"Perkenalkan, saya dokter yang selama ini menangani ayahmu. Biasanya ayahmu memang melakukan check up dan perawatan di Berlin, tapi untuk keperluan biasa ia berkonsultasi pada saya." Dokter tadi menyerahkan teh hangat berarorma pappermint dalam gelas karton pada kyulkyung. Kyulkyung menerimanya sambil melihat sekeliling. Mereka ada di sebuah kantor dengan dinding kaca dan kyulkyung dapat melihat beberapa dokter dengan pakaian berbeda sedang duduk santai di ruangan sebelah.
Ia menoleh kembali pada sang dokter yang sibuk membuka berkas untuknya.
"Entah kenapa dulu ayahmu jarang melakukan medical check up sehingga ia baru mengetahui bahwa ia menderita kanker setelah kedapatan bahwa penyakit itu sudah mencapai stadium akhir. Ia mengetahui itu sekitar 7 tahun yang lalu, kyulkyung." Dokter itu menunjukkan map berisi tulisan-tulisan yang tidak kyulkyung mengerti, tapi memang tertera nama ayahnya dan tahun yang disebutkan disana. "Kanker yang diderita ayahmu tidak berkumpul, tapi bersifat menyebar sehingga tidak terlihat secara nyata."
Kanker? Jadi ayahnya menderita kanker?
Sebagai orang awam, kyulkyung hanya tahu bahwa penyakit itu sulit untuk disembuhkan.
"Tapi papa aku ga pernah nunjukin gejala ato tanda tanda klo dia punya penyakit kanker. Papa slalu keliatan sehat-sehat aja, dokter." tuntut kyulkyung. Ia sering melihat di televisi bahwa seseorang yang menderita kanker biasanya lemah dan mengalami kerontokan rambut.
"Karena ayahmu tidak mau menjalani pengobatan, kyulkyung," jawab dokter. "Ia menolak menjalani pembedahan, kemoterapi, stem cell, atau cara-cara penanganan medis lainnya."
"Kenapa papa ga mau?."
"Ia sudah melakukan banyak konsultasi dan mendapati bahwa tingkat kesembuhannya kecil dan bahkan risiko kematian yang mungkin lebih cepat jika ia menjalaninya. Umur ayahmu sudah tidak muda lagi dan kemungkinan tubuhnya tidak akan kuat menjalani proses kemoterapi berkali-kali. Jadi ia memilih untuk membiarkannya dan meminum obat-obatan serta suplemen saja selama ini."
"Ke...kematian yang lebih cepat?." Kyulkyung sampai tergagap mengucapkannya.
"Selama ini ia berhasil menutupi sehingga tidak ada satupun anggota keluarganya yang tahu. Tapi sel kanker itu terus menyebar dan kemarin mencapai paru-parunya sehingga menghambat jalan pernafasannya."
Kyulkyung berubah pucat pasi mendengarnya. Ia tidak mendengar kata-kata lanjutannya. Yang terngiang-ngiang di kepalanya hanyalah kata kematian.
"Ayahmu sudah lama menjalani semua ini, kyulkyung. Menurut hasil MRI, kemungkinan besar sel kanker itu sudah mencapai otaknya dan itu berbahaya. Pasien bisa mengalami koma," tambah dokter.
"Apa ini berarti kondisi papa sangat buruk, dokter?." mata kyulkyung mulai berkaca-kaca. Ia berusaha menahannya. Tenggorokannya terasa asin.
Dokter itu terdiam sejenak menatap kyulkyung.
"Seandainya saya bisa mengatakan sebaliknya, tapi apa boleh buat. Kemungkinan terburuk itu memang ada."
Kyulkyung mengerti maksud perkataan dokter itu meski diucapkan padanya secara halus. Tapi tadinya sang dokter mengatakan bahwa masih ada harapan meski kecil. Dan kyulkyung masih percaya pada harapan kecil itu. Ayahnya tidak akan meninggalkannya. Tidak akan!
"Apa ga ada cara lain, dokter? Apa ga ada peluang upaya apa aja biar papa bisa sembuh?."
"Kami semua disini selalu berusaha, kyulkyung." dokter itu hanya menjwab singkat
"Tolong usaha sebaik mungkin, dokter." Sahut kyulkyung karena tidak tau harus berkata apa lagi. Ia berdiri dengan gugup dan melangkah meninggalkan ruangan sambil terus mengenggam gelas tehnya erat-erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Bride
Fanfiction(Beberapa part di Private) Apa jadinya jika harus menikah dengan sosok yang tidak dikenal sebelumnya? Oh well. Itu terdengar buruk. Tapi tidak untuk kyulkyung. Ia begitu bersemangat membina rumah tangga dengan putra pertama keluarga kim yang memili...