AS YOU WISH

438 51 3
                                    

Selamat Hari Minggu. Terima kasih untuk semua pembaca terutama yang sudah memberi vote dan comment


"Jam lima kita berangkat ya Ru," kataku mengingatkan.

"Iya pak," jawabnya lemas. Biasanya dia selalu bilang siap.

"Kemana pak?" tanya Roni penasaran.

"Mau ikut? Nyari baju," jawabku.

Ekspresi wajah Roni langsung berubah, terlihat berontak minta keluar ruangan.

"Ga Pak, terima kasih."

Aku tertawa. Aku sangat mengerti. Kami para lelaki ini bukannya tidak suka belanja, tapi seperlunya saja. Dalam otak kami sudah terpatri bahwa kalau belanja bersama perempuan, bakal lama. Milihnya lama; sudah dipilih masih lama juga memutuskan jadi diambil atau tidak. Belum lagi kalau harus membandingkan harga. Semakin jauhlah jarak jarum jam saat pertama datang ke pusat perbelanjaan hingga akhir belanja. Katanya sih, tidak semua perempuan begitu. Baiklah, kita lihat Rubi ini masuk perempuan yang mana.

Ini tempat belanja yang direkomendasikan Rubi di kota ini. Aku tidak banyak tahu tentang kotaku sendiri. Terlalu lama aku meninggalkannya. Lumayan besar meski tidak mewah. Aku pasrah saja padanya. Bukankah aku sudah bilang bahwa dia fashion stylish-ku?

"Kita cari batik dulu ya, Pak," katanya ketika kami mulai memasuki tempat tersebut.

Aku mengangguk dan berkata,"As you wish."

Kami berjalan menyusuri lorong. Ada 2 toko batik yang dilewatinya begitu saja. Tapi aku tidak protes. Ketika hingga toko ke 4 dia tetap melenggang, aku bertanya,"Ru, tokonya yang mana? Dari tadi toko batik kamu lewati saja."

"Yang tadi itu tidak banyak pilihan, Pak. Rata-rata untuk cewek."

Aku langsung mengangguk.

"Kamu sering kesini?"

"Lumayan, Pak," jawabnya sambil tersenyum malu.

"Belanja?"

"Wisata kuliner,Pak."

"Ooooo... Sama Roni?"

"Kadang. Seringnya sama anak ibu kosnya Roni, Pak. Girls day out."

Aku tersenyum. Meski ini kota kecil Rubi tahu bagaimana mencari hiburan, tepatnya menciptakan hiburan.

"Di toko itu saja, Pak,"katanya kemudian. Aku mengikuti langkahnya. Tapi aku tidak ikut memilih baju ketika dia mulai mencari di deretan baju laki-laki.

Seorang pramuniaga mendekati Rubi.

"Mencari baju untuk Bapak, bu?"

"Iya," jawab Rubi. Awalnya dia biasa saja. Aku juga tidak merasakan apapun dengan pertanyaan itu.

"Mau yang sarimbit, biar sekalian sama dengan ibu?"

Nah, peranyaan itu yang membuat aku dan Rubi sadar bahwa mbak-mbak toko ini mengira kami suami istri.

"Ga mbak. Ini nyari buat bapak saja kok," jawab Rubi sopan.

"Yakin bu?"

Aku terpaksa turun tangan," Dia bukan istri saya, mbak."

"Owh? Maaf...maaf... saya tidak tahu. Habisnya cocok. Kayak pengantin baru."

Halah, si mbak ini malah memperjelas. Aku kasihan Rubi. Wajahnya memucat. Aku bisa mengerti perasaannya. Lama-lama kalau kami keseringan keluar bareng ga bakalan ada cowok yang mau mendekati dia gara-gara aku dikira suaminya.

"Ru, ambil yang menurut kamu motifnya bagus dan aman. Cari yang ukuran L. Jangan lama-lama. Ntar ada pramuniaga yang lain yang nawari sarimbit lagi,"kataku menenangkannya.

"Iya pak. Tapi sebaiknya dicoba dulu, Pak."

Adduh...ini anak, sepertinya berani mengambil resiko. Ya sudah, as you wish....

Kalau Sama Aku...., Mau?Onde histórias criam vida. Descubra agora