HARI PERTAMA

518 62 10
                                    


Ketika update sambil dengerin Nella Karisma, hahaha....

Happy reading ya!


Sejak subuh sebenarnya Haykal sudah uring-uringan. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain mendatangi kantor ayahnya. Seperti yang ia janjikan, akan dia pikirkan. Tapi bagaimana cara memikirkannya kalau dia belum tahu letaknya. Dia harus mempelajari perusahan itu sebelum mengambil keputusan.

Hari ini ia tidak ingin berbicara dengan ayah dan ibunya. Selesai sarapan dia langsung masuk ke ruangan yang sebelumnya menjadi ruang kerja ayahnya. Dia memeriksa semua dokumen dan laporan yang bisa dia baca. Tiga puluh menit berikutnya Roni dan Rubi datang. Mereka datang bersamaan.

"Pagi pak," sapa mereka bersamaan. Kompak sekali tampaknya.

"Pagi." Haykal menaikkan alisnya menyapa mereka sementara di tangannya masih ada tumpukan kertas.

Tanpa diperintah, mereka langsung duduk di meja masing-masing. Ruangan ketiganya memang tidak bersekat. Berbeda dengan ruangan Haykal di kantor tempat dia bekerja, ruangan ini cukup sederhana. Tidak perlu AC karena bangunan itu ada ditengah-tengah kebun yang lumayan luas. Cukup sejuk. Tidak perlu pantry karena di pojok ruangan ada dispenser dan lemari es kecil serta rak makanan. Ada kompor portable juga untuk menghangatkan makanan. Tidak perlu telepon penghubung karena Haykal bisa langsung memanggil mereka di depan hidungnya.

Haykal memperhatikan Roni dan Rubi bergantian. Saat ia sedang menolah ke Roni ternyata Roni juga menoleh padanya.

"Ada apa?" tanya Haykal.

"Saya ijin sebentar ke tenggara pak. Sepertinya besok atau lusa kita akan panen kentang."

"Tunda satu jam lagi."

"Kenapa pak?"

"Sini, aku mau ngomong. Kamu juga," katanya pada Rubi.

Yang diperintah segera duduk di depannya.

"Kalian jadi karyawan ayah pada saat yang bersamaan?" tanya Haykal.

"Iya pak," jawab mereka bareng.

Haykal mengangguk.

"Tahu perusahaan ini dari siapa?" lanjutnya.

"Dari Rubi pak." kali ini Roni menjawab sendiri. Rubi hanya mengangguk.

"Terus kamu tahu perusahaan ini dari siapa?" Haykal mengarahkan kepalanya pada Rubi.

"Tahu sendiri pak."

"Hah?! Maksudnya?"

"Sekitar setahun yang lalu saya KKN di desa sebelah. Sempat jalan-jalan sama teman sampai ke desa ini. Terus waktu bapak, maksud saya pak Aswin, ayah pak Haykal sedang mengawasi panen saya lewat."

"Terus?"

"Terus saya lewat saja."

Haykal langsung meletakkan kertas yang ia pegang dan ganti memegang kepalanya. Jawaban macam apa itu?

"Ga ada cerita nabrak pohon atau apa gitu yang bikin kamu ketemu Roni, terus ditolong Roni terus saling jatuh cinta gitu?"

Sebenarnya itu kalimat sinisme, tapi yang diajak ngomong lebih sinis.

"Idih, saya? Jatuh cinta sama Roni? Kayak ga ada cowok lain aja."

Roni juga langsung pasang wajah sinis.

"Kamu juga Ron? Idih juga jatuh cinta sama Rubi?"

Kepalang tanggung, Haykal mengikuti arus kalimat Rubi. Konyol, konyollah pembicaraan ini.

"Roni itu teman saya sejak dalam kandungan pak."

"Hah? Kalian saudara kembar?"

"Bukan pak, ibu kami hamilnya barengan. Saya lahir duluan 10 menit sebelum Roni. Jadi saya ga minat jatuh cinta sama dia."

"Iya, tapi aku ga ngerti bagaimana kamu ngerti perusahaan ini." Haykal mulai emosi.

"Oh iya pak," Rubi mulai tersenyum, menyadari kesalahannya.

"Tiga kali lewat sini dan selalu melihat Pak Aswin lagi panen itu sepertinya membahagiakan. Akhirnya saya memberanikan diri bertanya. Pak Aswin ramah sekali. Ya sudah saya langsung menawarkan diri magang di sini. Ternyata pak Aswin malah menawarkan langsung kerja disini, jelas langsung saya terima."

Haykal mengangguk-angguk membayangkan kejadiannya.

"Saya sempat mengajak teman saya itu. Tapi dia ga mau. Disuruh pulang kampung sama orang tuanya. Jadi saya ngajak Roni. Ibunya pasti mengijinkan kalau kerja bareng saya. Kalau cari kerja sendiri belum tentu dapat pak. Begitu," lanjut Rubi panjang lebar.

Saat kalimat terakhir Roni melebarkan matanya. Hanya saja dia tidak menimpali.

"Disini kalian tinggal dimana?"

"Saya kos pak, di rumah bu Asih," jawab Rubi.

"Bu Asih yang anaknya cowok semua itu ya?" tanya Haykal. Rubi mengangguk.

"Kamu sengaja ya? Biar dapat cowok anak ibu kos?"

"Ga pak. Ga sengaja."

"Ga sengaja dapat cowok?"

"Bukan pak, ga sengaja dapat kos disitu. Lagian Roni sering ke tempat saya pak. Main gitar sama anak-anaknya bu Asih," bela Rubi.

"Kalau kamu kos dimana, Ron?"

"Di rumah bu Heru pak."

"Bu Heru yang rumahnya sebelah bu Asih?"

Roni mengangguk.

"Lah kenapa kalian tidak tukar tempat. Anak bu Heru kan perempuan semua?"

"Mereka terima kosnya yang beda jenis kelamin pak," jawab Roni cepat.

"Dan sekarang kamu sudah pacaran sama Linda?"

"Enggak pak. Soalnya mereka pikir saya pacaran sama Rubi."

Haykal kembali mengangguk, megerti.

"Ngomong-ngomong, bapak kok kenal Linda? Ga mungkin teman sekolah kan?" selidik Roni.

Haykal tertawa.

"Dia kan cantik. Siapa yang ga tahu Linda?"

"Bapak tertarik?" tebak Roni.

Haykal melotot.

"Maaf, pak," katanya, mengkeret.

Kalau Sama Aku...., Mau?Onde histórias criam vida. Descubra agora