28

38K 1.2K 34
                                    

Keluar dari dalam ruang persidangan, Nina tersenyum menatap pria yang tak dapat ia lihat selama dua minggu terakhir. Gilang yang lalu mendekat langsung merengkuh tubuh Nina. Dipeluknya erat sambil sesekali tertawa lirih. Pasalnya, Gilang yakin sekali Nina menangis haru di dalam dekapannya saat ini.

"Lang, sampai parkiran ya?" tanya Nina dengan berbisik.

Gilang mengangkat kedua alisnya, merasa bahwa permintaan Nina itu bukan masalah untuknya. Sementara itu, Raja yang mendengar suara Nina langsung sigap memberi perintah kepada beberapa keluarganya untuk segera menjauh dari sana. Memberikan jalan untuk Gilang membawa Nina tanpa melepas pelukannya.

Baru memasuki area parkir, Gilang menghentikan langkahnya. Melepas tubuh Nina hingga wanita itu sedikit murka. Tapi, begitu melihat mata merah Nina, Gilang malah terkekeh pelan.

"Kan belum sampai mobil," ucap Nina sengit.

Gilang mengusap kedua lengan Nina dengan sedikit kuat, "semuanya udah selesai, Na. Apa yang kamu tangisin lagi?"

"aku pikir kita nggak akan ketemu lagi," sahut Nina tiba-tiba.

"Mana mungkin?"

Nina mengangguk pasti. "Kalau mungkin terjadi, akan aku beli semua penjara supaya kamu bisa bebas."

Nina berkedip heran. Sedikit tidak percaya yang membual tadi adalah sosok suaminya. Karena jangankan untuk membual, melontarkan kata cinta atau semacamnya saja baru sekali dengan terpaksa oleh Gilang.

"Kenapa?" tanya Gilang ketika melihat perubahan raut wajah Nina.

Nina langsung tersadar. "Ngaco! Kamu presiden pun nggak bakal bisa buat lakuin hal itu."

"Terus?"

Ditanya seperti itu, Nina kehabisan kata-kata. Hingga salah satu jalan keluarnya hanyalah dengan menarik Gilang untuk cepat menemukan mobilnya. Gilang sendiri lagi-lagi terkekeh geli, mencoba menuruti segala permintaan Nina saja untuk saat ini.

Sesampainya di mobil, Nina langsung memeluk keluarganya. Di sana ada Raja, Mia, Gita, ayah Gilang, bunda Diana, Bunga, dan Irfan. Nina sangat terharu, terlebih melihat ayah Gilang yang jauh-jauh dari Bandung hanya untuk menghadiri jalannya persidangan akhir hari ini.

"Ayo, Nak, kita pulang. Rajendra, Ara, dan Rama udah nunggu ibunya di rumah," ucap Dean.

"Gilang juga udah siapin pesta kecil-kecilan di.... rumah." Mata tajam Gilang membuat Raja merinding. Entah salah apa lagi dirinya hingga adik iparnya sekejam itu padanya. Terlebih bukan sekali ini saja Gilang memberikan tatapan mengerikan seperti itu.

"Mas... mending kamu diem aja deh besok-besok," bisik Gita yang berdiri di sampingnya.

"Apa lagi sih yang salah?"

Gita menarik napas dalam sebelum lagi-lagi mendekat kepada suaminya. "Tadi 'kan Gilang bilang jangan sampai Nina tahu kalau bakal ada pesta."

Raja yang langsung menyadari kebodohannya justru tertawa dengan membalas tatapan tajam Gilang. Di sana terlihat jelas bahwa antara Raja dan Gilang memang selalu terlibat pertengkaran sengit, yang sampai kini tidak bisa ia hitung jumlahnya. Keduanya terlalu sering berargumen hingga ribut, terlebih saat Nina tidak ada di rumah. Seakan rumah mereka cocok sekali dijadikan lapangan berkelahi.

"Nanti juga Nina akan tahu. Apa bedanya sekarang atau nanti?" sahut Raja sembari menunjuk santai Gilang.

Nina hanya dapat terkekeh geli melihat keduanya. Ini memang sudah ke sekian kalinya sang kakak membocorkan rahasia Gilang padanya. Oh ayolah, siapa pun tahu kakaknya satu itu memang sulit sekali menjaga rahasia. "Ayo masuk mobil. Kayaknya mau hujan," ucap Irfan, membuat mereka semua berpencar dan masuk ke dalam mobil.

Untouchable ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang