"
"Oh, ga pa-pa, Sar. Cuma lagi mikirin yang kamu bilang barusan."
"Jangan tergesa-gesa, pak. Dipikirin dulu. Tadi itu cuma pikiran spontan saya saja."
"Iya, makasih ya."
"Mbak Anggie gimana pak? Dia pasti mendukung. Bapak bisa membangun bisnis itu berdua. Wuah...senengnya..." Sari berkata-kata dengan mata berbinar-binar, seakan dia sedang membayangkan.
"Andai begitu, Sar..."
Akhirnya Haykal menyerah untuk tidak berbagi dengan Sari.
"Maksudnya mbak Anggi ga setuju pak?"
"Andai kekasih saya itu seperti kamu..."
Haykal menghela nafas panjang.
"Sayang telat pak..."
Haykal langsung menoleh ke arah Sari. Dia bingung apa maksudnya. Hari ini dia selalu kesulitan mencerna kalimat Sari yang sering tiba-tiba.
"Maksud kamu apa?"
"Saya sudah punya pacar 3 hari yang lalu, pak," jawabnya sambil menunduk malu.
Sejenak Haykal mengernyitkan alis. Setelahnya dia terbahak.
"Hebat kamu, seminggu aku tinggal sudah punya pacar! Aku tinggal sebulan bisa-bisa sudah nikah kamu!" sahut Haykal, tetap dengan kondisi tertawa.
"Siapa pacarmu?" lanjutnya penasaran.
"Ada pak, anak marketing," jawab Sari malu-malu.
"Whoa...aku kenal ga?"
Sari menggeleng, tetap tersenyum dan menunduk.
"Tapi dia jelas tahu bapak."
"Cakep ga?" goda Haykal.
"Lebih ganteng bapak lah. Tapi dia serius sama saya. Makanya saya suka."
"Maksudnya, dia langsung ngajak nikah gitu?"
"Ya ga langsung gitu sih pak. Tapi ke arah sana ada, meski masih penjajakan. Perempuan itu yang penting ga digantung pak. Kami butuh kepastian," jawabnya mantap.
"Kalau laki-laki yang digantung bagaimana?" pancing Haykal.
"Memangnya ada pak?"
Haykal terbatuk. Ya, aku ini, Sar.
VOCÊ ESTÁ LENDO
Kalau Sama Aku...., Mau?
General FictionApakah kalian percaya pada persahabatan tulus laki-laki dan perempuan? Aku kok kayaknya tidak.... Mari kita buktikan!