Ajakan Anggi untuk break benar-benar membuat emosi Haykal naik hingga ubun-ubun. Dia sama sekali tidak pernah menyangka akan begini jadinya. Dia menemui kekasihnya itu untuk bertukar pikiran, bukan untuk bersitegang. Memang tidak terjadi konflik berdarah. Tapi ajakan break itu bagai luka dalam baginya.
"Sar, tolong aku ya," katanya menahan marah, pada asistennya.
"Tolong apa Pak?"
"Buatkan aku surat cuti. Aku lagi ga bisa mikir nih."
"Bapak mau cuti?" tanya Sari heran.
"Iya, minggu depan, 5 hari. Bisa?"
"Ya bisa Pak. Sepuluh menit juga selesai. Saya cuma heran saja, tumben Bapak mau cuti."
"Iya, selama ini aku tidak pernah memakai jatah cutiku, Sar. Seringnya hangus."
"Makanya saya kaget. Bapak mau nikah ya?" tanya Sari lagi.
"Enggak."
"Iya juga ya. Masa mau nikah cuti 5 hari. Jelas kurang."
Haykal tersenyum melihat asistennya ini.
"Emang kalau kamu nikah pengen cuti berapa hari?"
"Ya 12 hari saya ambil semua Pak. Apalagi di keluarga saya masih berlaku pingitan, meski cuma seminggu. Terus habis nikah kan mau bulan madu Pak."
Berbicara dengan Sari memang membuat ketegangan Haykal mengendur.
"Memang kamu maunya bulan madu kemana?"
"Kemana ya Pak? Sebenarnya kemana saja asal sama suami ya seneng-seneng saja Pak," jawabnya sambil senyum-senyum malu.
"Calon suaminya sudah ada?"
"Hahaha...nah itu. Belum."
Bersama mereka tertawa terbahak-bahak.
"Memang kamu maunya laki-laki yang seperti apa Sar?"
"Ah, saya itu ga neko-neko Pak. Syarat pertama jelas, laki-laki. Sehat lahir batin dan seiman."
"Lagi?"
"Sudah Pak."
"Segitu doang?"
"Iya Pak. Segitu. Biar kaya kalau ga sehat lahir batin, saya jadi ikut sakit pak."
Kembali Haykal terbahak.
"Berarti aku juga masuk kriteria kamu ya?"
Mata Sari membelalak. Beneran, nih?
Berikutnya Sari menggelengkan kepala.
"Kenapa?"
"Ga pa-pa Pak. Bapak sih bukan cuma masuk kriteria. Dapatin Bapak itu berarti saya menang banyak. Sayang, bapak yang tekor nantinya," jawab Sari jujur.
Sekali lagi Haykal tertawa. Asistennya ini jujur sekali. Polos juga sih.
"Memangnya segitu bonusnya aku ya Sar?"
"Ya iya lah pak. Masa Bapak tidak sadar?"
"Apa ku ya Sar yang menurutmu membuat aku berkualitas sebagai laki-laki?"
Sari diam sejenak. Kemudian dia menjawab,"Menurut saya ya Pak. Selain Bapak sehat lahir batin, Bapak bukan tipe laki-laki yang neko-neko. Bapak itu orang lurus. Pulang kantor ya pulang. Hang out sama teman-teman seperlunya, ga sampe mabok gitu. Secara ekonomi sudah mapan. Dan...ganteng, hihihi..."
Haykal juga ikut-ikutan tertawa.
"Jadi ya Pak, mbak Anggi itu sangat beruntung. Tapi Bapak juga beruntung, mbak Anggi kan cantik."
Duh, ngomongin Anggi lagi. Mood Haykal langsung turun ke titik terendah. Dia pernah merasa ada di titik teratas saat memiliki Anggi. Namun sekarang, entahlah...
Haykal menarik nafas dalam. Sari menoleh. Tidak ingin Sari tahu apa yang dia rasakan, Haykal mengingatkan kembali permintaannya.
"Ya sudah Sar. Buatkan suratnya sekarang ya. Saya tunggu, mau saya setorkan ke pak Hadi."
"Baik pak."
Haykal mengangguk mempersilakan.
"Satu lagi Sar," tegur Haykal tiba-tiba.
Sari langsung berputar menghadap bosnya itu.
"Kalau nanti aku cuti, jangan sungkan menghubungi aku kalau ada apa-apa. Dan jangan reject juga panggilanku. Aku tetap ingin tahu kondisi kantor. Telpon dari yang lain aku tolak. Ngerti?"
Sari mengangguk tapi setelahnya terperangah.
"Tapi kamu jangan bilang sama yang lain ya!"
Mulut Sari menganga tapi kepalanya tetap mengangguk.
VOCÊ ESTÁ LENDO
Kalau Sama Aku...., Mau?
General FictionApakah kalian percaya pada persahabatan tulus laki-laki dan perempuan? Aku kok kayaknya tidak.... Mari kita buktikan!