"Mang, bakso dua ya." Ucap Atha ke Mamang Tomar penjual bakso terenak di kantin.
"Siap Neng, ditunggu dulu atuh." Jawab Mang Tomar.
Antriannya ramai banget, penghuni kantin udah kayak zombie yang siap menerkam mangsanya. Jalan ke arah manapun akan menabrak orang, kanan nabrak, kiri nabrak, belakang nabrak, depan nabrak. Euhhhh... Sial.
"Neng, ini baksonya," Atha mengambil nampan itu dan berbalik menghampiri Acha yang sudah menunggu di meja sana.
Sampai di meja, ia bernapas lega. Dan menyerahkan bakso kepada Acha. Atha masih mengatur napasnya, rasanya seperti sesak napas.
"Cepet makan bego, jangan liatin gue mulu. Suka lo sama gue?" Kata Atha yang kepedean sambil memasukkan siomay ke dalam mulutnya.
"Eee... Si oneng, gue gak lesbi ya, masih waras." Elak Acha.
"Udah jangan banyak bacot lo." Semburnya lagi.
Sebagai teman yang baik Acha hanya pasrah dengan ucapan teman teronengnya ini. Mungkin sedang PMS, pikirnya.
Mungkin jika dia bukan teman Atha, dia sudah mencakar-cakar wajahnya. Gak lahh, Acha gak tegaan.
Selesai makan di tempat yang menyeramkan itu, mereka kembali ke kelas melewati koridor yang cukup sepi dengan berlari kecil.
Tepat saat kedua cewek ini ingin masuk ke kelas, berdirilah tubuh tegap nan tinggi milik seorang Fragean Leonardo Xavier di depan pintu.
Acha yang berada di belakang Atha hampir saja menabrak punggungnya karena dia berhenti begitu saja.
Gean menatap Atha dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Ada apa dengan cowok ini menghampiri kelasnya?
"Misi, gue mau lewat." Ucap Atha sedikit terengah-engah dan tak berniat menatap balik Gean.
Jika ia melihat ataupun menatapnya, itu membuat jantungnya tidak akan terkendali dengan baik
Bukannya memberi jalan, cowok itu malah menghalanginya dengan tangan yang ditempelkan di kedua sisi pintu dan jelas tidak bisa masuk.
"Mau apa sih lo?" Bukan, itu bukan suara Atha, namun suara Acha di belakangnya.
Seketika Gean dan Atha menoleh ke belakang. Melihat temannya ini yang kesal karena tidak segera masuk ke kelas sebab ulah setan satu ini.
"Gue mau ngomong sama temen lo." Jawab Gean melirik Atha dibsebelahnya.
"Yaudah kalo ada perlu sama Atha jangan halangin jalan orang lain juga kali." Sewot Acha, lalu menerobos masuk ke dalam kelas.
"Lo mau ngomong apa?" Tanya Atha."Gue mau kasih ini buat lo," Ucap Gean menodongkan coklat batangan di depan Atha.
Cewek itu mengernyit heran, lalu menatap kembali Gean yang belum berpindah tempat untuk sekedar minggir dari pintu masuk.
"Hah... Cuma ngasih coklat gini doang? Gila, segala pake halangin jalan orang, aneh lo." Sindirnya hanya terkekeh pelan.
"Hemm" jawab Gean dengan malasnya.
"Udah, gue balik. Ntar pulang bareng gue," tambah Gean sebelum benar-benar pergi.
Atha hanya mengangguk dengan polosnya, dan segera memasuki kelasnya yang sempat tertunda.
Sampai di bangkunya, Acha yang kepo dengan gerak-gerik mereka berdua pun bertanya.
"My cubby ku, tadi 'Aa Gean ngomong apa aja? Jangan-jangan lo ditembak ya? cerita dong," Atha memutar bola mata malas.
"Kalo ditembak, ya gue matilah bego!" Acha melongo, ini Atha polos atau kelewat polos?
"Au ah, bodo. Lo tadi ngapain?"
"Coklat,"
"Ohh, dikasih coklat... Wahh berarti ini ada apa-apa nya nih si 'Aa Gean." Seru Acha.
"Lebay lu, Cha," olok Atha.
'Gue yakin, pasti abis ini lo bakal jadian sama tuh cowok kesayangan gue' gumam Acha dalam hati.
...............
Flashback on
Di bawah terik matahari yang amat menyengat kulit ini, sekumpulan lelaki sedang bermain bola di lapangan utama.
Sedangkan seorang cewek berambut sebahu itu asyik memandangi salah satu lelaki di antara sekumpulan teman mereka.
Cewek itu benar-benar menyukai pemandangan seperti ini. Di mana ada yang ingin bermain sepak bola atau basket, pasti ia akan ikut melihatnya.
Siapa sih, yang mau melewatkannya? Saat para cogan memantulkan bola ke ring basket dan menendang bola ke gawang dengan semangatnya untuk mencetak skor.
Rasanya, sehari tanpa melihatnya, membuat hari-harinya suram.
Cewek itu sedang menulis di bawah pohon rindang dekat lapangan utama. Sambil bersenandung kecil, ia juga curi-curi pandang ke arah lelaki itu.
"Acha!!!" Panggil seseorang dari kejauhan.
Yang merasa terpanggil pun menoleh, dan tetap duduk di sana. Menunggu lawan bicaranya menghampirinya.
"Itu, lo dipanggil sama Pak Johan di ruang piket," kata temannya memberitahu, lalu meninggalkanya kembali.
'Ahhh, mengapa harus di saat seperti ini?' Pikirnya.
Ia segera berdiri dan berjalan menuju ruang piket. Namun, langkahnya terhenti ketika sesuatu yang keras menghantam kepala belakangnya. Sakit. Pasti, karena ia terbentur bola keras yang pasti datang dari kumpulan anak lelaki di lapangan.
Kalian tahu siapa yang menendang?
Gean. Yup, lelaki itu Gean Leonardo Xavier. Lelaki bertubuh tinggi, putih dan sedikit kurus itu menghampirinya. Tepat saat itu juga, hati Acha berdebar sangat cepat. Mungkin ia terlalu percaya diri, jika Gean sengaja menghampirinya untuk menyapa.
Tetapi, ia hanya ingin mengambil bola yang sempat ia tendang terlalu keras karena ketidak sengajaannya. Ia sedikit berlari dan mengambil bola nya tepat di dekat Acha.
"Sorry ya, lo gapapa kan?" Ucap Gean, walaupun terdengar dingin.
"Gapapa," jawabnya mantap, walau ia berbohong.
Gean kembali menghampiri teman-temannya, dan bermain bola lagi dengan mereka.
'seenggaknya kaya gini aja, lo udah buat gue seneng.'
"Gue suka lo, Gean. Gue harap lo balas perasaan gue nanti." Ucapnya dalam hati.
Flashback off
KAMU SEDANG MEMBACA
Geanatha; [Slow Update]
General Fiction-------- I want to always be with you and happy with you. Don't go leave me because you is half of my life. You have made me fell in love you, and you should be responsible for it . . [Bacanya dari awal ya..]