/bacanya w saranin sambil denger Marshmello - Silence ;)) walau ga begitu nyambung tpi yha...
.
Johnny mengangkat satu alisnya menatap satu setel baju kerja, tergeletak rapi di atas kasurnya, wangi dan terlihat licin.
Lalu terkekeh dan melanjutkan kegiatan mengeringkan rambutnya.
.
Pria bertubuh tinggi itu membersihkan ujung bibirnya dari remahan roti, baru akan beranjak berdiri ia tersadar sesuatu.
"Eh.. dasiku, astaga."
Buru-buru ia kembali ke dalam kamarnya, berusaha memakainya tanpa melihat ke kaca.
Langkahnya terhenti menatap Avi yang terduduk nyaman di sofa, menonton tv sambil memakan beberapa camilan.
Johnny berusaha kembali fokus pada dasinya, tapi mendadak pengetahuannya tentang memakai dasi lenyap begitu saja.
"Arrgh!" Geramnya kesal melihat kain itu kini hanya terikat-ikat tak beraturan.
"Ada apa sih? Pagi-pagi sudah ribut saja." Celetuk Avi, melirik sebentar lalu kembali fokus pada siaran tv.
Avi masih bisa mendengar decakan keras dari suaminya itu.
"Tolong pakaikan." Tubuh Avi bagai membeku sesaat, terpaksa menatap sebuah dasi hitam yang tergantung di depan wajahnya.
Beralih menatap Johnny dengan alis berkerut, tatapan enggannya terlihat jelas.
"Memakaikanku dasi tidak akan membuatmu tidak perawan lagi. Atau kau memang tidak bisa?" Sindir Johnny, Avi memutar bola matanya dan berdiri.
"Aku bisa. Dasar manja, pakai dasi saja tidak bisa, berapa lama kau sudah memakai barang ini huh?!" Avi meraih dasi dari tangan Johnny dengan kasar.
"Aku bisa! Tapi... tidak tahu kenapa tiba-tiba aku lupa cara memakainya- aakh! Hei kau mencekikku!" Telapak besar itu mencengkram tangan Avi yang sengaja menarik dasinya dengan kuat hingga Johnny sedikit tercekik.
Johnny menatap tajam Avi, dan dibalas dengan tatapan tak kalah tajam.
Pada akhirnya Johnny mengalah, tentu, Johnny yang jauh lebih dewasa di sini, tatapannya melembut malah membuat Avi salah tingkah dan langsung menundukkan kepalanya, lehernya terasa sakit juga harus mendongak lama untuk menatap Johnny.
Tidak tahu dorongan dari mana Johnny mengusap pelan kepala Avi, namun hanya sebentar karena gadis itu langsung menepis tangannya.
Johnny hanya menghela nafasnya pasrah sebelum pamit pergi.
...
Johnny masih terduduk diam di dalam mobilnya, sambil menatap bungkusan makanan yang baru dibelinya tadi.
Tidak ada masalah dengan pekerjaannya, tapi sebenarnya yang sedari tadi berputar-putar di kepalanya hanyalah 'Bagaimana cara meluluhkan seorang Avicena.'
Mengingat perlakuan dingin padanya tadi pagi, juga Johnny harus menunggu lama sebelum membeli makanan karena chatnya hampir satu jam baru dibalas.
Johnny pikir Avi sengaja, dia juga tidak punya kesibukan apa-apa setahu Johnny, dan pesannya tidak sulit untuk dijawab, karena hanya seperti,
'Mau makan apa? Aku beli sekarang.'
'Makanan kesukaanmu apa?'
'Aduh cepatlah jawab! Jangan membuat suamimu yang tampan dan keren ini jadi seperti orang bodoh hanya berdiri melihat-lihat makanan dan seperti orang tidak punya uang.'
Dan balasan pertama yang Johnny dapatkan adalah,
'Dasar berisik, cerewet, laki-laki tapi bawel sekali. Heran.'
Johnny yang mengaku sendiri bahwa dirinya keren, ingin menangis kesal saat itu juga.
...
"Thanks." Ujar Avi pelan sebelum menggigit croissantnya.
"Hmm."
Jawaban itu mengundang lirikan Avi, membuat Johnny melemparkan tatapan bertanya 'Kenapa?'
Avi menggidikkan bahunya, lalu mulai mengeluarkan rentetan katanya."Tumben irit, aku kira kau akan jawab, cuma bilang thanks?? Dasar tidak tahu terimakasih, aku sudah membelikanmu banyak makanan dan bla bla-"
Dengan gerakan cepat, Johnny menangkupkan tangannya pada pipi Avi, dan di detik berikutnya, bibirnya menekan sempurna bibir Avi.
Membuatnya benar-benar diam tak berkutik selama beberapa saat.
"Kita setimpal, aku bawel dan kau juga bawel."
Jari telunjuk panjangnya mengarah pada wajah Avi, lalu kembali menyibukkan diri dengan hotdognya.
...
Setelah kejadian itu, Johnny bisa menebak Avi marah padanya, tapi ia berusaha tak peduli, toh dia bisa apa? tahu juga seberapa keras kepalanya Avi.
Tapi siapa yang tahu kalau acara marah Avi padanya hanya berakhir karena pergi ke wahana permainan.
Johnny melipat lengannya di atas dada, menatap Avi yang berjalan sempoyongan menghampirinya dengan rambut yang sedikit berantakan.
"Jangan muntah di hadapanku." Ujarnya langsung pada gadis yang baru saja menaiki wahana roller coaster itu.
"Heh siapa yang mau muntah. Uhh tadi sangat menyenangkan!" Avi tersenyum ceria, tak tahu bagaimana susahnya Johnny menahan gengsinya untuk tidak ikut tersenyum.
"Dasar norak."
Seketika Johnny mendapat tatapan menusuk dari sepasang iris hitam, dan tanpa ragu Avi memukul lengan besarnya cukup keras.
Johnny hanya tertawa kencang, lengannya beralih melingkar pada atas pundak Avi, dan mengajaknya kembali berkeliling. Walau sempat dapat penolakan namun Avi tak cukup kuat juga untuk menyingkirkan tangan berat Johnny.
Tidak pernah benar-benar tanpa sebuah pertengkaran selama mereka bersama.
Dan Johnny tidak berfikir sampai berapa lama mereka akan tetap bertahan bersama.
.
.
.TBC~

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Day - NCT Johnny
FanfictionHati kuatnya yang rapuh perlahan, akankah ada seseorang yang dapat menguatkannya kembali di lain hari?