arin terus menggenggam payung dalam kolong meja. kepalanya terus melirik pojok belakang, menanti laki-laki pemilik payung tersebut hijrah dari tempat. arin bolak-balik melirik mark dan guru yang tengah memasukkan buku ke dalam map. sudah jam istirahat. chaeyoung memperhatikan arin sedari tadi—tangannya berkutit di dalam kolong meja. tangannya hanya berada di atas bila ada materi yang perlu dicatat.
"ngapain?" chaeyoung membuat arin kaget.
"ngg, nggak ngapa-ngapain kok." arin menjawab. matanya kembali tertuju pada laki-laki berlesung pipit di pojok belakang itu.
chaeyoung memiliki tikat kepekaan yang tinggi. jadi ia berjalan menuju renjun. renjun mendekatkan dirinya dengan mark, menjauh dan memberi jarak antara dirinya dengan chaeyoung.
"ngantin yok," ajak chaeyoung.
"ogah, siapa lo?!" balas renjun. renjun selalu menjaga jarak dengan chaeyoung. kebiasaan chaeyoung menggoda renjun membuat laki-laki teler itu risih. seperti digoda tante-tante.
"dia chaeyoung," malah mark yang menjawab.
tanpa ba-bi-bu chaeyoung menarik lengan mark dan renjun. dia menggeret dua laki-laki itu seperti ibu tengah menyeret anaknya yang tidak mau pulang.
renjun berkomentar dan berusaha melepas genggaman tangan chaeyoung. apalah daya tenaga chaeyoung lebih besar darinya. mark hanya diam dan memasang tampang bingung. kenapa dia ikut diseret? arin mengunci pandangan ke-ketiga temannya.
setelah mereka bertiga pergi, arin beranjak menuju kursi mark. dia cepat-cepat memasukkan payung itu ke dalam kolong meja penuh kertas. kertas itu bermacam-macam. ada hasil karya mark, ada coret-coretan mainan mark dan renjun, dan hasil ulangan harian yang sengaja ditinggal di sana karena nilainya do-re-mi.
"nggak ada yang lihat kan?"
saat berbalik, ia menabrak seorang malika berjalan. haechan berekspresi datar. wajahnya serius sangat tidak cocok dengan kepribadiannya yang bisa dibilang konyol. mulut bungkam dan pandangan mata tajam, sedikit tidak seperti haechan yang biasa arin kenal.
"wehhhh ngapain nih, neng?" dalam hitungan detik ekspresi haechan berubah. arin tidak menjawab. ia gagal kembali ke kursinya. haechan menarik lengan arin dan membuat gadis itu berdiri di hadapannya.
"ngambil apanya mark, nayolo??" haechan menggoda arin sambil mencolek lengan atas gadis itu. arin merinding. sekarang arin merasa tengah digoda banci lampu merah.
"gak ngambil apa-apa. udah ya, mau balik ke meja." haechan mengikuti arin dari belakang. sampai arin duduk di kursinya, haechan berdiri di samping meja menanti suara ke luar dari mulut gadis berkucir kuda itu.
"apa lagi?" tanya arin kesal.
"nggak usah galak gitu. nanti mark nggak suka," haechan bertumpu pada lutut. kepalanya ditidurkan miring di atas meja arin. arin menutup wajah haechan dengan buku seadanya dari atas meja.
"nggak usah ditutup-tutupin juga." haechan masih saja menggoda arin. kenapa disaat seperti ini arin harus terjebak dengan si mulut bocor, haechan.
"sana sama eunchae!" usir arin. haechan tidak beranjak. arin tidak nyaman dalam posisi seperti ini. masalahnya orang-orang akan mengira ia dan haechan berpacaran.
oh no! arin tidak mau.
"eunchae sama dino lagi ulangan susulan, jadi gue disini aja sama neng arin."
arin menekan muka haechan dengan bukunya. arin tidak bisa menahan sabar bila haechan sudah bertingkah. haechan berdiri dan memberi isyarat pada arin supaya bergeser ke kursi chaeyoung. tentu arin tidak mau. karena ini kursinya. kenapa bukan haechan sendiri yang duduk di sana?
haechan mengerti. dia duduk di kursi chaeyoung setelah berjalan lewat belakang. jemari haechan memainkan pensil mekanik chaeyoung.
"gue nggak pernah lihat lo bareng chanhee lagi," pertanyaan haechan mencairkan suasana. arin juga sempat berpikir kalau chanhee sudah tidak menghampirinya atau sekedar chat.
"iya juga. chanhee kemana ya?" gumam arin.
arin mengerutkan bibir. haechan tertawa tipis.
"sepi ya, nggak ada chanhee?" arin menoleh. atas alasan apa haechan seenaknya menyimpulkan suatu hal. "atau sepi nggak ada chat dari mark lagi?"
arin menekan pipi haechan sampai laki-laki itu hampir terjatuh dari kursi.
"tega amat, sih neng."
setelah berucap, haechan kembali dibuat arin hampir jatuh. "makanya jangan ngeselin!"
"awas loh naksir." haechan makin menggoda arin.
"dalam mimpi!"
"idih ludahnya muncrat!"
"LEE DONGHYUK!"
haechan membungkam mulut arin setelah gadis di sampingnya berteriak. "jangan panggil nama asli gue dong."
"oh nama asli lo 'dong'?"
"gue laporin ke mark nih." haechan beranjak hendak menyusul mark ke kantin.
"jangannnn!" arin menahan tangan haechan. haechan tertawa. belum pernah ia menggoda arin sampai segininya.
arin kembali diam. jemarinya memainkan bulir-bulir penghapus. haechan bertopang dagu. berusaha memikirkan apa yang perlu ia bicarakan dengan arin.
"rin," panggil haechan berhasil membuat arin menoleh. bukannya melanjutkan omongan, justru haechan meniup muka arin. arin memukul haechan berulang kali. kenapa temannya satu ini sama sekali tidak pernah benar.
"kok lo diem-dieman sama mark?" tanya haechan.
ya mana gue tau, batin arin.
"serius rin, gue greget lihat lo berdua nggak ada kemajuan sama sekali." haechan berucap tegas.
"apaan sih? sekolah dulu yang bener udah mau ujian."
"masih berapa bulan lagi yaelah rin. sok aja belajar." haechan menyenggol kaki arin dengan lututnya. haechan selalu seperti itu. tidak menganggap laki-laki dan perempuan berbeda. mereka semua dianggap sama sebagai teman tanpa memandang gender.
"btw chanhee nggak pernah kelihatan bareng lo lagi semenjak kelas duabelas."
kepala haechan ditimpuk buku komik tipis oleh seseorang. baru saja dibicarakan, orangnya muncul juga.
selamat chanhee, kamu panjang umur.
"dino ada?" tanya chanhee pada haechan. tapi sorot matanya mengarah ke arin.
"lagi ulangan susulan. kalau nanya lihatnya ke orang yang ditanya dong!" haechan mengomel.
"apa kabar, rin?" sapa chanhee tersenyum sambil mengacak rambut haechan tak karuan. arin mengangguk tanda iya.
"gue nggak ada kuota makanya nggak bisa nge-chat arin. beliin kek!" tutur chanhee pada haechan.
"ogah. emang gue kakek lo?"
"yang biasanya numpang hotspot sama gue siapa ya?" chanhee melontarkan pertanyaan sesuai kenyataan. iya haechan tukang minta hotspot sana-sini. untuk nge-game dan update instagram yang sama sekali tak ada faedahnya.
"yaudah lo mau berapa?" haechan merogoh dompet dari saku celananya.
"bercanda elah, jangan dianggep serius."
arin hanya tersenyum. dirinya seperti obat nyamuk diantara haechan dan chanhee.
"tapi kalau sama arin bakal gue seriusin."
➹
KAMU SEDANG MEMBACA
eclair ─ mark lee × arin ✓
Fanfictionyang satu takut ngeganggu, yang satu takut ditolak #.buku kedua dari 𝐬𝐢𝐥𝐥𝐲 𝐛𝐨𝐲 ©2017, maekchalatte