01

7.1K 434 55
                                    

"Aku sudah merindukan Karin dan Johan..."

Ucap wanita berbalut dress cantik, membuat pria dewasa di sebelahnya yang baru saja mematikan mesin mobil, memajukan bibirnya.

"Lily, kita baru saja sampai restoran."

Rengekan itu mengundang kekehan Lily, ia mengerti suaminya itu sedang dalam mode kekanakan sekaligus egois.

"Bagaimana... kalau aku tidak bisa bertemu mereka lagi John?"

Johnny mengerenyit tak mengerti, mereka bahkan baru saja bergandengan tangan setelah waktu yang cukup lama, tapi Lily melontarkan pertanyaan aneh seperti itu.

"Apa maksudmu? Jangan berkata yang tidak-tidak."

Ucap Johnny dingin, membuat Lily gelagapan, sadar sudah sedikit membuat suasana hati Johnny memburuk. Ia sedikit merunduk.

"Hei sudah-sudah, kenapa jadi canggung begini?" Johnny menarik dagu Lily yang masih menundukkan sedikit wajahnya.

Lalu tersenyum hangat, mau tak mau hati wanita itu menghangat seketika. Johnny memang hampir tak pernah gagal membuatnya senang.

"Sudah lama sekali... semenjak Johan lahir, kita jadi sangat jarang berdua seperti ini."

Lily mengangguk pelan, tersenyum hambar setelahnya.

"Kau juga semakin sibuk dengan pekerjaanmu, aku sibuk dengan anak-anak kita."

"Ya haha, mulai sekarang kita harus lebih sering seperti ini. Jujur saja aku merindukan momen berdua saja denganmu."

Lily terdiam sejenak, lalu hanya tertawa kecil sambil lagi-lagi mengangguk.

"Tapi aku tidak bisa janji."

Johnny melunturkan senyumnya, dan melontarkan protesan.

"Daripada aku janji tapi tidak bisa ditepati, nanti kita akan lebih merasa sedih. Benar?"

Johnny terdiam, kalau dipikir iya juga perkataan Lily.

"Biarkan semua berjalan dengan sendirinya, kita hanya manusia, tidak bisa mengatur takdir. Maaf aku bilang begitu karena aku tahu bagaimana kondisimu, aku dan anak-anak."

Suasana menegang, keduanya sadar akan hal itu tapi untuk kali ini, tidak tahu kemana lenyapnya bakat melucu Johnny.

...

Sebelum benar-benar pulang, keduanya menikmati dulu taman di dekat restoran tempat mereka makan tadi.

Di sana terasa sangat nyaman, sepi namun tak terasa menyeramkan walau sudah malam.

"Boleh aku memelukmu?" Johnny bertanya, tangannya sudah terentang lebar sambil tersenyum yang tak kalah lebar.

"Kenapa harus izin?" Lily tertawa, dan memeluk Johnny lebih dulu.

Selama hubungan mereka terjalin, mereka pikir ini kali pertama mereka berpelukan selama ini.

Seperti ada sebuah lem yang membuat mereka enggan saling melepaskan pelukan ini, padahal mereka masih bisa berpelukan di rumah nanti.

...

Tidak ada yang salah selama Johnny berkendara, jika memang takdir menentukan sebuah mobil lain yang dikendarai seorang yang tengah mabuk, menabrak mobilnya.

.
.
.

Matanya mendadak tak bisa memproduksi banyak air mata, ia terlalu terkejut.

Hanya terdiam menatap seorang yang terbaring tak bernyawa di hadapannya,

Sekujur tubuhnya lemas, tenaganya benar-benar lenyap tak tersisa bahkan hanya untuk menahan kedua kakinya agar tetap berdiri.

Ya Johnny terduduk di atas lantai rumah sakit, menatap kosong pada kramik putih di bawahnya.

"Ini semua salahku."

...

"Ayaah! Kenapa ayah baru pulang?! Mama dan ayah menginap di rumah nenek ya? Huh tidak adil!"

Johnny tertawa mendengar omelan gadis kecil berumur 6 tahun yang menyambutnya pulang.

"Mama mana?"

Kali ini bocah laki-laki berumur 9 tahun, bertanya yang langsung diangguki oleh adiknya.

"Mama-" mendadak tenggorokannya tercekat, sakit sekali rasanya.

Johnny berlutut, menyesuaikan tingginya dengan kedua buah hatinya.

Yang bisa ia lakukan hanya memeluk erat keduanya sekaligus, dan menangis sejadi-jadinya.

"Ayah kenapa nangis? Kening ayah kenapa?"

Telapak mungil itu menyentuh perban di kepala Johnny amat perlahan, takut-takut itu akan membuat ayahnya kesakitan.

"Ayah tidak apa-apa."

Johnny berkata dengan suara seraknya, menarik pelan tangan Karin lalu digenggamnya.

"Ayah harus bilang bagaimana di mana mama sekarang?"

...

Tangisan keras Karin belum mereda, ia juga belum mau turun dari gendongan sang ayah.

Sedangkan Johan duduk diam dengan air mata yang terus mengalir, terlalu menyakitkan bagi Johnny melihat kedua orang tersayangnya terlihat sedih seperti ini.

Johnny menghampiri Johan yang terduduk di sofa, Karin sudah tidak memekik lagi namun sesenggukannya terdengar jelas.

"Maafkan ayah."

Johan menatap ayahnya lalu menggeleng.

"Ti-tidak huks ayah sudah berapakali bilang itu hukss bukan salah ayah..."

"Aku kangen mama." Ucap Karin pelan.

"Karin!" Johan sedikit berteriak kesal, ia yang sudah cukup mengerti, dan tahu jika Karin terus mengatakan hal seperti itu akan semakin menyakiti Johnny.

Tangis Karin kembali pecah mendengar kakaknya meneriaki namanya, dan Johnny kembali berdiri untuk menenangkan hingga si bungsu terlelap.

.
.
.

TBC~

Another Day - NCT JohnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang