Selepas rapat siang tadi, Gilang bergegas pulang. Bunga menelfon, telah sampai di rumah katanya. Sesampainya di rumah, Bunga terus mengomel padanya. Tidak peduli keduanya tengah makan.
"Kamu seharusnya pulang, Bunga. Sudah berapa surat yang abang dapat dari sekolah karena absen kamu itu!" desis Gilang, tidak ingin adiknya itu menyudutkannya terus menerus.
Bunga memutar matanya, "besok aku masuk kok. Biar nanti ambil semester pendek aja kayak abang dulu," Bunga beralasan, sedang Gilang terkekeh.
"Semester pendek? Kamu pikir kamu lagi kuliah?" Alis Bunga tertaut bingung, "oh iya ya?"
Ting!
Suara bel menghentikkan aktivitas makan kakak beradik itu. Bunga bangkit lebih dulu, "biar aku aja. Itu pasti istrimu 'kan?"
Melihat Bunga yang begitu bersemangat membuat Gilang kembali khawatir. Bunga itu pengacau, bagi Gilang. Setiap wanita yang pernah Gilang bawa ke rumah selalu berakhir dengan wajah kusut, tidak terkecuali Amira. Gilang khawatir semua itu akan membuat Nina tidak nyaman, terlebih pagi tadi Nina dalam keadaan tidak sehat.
"Bang, kok nggak pernah cerita sih punya teman seganteng ini?" Begitu datang, senyum Bunga melebar. Di belakangnya ada Raja yang membalas senyum manis Bunga.
Gilang mempersilakan Raja untuk duduk, namun Bunga lebih dulu menarik bangku untuk Raja. Lihat 'kan, betapa Bunga telah memalukannya di depan kakak iparnya.
Pandangan Raja seolah ingin ia menjelaskan siapa wanita manis yang sudah berlaku baik padanya. "Ini Bunga, adikku satu-satunya. Bunga, ini Raja. Kakaknya Nina, kakak ipar abang," jelas Gilang.
Bunga tampak terkejut dan menggelengkan kepala, "kakaknya aja tampan. Pasti Mbak Nina-nya cantik," ujar Bunga.
"Makasih, Bunga. Aku nggak tahu sebelumnya jika Gilang punya adik perempuan," Raja mengulas senyum, "oh ya, Nina kemana?"
Gilang langsung diam. Ia bahkan tidak tahu Nina di mana sekarang. Mengingat kejadian pagi tadi, Gilang menduga istrinya itu sedang marah. Gilang sendiri tidak tahu kenapa pagi tadi bisa menyalahkan Nina atas sakitnya. Semua itu terjadi begitu saja. Biasanya bicara saja Gilang enggan.
Seolah paham Gilang tidak tahu di mana Nina, Raja mengganti topik lain. "Oh ya, Gita dan Mia juga akan datang. Tadi mampir dulu ke supermarket di depan komplek," ucapnya. Bunga tampak penasaran, "mereka-"
Gilang menyela, "istri dan anaknya Raja." Seperti apa yang Gilang duga, Bunga terlihat kecewa. Ekspresi yang ditunjukkannya seolah ia memang tidak menyangka Raja sudah berkeluarga.
Bel berbunyi untuk yang kedua kali. Lagi-lagi Bunga tampak antusias lalu membuka pintu. Matanya langsung berbinar menatap kedua wanita cantik dan satu perempuan kecil dengan lolipop di tangannya. Bunga menggeleng tidak percaya, "yang namanya Mbak Nina-" Nina tersenyum kikuk begitu namanya disebut.
"Sudah aku duga. Mbak Nina cantik banget!" ungkap Bunga, memeluk Nina erat setelahnya.
"Ini pasti Mbak Gita, dan kamu... pasti Mia 'kan?" Setelah Gita mengangguk, Bunga membawa mereka masuk ke dalam rumah. Mengarahkan ketiganya untuk duduk bersama Gilang dan Raja.
Setelah tanpa sengaja bertemu dengan Gita dan Mia di supermarket depan komplek, disambut oleh perempuan manis saat sampai di rumah, kini Nina terkejut mengetahui Raja ada di sana bersama Gilang. Ia pun mengulum senyum, lalu menaruh belanjaannya di bawah meja.
Namun tiba-tiba saja tangan Gilang bergerak ke kakinya. Nina sempat terkejut, sampai Gilang mengangkat kantung belanjaannya dari bawah sana. Nina hendak mencegahnya, namun tatapan Gilang memaksanya untuk tetap duduk manis di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Man
RomanceNina tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa Gilang, laki-laki yang sudah sejak lama dia cintai akan membencinya separah ini. Meski statusnya sudah berubah menjadi seorang istri laki-laki itu, tetap saja, Gilang tidak bisa membuka hatinya untuk Nina...