"Mbak Nina... Bunga pulang!" teriak Bunga begitu sampai rumah.
Bunga sengaja tidak ikut memanggil nama Gilang karena sudah pasti Gilang belum pulang. Sedari dulu Bunga terbiasa di rumah sampai malam tiba. Tapi jika Gilang pergi ke luar kota tentu saja Bunga ikut meski alasannya untuk pekerjaan sekalipun. Lagipula, Gilang tidak ingin adiknya terbengkalai di rumah. Tidak, Bunga akan meralat. Gilang tidak akan membiarkan Bunga bebas, karena dipikirannya Bunga itu nakal.
"Mbak Nina..." panggil Bunga sekali lagi. Namun tidak ada jawaban yang ia dengar dari Nina. Melihat batang hidungnya saja tidak.
Ah, jika keduanya belum pulang kerja, bubur ayam yang ia bawa jadi sia-sia. Akhirnya, Bunga hanya meletakkan bubur ayam itu di dapur. Belum sempat meninggalkan dapur, suara televisi membuat matanya sedikit menyipit. Bunga mengikuti arah suara, dan suara semakin jelas begitu Bunga sampai di ruang kerja Gilang. Bunga mengintip dari celah kaca, dan akhirnya Bunga menemukan Nina di sana. Sedang terlelap dengan popcorn di tangannya juga televisi yang masih menyala.
Bunga masuk ke dalam, melihat apa yang Nina tonton sampai ia ketiduran. Senyum Bunga langsung merekah saat melihat Spongebob tertawa. Ternyata seleranya dengan Nina sama. Sebelum membereskan semuanya, Bunga mengambil handphone dari dalam kantung seragamnya. Kemudian memotret Nina yang jika tertidur tapi masih saja tetap terlihat cantiknya. Mengirimnya ke Gilang lalu bergegas mematikan televisi, mengambil popcorn yang masih Nina pegang, dan menyelimuti tubuh Nina.
Niat hati ingin langsung meninggalkan ruang kerja Gilang, kini Bunga lebih tertarik melihat-lihat. Bukan karena koleksi buku abangnya yang semakin lengkap, bukan. Tapi semua barang-barang Nina yang tertata rapi di sana. Apa yang Bunga curigai benar, Gilang memang tidak sekamar dengan Nina. Bunga mengerti alasannya, Diana, bundanya yang memberitahu masalah ini padanya. Bunga yang tidak tahu harus memihak siapa memilih untuk bersikap netral. Ia tidak membenci Nina, tidak juga kepada Gilang. Lagipula, keduanya sudah menikah dan sebentar lagi akan dikaruniai anak. Rasanya tidak pantas jika masalah hati yang sudah lalu diungkit kembali.
"Bunga, kamu yang selimutin Mbak?" Bunga bergegas menghampiri Nina begitu namanya dipanggil. Rupanya Nina sudah bangun, dan wajah bak malaikatnya itu membuat Bunga menggeleng pelan.
"Subhanallah... bangun tidur aja cantik banget ya, Mbak." Nina hanya menanggapinya dengan tertawa. Lagipula Bunga sudah berkali-kali memujinya. "Lebay ah kamu. Eh udah dari tadi ya di sini?"
"Barusan, Mbak. Aku bawain bubur ayam. Mbak Nina suka nggak?" Bunga senang saat kepala Nina mengangguk cepat.
Sejujurnya, Bunga ingin sekali bertanya pada Nina. Soal kenapa dirinya mau tidur di ruang kerja Gilang. Namun Nina sudah lebih dulu keluar dari dalam sana. Nina sedang kelaparan mungkin, pikir Bunga.
Sesaat setelah keluar dari dalam ruang kerja Gilang, Nina memanggilnya untuk duduk di samping Nina yang sedang makan semangkuk bubur ayam. Ia tampak lahap ketika menawarkan Bunga untuk ikut makan. Bunga tentu saja sudah makan berhubung perutnya selalu lapar setiap saat. Bahkan ketika melihat Nina makan, Bunga ingin makan kembali."Tumben udah pulang," seru Bunga kepada Gilang yang baru saja datang.
Nina menghentikan makannya sejenak, menawarkan Gilang untuk makan. Sampai Gilang mendekat dan meminta Nina untuk menyuapinya. Bunga hanya berpangku tangan sambil tersenyum menatap keduanya. "Mau dong disuapin juga...." ejek Bunga.
Gilang mendengus setelahnya, "manja!" Membuat Bunga langsung beranjak dari tempat duduknya, menghampiri Gilang dan mencubit pinggangnya.
Nina tidak melerai, hanya menertawakan suami dan adik iparnya. "Na, bantuin!" teriak Gilang.
Saat ini Nina tertawa benar-benar lepas. Bunga menggelendoti punggung Gilang. Sudah pasti Gilang keberatan karena tubuh Bunga yang lumayan gemuk. Setelah lelah mengganggu Gilang, Bunga turun. Kembali ke tempat duduknya sambil menyemili anggur hijau. Gilang pun, dengan napas terengah-engah kembali duduk di samping Nina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Man
RomansaNina tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa Gilang, laki-laki yang sudah sejak lama dia cintai akan membencinya separah ini. Meski statusnya sudah berubah menjadi seorang istri laki-laki itu, tetap saja, Gilang tidak bisa membuka hatinya untuk Nina...