Malam itu setelah minum obatnya, Selena merebahkan dirinya di kasur miliknya. Tetapi baru saja memasuki alam bawah sadarnya, sudah ada suara mommynya yang membuat Selena menjadi terbangun.
"Obatnya udah diminum sayang?" tanya mommynya sambil mengelus puncak kepala Selena.
"Udah mi." ucap Selena sambil tersenyum. Obat yang diminun Selena itu adalah obat untuk memperlambat rasa sakit yang dirasakan. Divonis tidak bisa sembuh, dokter hanya memberikannya obat itu.
"Minum yang rajin ya sayang biar cepet sembuh." mommynya menggenggam tangan Selena.
"Sembuh? Hehe iya mi. Mi aku punya kabar gembira buat mommy." ujar Selena.
"Apa sayang?"
"Justin ngelamar aku tadi sore."
"Waahhh iya kah? Itu kabar gembira buat kamu dong sayang. Terus kamu terima kan?" tanya mommynya.
"Suatu kebimbangan buat aku mi." jawan Selena.
"Loh kenapa gitu? Terus jawaban kamu apa ke dia? Kamu engga gantungin dia kan?"
"Iya mommy pasti tau dong alasannya. Aku terima dia mi, tapi aku sama aja nyakitin diri dia sendiri mi kalo aku terima dia."
"Iya mommy tau sayang. Nyakitin? Engga kok. Justru itu yang Justin harapkan. Kamu engga nyakitin dia kalo kamu nerima dia, justru kamu bakal ngebahagiain dia karena kamu akan jadi istrinya." Mommynya mencolek hidung Selena.
"Tapi mi, gimana sama penyakit aku?"
"Sayang please, mommy mohon sama kamu untuk berhenti fikirin semua itu. Kami bakal terus berusaha buat kamu sembuh nak. Kamu cuma harus jalani yang ada dengan tenang dan bahagia, kebahagiaanmu justru tambah satu dong? Yaitu kamu bakal jadi istri Justin sebentar lagi. Udah jangan fikirin penyakit kamu, semakin kamu fikirin semakin tidak baik." Selena hanya tersenyum mendengarnya lalu menaruh kepalanya di dada ibunya tercinta.
JUSTIN POV.
"ARRRGHHHHHH! TUHAAAANNNN!!"
Suara pecahan terdengar dengan jelas saat ini. Vas bunga, bingkai foto, serta benda yang terbuat dari kaca semuanya telah hancur karena disingkirkan oleh Justin secara kasar.
"TUHAN KENAPA HARUS SELENA? KENAPA DARI SEKIAN BANYAK MANUSIA, KENAPA HARUS SELENA? AKU BARU BISA MENEMUKAN WANITA YANG AKU RASA DIA BISA MENCINTAIKU DENGAN TULUS, TAPI KENAPA SAAT INI DIA MALAH MENDERITA SEPERTI INI??" tangis Justin pecah setelah berbicara seperti itu. Hatinya benar-benar patah karena takdir. Tidak semua takdir bisa diterima oleh manusia, tidak semua takdir bisa diikhlaskan begitu saja. Termasuk Justin saat ini. Kedua kalinya dia merasa hancur berkali-kali lipat. Pertama saat papinya pergi meninggalkan Justin selamanya. Kedua saat ini, saat dia tau Selena menderita radang otak. Hatinya benar-benar patah, tidak tau kepada siapa dia harus meminta agar hatinya dikuatkan kembali.
"Yaampun kakak!! Ada apa sih kak?!" seru Sophia yang langsung masuk ke kamar Justin karena sudah penasaran dengan apa yang terjadi di kamar kakaknya.
"Sophia?" ujar Justin. Sambil menangis Justin menghampiri adiknya dan memeluknya.
"What? Apa ini? Kakak kenapa?" tanya Sophia karena kaget dengan kakaknya yang tiba-tiba saja memeluknya sambil menangis.
"Aku takut Sophia..." lirih Justin dengan lemah.
"Apa yang kakak takutin? Aku bingung kak. Kakak kenapa?" tanya Sophia.
"Selena.." ucap Justin parau.
"Selena? Kenapa smaa kak Selena? Kak tolong ceritain semuanya dengan jelas. Sophia mau tau kak." Lalu Justin melepaskan pelukannya. Bukannya menderita dia justru menjambak rambutnya sendiri.
"ARGGGHHHH!!!" teriak Justin.
"Hey kak jangan seperti orang bodoh!"
"Kakak bisa cerita ke aku semau kakak, jangan menyakiti diri sendiri!" seru Sophia. Justin duduk dilantai sambil terus menangis. Dia menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya.
"Selena sayangggggg..." lirih Justin dengan suara yang parau.
"Yaampun Sophia bingung. Kak ayo cerita." Sophia mengangkat wajah Justin.
"Selena, dia sakit radang otak, itu bukan penyakit biasa, Sophia." Sophia menutup mulutnya karena kaget.
"Yaampun! Dari kapan sakitnya?"
"Semenjak dia tiba-tiba pingsan itu, aku takut Sophia."
"Yang sabar ya kak, doakan dan semangatin selalu kak Selena. Jangan takut kak, yang paling penting kakak gaboleh takut supaya kak Selena juga gatakut. Kalian harus berusaha buat kak Selena sembuh total. Jangan sedih kak, supaya kak Selena juga engga sedih. Semangat gaboleh hilang, itu bakal ngebuat kak Selena bangkit." ujar Sophia sambil menepuk pundak kakaknya berkali-kali. Yang dikatakan Sophia sama sekali tidak mudah untuk dilakukan. Sophia pun merasakan itu, ada perasaan kasian kepada kakaknya, ada juga tatapan tidak tega yang ditunjukan Sophia saat memandang Justin.
Selena kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa, termasuk berkuliah. Walaupun kepalanya kadang suka sakit, tetapi bisa dia atasi dengan baik. Justin berangkat bersama dengan Selena, mengantarnya ke kelas, menemaninya ke kantin, sampai mengantarnya pulang. Justin menjaga Selena lebih dari biasanya. Dia tidak ingin membiarkan Selena pergi sendiri, karena takut terjadi apa-apa.
"Hai Selena!" sapa seseorang. Selena yang sedang mengerjakan tugas di laptopnya, pandangannya langsung beralih ke suara orang yang menyapanya.
"Jenna?" Ternyata wanita itu Jenna.
"Iya aku. Kenapa? Kaget ya?" Tentu saja Selena kaget. Karena dia dengar Jenna akan pindah ke luar negeri karena dia malu dengan pernikahannya yang batal.
"Kamu bukannya ---"
"APA? PINDAH? LO MAU GUE PINDAH?" Jenna berbicara dengan nada emosi dan menggunakan kata "gue"
"Aku cuma denger dari orang." ujar Selena lalu lanjut mengetik tugasnya.
"Bangga lo bisa bikin pernikahan gue batal?"
"Bikin? Emang itu semua gara-gara aku? Aku memang datang ke pernikahan Justin, tapi datang sebagai tamu undangan, bukan datang sebagai perusak."
"Tapi Justin masih cinta sama lo!"
"Terus? Aku yang salah? Dari awal juga kan kamu tau kalo dia mau menikahimu bukan karena cinta, tapi karena dia mau ngorbanin dirinya buat keluarganya. Kalau memang kamu ikhlas menolong Justin, kamu tidak perlu menggunakan syarat untuk menikah dengannya sebagai cara Justin melunasi hutangnya. Kami berpacaran dan kamu datang merusak semuanya, disini yang pantas mendapat julukan perusak siapa? Aku atau kamu?" tegas Selena. Semua mahasiswa saat ini matanya tertuju pada mereka berdua.
"Kalo bukan karena gue, Sophia udah mati!"
PLAK!
Tanpa berfikir, Selena langsung menampar pipi Jenna dengan keras saat mendengar Jenna mengucapkan kata seperti itu. Jenna memegangi pipinya yang kini terasa perih, matanya juga ikut perih karena ingin menangis.
"Udah selesai ngomongnya? Pendidikanmu tinggi, tapi mulutmu rendahan, sangat disayangkan kamu sekolah setinggi ini. Dengar ya, tanpa bantuan kamu Sophia juga akan hidup!"
Jenna menatap Selena dengan kesal dan sambil menahan air matanya yang ingin jatuh. Dia juga merasa malu karena ditampar oleh Selena. Akhirnya karena tak ingin lebih malu lagi, Jenna pergi meninggalkan kelas Selena sambil terus memegangi pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAUSE LOVE IS NEVER DIE (JUSTIN BIEBER)
RomanceBagaimana jadinya jika dua orang yang saling bermusuhan menjadi terjebak dalam satu cinta? Saling mencintai dan menjalin hubungan tetapi bukanlah sebagai musuh,melainkan sebagai sepasang kekasih. Lalu menjadi sepasang suami istri dan salah satu dar...