15

1.1K 107 6
                                    

Jiyong's POV

Aku tidak merebut Dara dari siapapun. Sejak awal Dara hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat. Tidak lebih.

Awalnya aku ingin berteman dengannya karena Dara berteman dengannya. Tapi dia membuat segalanya menjadi sulit dengan sikap kekanakannya.

Kami memang masih anak-anak waktu itu. Tapi aku tidak menyangka kalau dia sekanak-kanakan itu, dia bahkan menganggapku sebagai ancaman sejak awal. Aku hanya mengikuti permainannya.

Awal pertemuanku dan Dara bisa dikatakan unik. Dia menabrakku saat berusaha bersembunyi dari kejaran perawat. Dia membuatku menumpahkan minuman yang sedang aku bawa ke coat yang baru saja eomma hadiahkan padaku.

"Maaf" ucapnya cepat.

Wajahnya pucat dan tangannya terlihat bergetar. Dia bahkan membawa infus yang masih melekat dilengannya lengkap dengan piyama rumah sakit.

"Hey!!" teriakku.

"Maafkan aku. Akan aku ganti lain kali, ya?" ucapnya gelisah sambil melihat kesegala arah dengan panik.

Aku hanya menatapnya bingung saat itu. Karena tidak mendengar jawaban dariku, dia menarik lenganku. Membawaku berlari bersamanya. Tangannya terasa dingin.

Saat itu aku mengetahui satu hal, dia adalah wanita gila. Bagaimana mungkin seorang pasien sepertinya masih memiliki kekuatan untuk berlari sejauh ini dengan kondisi menahan sakit seperti itu? Dari mana dia mendapatkan kekuatan sebesar itu?

"Hey! Berhenti!" teriakku sambil menariknya agar berhenti saat aku mulai kehabisan napas.

Dia gila!!

"Pasien tidak boleh keluar ruangan tanpa perawat, bukan?" kataku lagi sambil terengah-engah.

"Huh? Aku bukan pasien" jawabnya lemah dan terengah-engah. Tatapannya tidak fokus. Wajah pucatnya di penuhi keringat dingin. Aku bersyukur aku memiliki respon cepat sepersekian detik saat tubuh kecilnya itu roboh dihadapanku.

Aku tidak percaya bisa terjebak dalam masalah orang lain sejak aku bertemu dengannya. Aku adalah seorang anti sosial sejak lama.

Aku tidak membutuhkan orang lain, orang lain lah yang membutuhkanku. Begitu pendapatku.

Tapi sejak bertemu dengannya, entah bagaimana caranya, aku menjadi 'lebih peduli' pada lingkungan dan orang-orang disekitarku. Aku bahkan mulai mengenal nama-nama pelayan dirumahku. Membalas sapaan mereka setiap pagi.

Astaga..

Hari itu aku mengetahui kalau dia berusaha untuk kabur karena dia sempat mendengar orang tuanya yang sedang kesulitan untuk membiayai pengobatannya. Bahkan orang tuanya berencana mengirim adiknya agar tinggal bersama Paman dan Bibinya untuk sementara waktu.

Aku tidak mengerti kenapa aku mau mengurusnya. Bahkan aku menunggunya hingga ia siuman. Harusnya cukup aku serahkan saja dia pada perawat. Aku bahkan sudah tidak terlalu peduli dengan coat baruku yang terkena noda coklat minuman itu.

Dia menangis tersedu-sedu saat menceritakannya padaku. Aku bingung harus meresponnya seperti apa? Ini pertama kalinya bagiku untuk mendengarkan keluhan dan kesedihan seseorang selama 14 tahun aku hidup. Jadi aku hanya menepuk pundaknya pelan.

"Terima kasih sudah mendengarkanku" ucapnya sambil tersenyum.

Aku hanya membalasnya dengan tersenyum. Aku harus mengatakan apa? Lagi pula aku juga tidak benar-benar mendengarkannya. Tidak dari semua kalimat yang dia keluarkan itu penting.

"Aku Sandara Park" ucapnya sambil mengulurkan tangannya padaku.

"Kwon Jiyong" jawabku singkat seraya menjabat tangannya singkat. Dia tidak memiliki penyakit menular, 'kan?

Little SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang