POTONG BURUNG : MASSAL

165 12 0
                                    

Gue gak peduli sama ukuran titit, meskipun di potong tambah panjang atau tambah pendek. Peduli gue cuman sama temen- temen gue yang sering mencela gue.

Seorang bocah kalo udah di khitan, songongnya pasti keluar. Kemudian dia nakut- nakutin temennya yang lain. Itu terjadi, disetiap anak, yang belum di khitan.

Gue, dee, tio termasuk salah seorang anak- anak yang belum di potong tititnya. Titit kami masih segar, dan membiarkannya untuk dipotong orang lain, rasanya tak rela.

**
Waktu itu, cuaca ekstrem nyerang kami. Cowok- cowok kelas gue lagi ngaso di depan perpus setelah main bola. Obrolan intim inipun dimulai, saat putra mancing.

"col lu kemarin sunat di potong pake apaan ?." tanya putra sambil kipas- kipas.

"kapak !." ujar acol.

Gue langsung nelan ludah. "kapak ?."

"widih berani amat lu."

Tatapan sinis gue arahkan ke mereka berdua. "bentar lagi jadi wirosableng."

Jawab gue ngasal. Ngebuat sebagain dari teman- teman lainnya ketawa. Acol kecil, bahkan mungkin mungil, tapi tak sama dengan nyalinya.

"eh  ada sunat masal di desa gue lu mau ikut kagak ?." ucap Acol

Tawaran itu ditunjukan pada gue dan beberapa teman gue yang lain. Cakupannya ke tiga orang, gue, Dee dan Tio.

"lu ngapain lihat gue." Putra ngelihat Tio dan dia sedikit sensitif kalo masalah titit.

"lu takut sunat ya ?." kata Putra.

"mbahmu !." hentakknya ke Tio. "Gue gak ada waktu aja buat sunat."

"nggaka ad waktu ?, kita bulan depan udah libur lho." kata Bidin. "lu gak mau sunat." katanya. "eh nggak, maksud gue kalian."

Bidin langsung menodongkan omongannya itu ke kami bertiga. Padahal disitu masih ada kosa serta anawar yang belum potong titit.

"tapi gue gak mau sunat masal." ucap gue.

"yang gratisan gitu mah potongnya ngasal." tambah Dee.

"apalagi kalo potongnya barangan sama banyak orang, ntar kalo titit gue sama potongannya kayak mereka gimana." cetus Tio.

Gue langsung noleh, antara logis sama tidak bertarakan di omongan Tio barusan.

"goblok !." hempas putra ke tio. "kalo lu sunat masal malah lebih enak, kan barengan tuh nggak bakalan takut lu."

"eh barengan maksudnya ?." kata gue.

"yah satu bilik gitu ada anak 5 anak biasanya yang sunat."

"jadi titit kita bisa dilihat orang lain ?." dee antusias.

Acol noleh. "ya gak lah, kalo lu gak pake sarung kayak bidin mah iya."

"eh emang gue pernah ?." saut bidin.

"pernah lu, pas dokternya bawa gunting lu lari gak pake sarung !!."

Kami semua tertawa menanggapinya. Dan, Gue gak nyalahin bidin juga, ketika bahaya mengancam titit lu, gue juga bakalan melakukan hal yang sama.

"jadi kalian berdua sunatnya bereng gitu ?." ujar gue.

"nggak juga." sahut bidin.

"nggak sengaja aja dulu ketemu pas di dokter luki." jelas Acol.

Mungkin seperti namanya lucky pasienpun bisa mendapat keberuntungan disana, semisal ketemu temennya.

Ting tong~

LONJONG [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang