Pelajaran kimia kali ini benar benar membosankan. Jam dinding yang terpajang tepat di atas papan tulis masih menunjukkan pukul 10.03.
Empat anak manusia yang duduk berderet dibangku paling belakang malah asyik dengan dunianya sendiri.
Ya, Sanggyun baru saja menunjukkan tentang sesuatu yang menyenangkan. Bermain kartu saat jam pelajaran berlangsung. Tentu mereka bermain diam diam agar tidak ketauan.
Taruhannya kali ini adalah pernyataan cinta. Siapapun yang kalah harus menyatakan cinta pada orang kesepuluh yang lewat didepan kelas mereka. Taruhan konyol memang.
Youngmin menahan kikikan gelinya sebisa mungkin saat mengetahui kartu teman sebangkunya yang isisnya jauh dari kata bagus. Seongwoo berdecak pelan.
Sanggyun memiringkan kartu yang dipegangnya, bermaksud menunjukkan pada Youngmin dan Seongwoo, kemudian senyum percaya diri tersungging, kartunya bagus dan tentu dia akan menang dengan mudah.
Berbeda dengan Jonghyun, lelaki yang sekarang sudah resmi menjadi teman sebangku Sanggyun itu malah berekspresi keruh. Kartu yang dipegang tak ada bedanya dengan punya Seongwoo. Kemudian mereka mulai membandingkan antara Seongwoo dan Jonghyun, dan hasilnya Jonghyun kembali menelan pil kekalahan.
Dari lima ronde yang mereka putuskan Jonghyun sudah kalah sebanyak tiga kali, dan juara bertahan sampai saat ini masih dipegang Sanggyun. Mereka bertiga berusaha mati matian untuk tidak tertawa terbahak bahak melihat ekspresi suram Jonghyun.
"Ku perhatikan sejak tadi, kalian berempat selalu tertawa. Apa ada yang lucu?" tegur lelaki berusia diawal empat puluhan yang kebetulan mengajar kimia di kelas mereka. Iris obsidian yang terbingkai kaca mata melorot itu menyorot tajam ke arah empat siswa dibangku paling belakang.
"Tidak pak" mereka berbohong serempak. Kemudian mereka menyembunyikan lembaran kartu sisa permainan mereka di loker kolong meja.
"Apa yang kalian sembunyikan di bawah meja?" sang guru bertanya penasaran. Lantaran ia mendapati kedua tangan murid muridnya bersembunyi dibawah meja.
"Tidak ada pak" mereka menjawab lagi. Lantas mengangkat tangan mereka diatas meja, menghilangkan rasa curiga yang membayangi sang guru.
Tidak percaya begitu saja, guru kimia itu malah berjalan menuju mereka. Ketukan sepatu berhak rendah terdengar nyaring dikelas yang mendadak sunyi ini. Seisi kelas terdiam, menerka nerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Berbeda dengan keempat siswa yang berstatus sebagai tersangka. Mereka menelan ludah susah payah, takut dan gelisah bercampur menjadi satu melingkupi mereka. Keringat dingin mengalir tipis melewati pelipis Youngmin.
Jonghyun tetap dengan wajah datar tanpa ekspresi, namun sesuatu didalam rongga dadanya berdetak tidak karuan. Sanggyun mengeratkan gusar kedua tangan yang saling bertaut diatas meja. Sedangkan Seongwoo menunduk dan meremas remas ujung blazer sekolahnya.
Suara ketukan sepatu tersebut berhenti, dan sosok guru itu sudah berdiri menjulang diantara meja Youngmin dan Sanggyun. Tekanan batin makin terasa kental kala sang guru terdiam beberapa detik mengamati mereka lamat lamat. Dengan gerakan cepat dan tanpa mereka duga sebelumnya, tangan kanan sang guru merogoh loker kolong meja Youngmin.
"Lalu ini apa?" tanya sang guru retoris, seraya mengangkat lembaran lembaran kartu sisa permainan mereka tadi, "Keluar dari kelasku!" usirnya final.
...
"Maafkan aku" Sanggyun berujar penuh penyesalan, terbukti dengan kepalanya yang menunduk dan nada bicara tanpa gairah. Pintu kelas tertutup rapat dan lorong sekolah yang sepi menjadi background mereka.
"Tidak perlu minta maaf, ini bukan kesalahanmu, tapi kesalahan kita" balas Jonghyun bijak, lantas ia menyembunyikan telapak tangannya di saku celana. Mereka bersyukur sejenak, setidaknya mereka tidak diberi hukuman, hanya diusir dari kelas.
"Harus kemana kita sekarang?" tanya Youngmin yang tak kalah lesu dengan Sanggyun.
"Kantin?" usul Jonghyun.
"Aku tidak punya muka untuk ke kantin saat jam pelajaran masih berlangsung" Seongwoo menolak mentah mentah usul Jonghyun. Sejauh ini ia tidak melihat seorangpun yang berkeliaran di lorong seperti mereka, tentu karena kegiatan belajar masih berlangsung saat ini.
"Aku tau tempat yang aman. Ikuti aku" ajak Sanggyun yang diikuti oleh teman temannya.
...
Disinilah mereka sekarang. Atap sekolah.
Tidak ada orang lain selain keepat remaja itu disini. Selain karena jam pelajaran yang saat ini sedang berlangsung, pintu rooftop ini juga sebenarnya dikunci, jadi tak ada seorangpun yang akan datang kemari.
Lalu bagaimana caranya mereka bisa membuka pintu itu? Jawabannya ada pada Sanggyun. Lelaki itu punya kunci yang kebetulan cocok dengan lobang kunci pintu atap sekolah.
Atap sekolah berukuran cukup luas dengan pagar beton setinggi satu meter itu memang tempat yang nyaman untuk tidur. Pasalnya disana hening, tentram ditambah semilir angin, membuat mereka semakin nyaman untuk sekedar memejamkan mata. Mereka berteduh di bawah daun daun lebat pohon ek yang menjulur dari samping bangunan hingga ke atas.
Tembok tinggi menjulang di sisi kiri juga mampu melindungi mereka dari terik matahari. Youngmin sudah menyandarkan punggungnya dengan nyaman di tembok beton itu, Seongwoo memilih meletakkan kepalanya di paha Youngmin.
Sanggyun menggunakan tangan kanannya sebagai bantal dan berbaring dengan posisi miring. Jonghyun melepas blazer sekolahnya dan melipatnya hingga layak untuk menjadi bantalan kepalanya. Kemudian mereka tertidur pulas.
Pukul 12.00 tepat adalah jam istrahat makan siang. Keempat remaja yang tertidur di atap sekolah selama satu jam itu mulai terbangun. Perut lapar menjadi alasan utama mereka beranjak dari sana.
Kantin sudah dipenuhi oleh manusia manusia berseragam seperti mereka, sampai sampai empat remaja yang tergabung dalam satu genk itu tidak kebagian tempat duduk. Pilihan satu satunya hanya membeli beberapa bungkus roti dan minuman, lalu memakannya di taman.
Youngmin mengunyah sandwich seraya mengamati gadis gadis yang berseliweran di depannya. Sesekali mereka mendiskusikan gadis yang dianggapnya cantik ke Jonghyun dan Sanggyun.
Sedangkan Seongwoo? ia sama sekali tak tertarik dengan topik yang mereka bicarakan. Susu pisang yang digenggamnya lebih menarik dari pada gadis gadis.
"Siapa dia? cantik sekali" celetuk Youngmin, melihat seorang gadis cantik dengan tubuh tinggi semampai melenggang di seberang kursi taman.
"Sepertinya dia siswi kelas tiga" Sanggyun menjawab karena ia sempat melirik sekilas dasi berstrip tiga yang gadis itu kenakan.
"Aku tau dia, dia kak Seulgi, dulunya dia ketua cheerleader sekolah" jawaban Jonghyun lebih lengkap, mulutnya masih mengunyah sisa sisa cupcake greentea buatan ibu kantin.
TBC
Republish dari pada gabut.
Kalo berkenan vote sama komen yha netijen budiman. Terima kasih :))

KAMU SEDANG MEMBACA
1995 | PRODUCE 101 S2 1995 line
Aléatoire[COMPLETED] 60% FRIENDSHIP • 30% BOYS LOVE • 10% COMEDY empat siswa pembuat onar di sekolah yang hobi bertaruh kapanpun dan dimanapun. fanfiksi ini mengandung unsur friendship dan slice of life -atau mungkin sedikit boys love- antar trainee produce...