Gilang pergi mengantar Bunga sekolah. Mungkin karena terburu-buru, Gilang refleks mencium keningnya. Masih di halaman rumah, Nina membatu dengan sebelah tangan menyentuh keningnya sendiri. Tidak bisa ia pungkiri, ciuman Gilang barusan mampu membuat jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Nina menggigit bibirnya demi menahan sorak sorai hatinya.
Pagi ini Nina izin untuk datang terlambat ke kantor, karena sudah ada janji konsultasi dengan dokter. Semalam Nina tidak bisa tidur dengan nyenyak karena khawatir akan kandungannya. Akhirnya, semalaman ia habiskan untuk mencari-cari pengetahuan kehamilan di internet. Sejak tadi pagi pun, Nina sudah mulai menjalankan aktivitas sehatnya. Mulai dari olahraga ringan hingga makan-makanan yang tidak mengandung minyak. Gita juga berpesan supaya Nina tidak terlalu memaksakan bekerja, karena katanya kelelahan menjadi faktor utama morning sickness yang berlebih.
Nina juga tidak ingin Gilang ikut merasakan apa yang seharusnya seorang ibu hamil rasakan. Selain mual, Gilang ternyata juga makan dengan porsi dua kali lipat dari biasanya. Nina sudah melarangnya, tapi Gilang justru marah.
Ia baru saja hendak menutup pintu setelah selesai membersihkan diri dan bersiap untuk pergi. Namun, Gilang sudah berdiri di pintu mobil yang terbuka. Tidak ingin terlalu percaya diri, Nina melewatinya. Tapi tiba-tiba saja tubuhnya tertarik dari belakang. Sebelah tangan Gilang menggapai pinggang Nina, menuntunnya menuju mobil. Tidak ada ekspresi yang manis seperti suami kebanyakan memang, tapi hal-hal kecil yang suaminya itu lakukan sudah sangat membuatnya kegirangan. Kenapa tidak dari dulu? Nina mulai melunjak.
"Kamu nggak ke kantor, Lang?" tanya Nina saat mobil Gilang mulai melaju membelah jalan. Gilang menggeleng saja, tidak ada balasan seperti yang Nina inginkan.
Nina memilih menyalakan radio saat Gilang terlihat tidak ingin diganggu. Suara khas Adele dengan lagu Hello mampu membuat Nina lupa akan rasanya dicampakan Gilang. Nina sendiri tidak sadar jika di sampingnya, Gilang tengah menahan tawa. Melihat wanita yang dibencinya ini bernyanyi dengan perut buncitnya. Suara Nina tidak bagus, tapi dikatakan jelek juga tidak. Anehnya, Gilang tidak ingin Nina berhenti bernyanyi.
Begitu Nina berhenti, Gilang berdeham pelan. "Pagi ini ada rapat penting. Masih ada beberapa masalah yang harus diselesaikan bersama orang yang bersangkutan." Saat itu juga, Nina dengan sigap menoleh ke arahnya. Dari ekspresinya saat ini, Nina terlihat sangat penasaran.
"Aku.. nggak tahu apa-apa soal masalah perusahaan," jawab Nina jujur. Gilang memang sengaja merahasiakan ini kepada karyawan-karyawannya. Bisa dikatakan hanya manajer atas lah yang mengetahui sejelas-jelasnya. "Nggak usah tahu. Nggak penting," ucap Gilang.
"Rapat pagi ini juga tidak sepenting mengetahui kondisi anakku." Lalu, Nina tersenyum ke arahnya. Menyiratkan betapa manisnya Gilang saat ini.
"Makasih ya, Lang," ucap Nina. Gilang hanya diam. Niat hati ingin menyadarkan Nina, tapi Gilang tidak tega.
Mood Nina jadi naik turun saat mengandung. Tidak hanya Nina, Gilang pun demikian. Kondisinya sama saja, antara yang hamil dengan Gilang yang tidak. Bedanya hanya perut Nina buncit karena anaknya ada di dalam sana, tapi tidak dengannya. Gilang jadi ikut merasakan betapa sulitnya menjadi seorang ibu.
Mobil Gilang berhenti di basement rumah sakit. Sebelah tangan Nina hendak menggapai pintu mobil, namun tangan Gilang menahannya. "Kamu tidak berniat untuk berhenti bekerja?" tanya Gilang.
Nina menggeleng ragu, karena takut bila keputusannya membuat Gilang marah. Nina mencoba meyakinkan Gilang dengan senyum tipisnya, "aku nggak akan mencelakai anak kamu, Gilang. Aku ibunya."
Nina sudah menduga sejak awal. Gilang yang menyebutnya pembunuh Amira, tentu saja masih khawatir dengan anaknya yang ada di rahim Nina. Sampai saat ini pun, Nina terlena dengan sikap baik Gilang. Hatinya ingin menjelaskan kepada Gilang soal apa yang dituduhkannya, meski akhir-akhir ini Gilang tidak lagi mengungkitnya. Nina tidak melakukannya karena ia tahu semua itu hanya akan memancing emosi Gilang padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Man
RomanceNina tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa Gilang, laki-laki yang sudah sejak lama dia cintai akan membencinya separah ini. Meski statusnya sudah berubah menjadi seorang istri laki-laki itu, tetap saja, Gilang tidak bisa membuka hatinya untuk Nina...