03

1.9K 258 20
                                    

"Ayaaah! Kak Johaaan?!"

Karin meremat tali tasnya, rumahnya memang menjadi sepi, namun kali ini bukan sepi, melainkan tak ada kehidupan di dalamnya.

Ia berjongkok, menatapi kunci rumah yang ayahnya berikan.

Tak lama isakannya keluar, dari kecil hingga terus membesar,

Ia takut dan sedih sesaat memori-memori dulu ibunya masih ada terputar kembali, rumahnya tak pernah segelap ini sebelumnya.

"Oh yatuhan, Karin! Kau sudah pulang."

Karin berjengit kaget, sebuah suara yang familiar di telinganya mendekat dari arah belakang tubuhnya.

"Ayah! Ayah darimana?"

Karin mengerenyit bingung saat Johnny tiba-tiba memeluknya erat.

"Apa perlu kita pindah rumah secepatnya?"
Karin terdiam menatapi ayahnya yang berjalan mondar-mandir sambil bergumam tak jelas, setelah memeluknya tiba-tiba. Gerak-gerik ayahnya itu sungguh aneh.

Karin menggeleng pelan, dan memilih menggerakkan tungkai pendeknya menuju kamar sang kakak.

"AYAAH! APA KAK JOHAN SUDAH SEMBUH?"

Karin memekik ceria, tasnya hingga terjatuh di lantai kamar Johan.

"Astaga! Kau ke kamar kakakmu?"

Johnny mencengkram cukup erat lengan atas Karin, sedikit menggoyangkan hingga Karin takut.

"I-iya... memang kenapa yah? Kak Johan di mana?"

"Nanti malam, Karin tidur dengan ayah saja ya."

...

"Aku tidak mau sekolah sebelum ayah bilang di mana kak Johan!"

Johnny mengusap kasar wajahnya frustasi.

"Ayah sudah harus kembali bekerja, mencari babysitter untukmu tidak mudah, kau harus sekolah. Ayah jemput nanti."

Karin cukup peka, perasaannya ingin memeluk erat ayahnya yang tampak sangat stress itu.

"Ayah aneh sekali dari kemarin... kenapa aku tidak boleh tau kak Johan ada di mana? Di rumah sakit? Kalau begitu aku ingin menjenguk kakak dulu."

Johnny merunduk, menatap langsung pada mata jernih yang sudah berkaca-kaca, tangannya menggenggam telapak mungil Karin.

"Kak Johan... dia merindukan ibumu, kak Johan terlalu merindukannya, jadi ia menyusul."

Jelas Johnny dengan nada dingin menyeramkannya, sudah tak bisa ia jelaskan bagaimana perasaannya sekarang hingga bisa berbuat dingin pada gadis kecil kesayangannya ini.

"Kau sudah tahu, jadi sekarang ayo sekolah."

Johnny mengangkat tubuh Karin dari atas kursi meja makan,
Bisa ia rasakan Karin mengeratkan pelukannya pada lehernya, dan bulir hangat cukup membasahi kemeja Johnny.

...

"Ayah sayang Karin."

Ucap Johnny singkat sesaat setelah mengecup kepala anak yang mungkin kini bisa dianggap semata wayangnya?

Karin tak mengatakan apapun hingga beranjak keluar dari mobil, dan Johnny masih terdiam di dalam mobilnya, menatap punggung Karin hingga benar-benar menghilang di balik pintu.

Johnny kembali meluruskan pandangannya, tidak, lebih tepatnya menunduk dalam.

Setir mobil dijadikannya pelampiasan, merematnya kuat sambil membanting keras kepalanya sendiri pada benda mati itu,

Isakan kecil mengiringi aksinya, berterimakasihlah karena mobilnya memang kedap suara dan berkaca gelap, dengan begitu tak ada satu orangpun di luar sana yang tahu, betapa menyedihkannya sosok Johnny Suh sekarang.

...

"Karin,"

Johnny memanggil pelan, menatap prihatin Karin yang masih enggan bicara.

Bukan hanya mogok bicara, tapi yang ia lakukan hanya sekedar pergi ke kamar mandi untuk buang air, lalu kembali duduk diam termenung di atas kasurnya.

Jangan tanya ia mau makan atau tidak, minum saja harus menunggu bibirnya menjadi amat kering.

Pandangannya kosong seperti orang sedang mengigau, wajahnya pucat, tak terpancar sama sekali aura menyenangkan khas anak-anak.

"Minum lah, nanti kau dehidrasi."

Karin hanya melirik sedikit gelas berisi air putih di genggaman Johnny dengan tatapan tak berselera, apa dia benar-benar tak merasa haus? batin Johnny tak habis pikir.

"Karin, jangan seperti ini, ayah akan tambah sedih."

Johnny menaruh gelas pada nakas lalu ikut berduduk sila di hadapan Karin, ia harus membujuk gadis kecil itu supaya kembali bersikap normal,

Ini sudah hampir hari kedua Karin bersikap aneh, yang tentu alasannya sudah jelas.

"Tadi malam ayah bermimpi aneh..."

Karin mengangkat perlahan wajahnya, matanya menatap manik Johnny dengan rasa penasaran.

"Ayah bermimpi... mama membawa kalian u-uung Karin dan kak Johan, a-ayah ingin ikut juga tapi tidak bisa..."

Johnny merasakan seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya, membuat omongannya terputus-putus.

"Kenapa ayah tidak berusaha ikut? Bagaimana kalau kami bertiga akan ke surga? Memangnya ayah tidak mau ke surga?"

Johnny mengerjap, terkejut akan dua hal, pertama, akhirnya Karin kembali bicara, kedua, apa-apaan nada kesal itu?!

"Ayah mau, tapi sepertinya dosa ayah terlalu banyak untuk bisa masuk surga, jadi..."

Johnny menghela nafasnya panjang, tersentak saat menyadari sudah pukul setengah satu malam.

.
.
.
TBC~

Another Day - NCT JohnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang