Emang rasanya kurang ya momen berdua-duaan Nina Gilangnya?
Jujur, pas dibaca ulang kok rasanya geli sendiri ya. Trus miris banget si Nina punya suami kayak Gilang. Dan, bener-bener nggak nyangka kalau yang baca sebanyak ini huhu
Baca komen dan dm kalian pun jadi penyemangatku banget. Okeh, tak perlu cuap-cuap panjang lagi karena ada Special Part di bawah ini.
Happy Reading!
•••
Jakarta waktu malam ramai seperti biasa. Kendaraan yang lewat tidak ada habisnya, pun dengan orang lalu lalang. Ponsel berdering mengejutkan sepasang kekasih yang berjalan dengan wajah cemberut mereka.
“Halo, Ray?”
“Oke-oke. Mbak sama Gilang jalan pulang.”Keputusan yang ditentukan sepihak itu membuat Gilang tambah jengkel. Sayang sekali semua itu hanya bisa dilampiaskannya dengan menendang kerikil sepanjang jalan. Wanita di sampingnya sibuk memainkan ponsel di kencan pertamanya. Sementara dirinya sibuk bertanya-tanya.
“Kamu nggak capek?”
“Nggak.”Gilang menahan senyum. Kali pertama jawabannya bukan cuma ya.
“Tadi yang telepon Rayhan?”
“Ya.”Gilang meringis pelan. Bingung memikirkan cara agar Nina bicara.
Masalahnya, sejak sore tadi keduanya hanya memutari kota dengan transjakarta karena Nina menolak kemana-mana. Gilang merasa berkencan dengan kemacetan. Padahal ia merasa sudah begitu apik menyusun rencana makan malam di restoran favorit Nina.
Semenjak menikah dan mempunyai anak, Gilang yang sebelumnya dingin berubah jadi pria bawel nan romantis. Sebaliknya, Nina yang sebelumnya hangat kini banyak diam.
Yang paling membuat Gilang geleng-geleng kepala, Nina bahkan sering menggunakan bahasa yang tidak ia mengerti. Istrinya itu bisa mempersingkat kata ayo makan dengan menghampirinya lalu menunjuk perutnya sendiri dan perut Gilang bergantian. Anehnya lagi, ketika ia pikir hanya dirinya lah yang paling memahami Nina dari siapa pun, Gilang justru membutuhkan Rayhan sebagai penerjemah pribadi. Terlebih kini Rayhan banyak menginap dan membantu pekerjaan sesekali.
Nina masuk dengan terburu-buru. Kantung yang berisi belanjaan itu dibiarkannya di depan pintu seolah-olah masih ada Gilang yang akan mengurus. Gilang menatap tak percaya. Setelah mengacaukan kencan mereka, Nina juga mengabaikan dirinya di rumah.
“Kenapa lagi lu, Mas?” Gilang meletakkan kantung belanjaan di dapur, lalu mengambil Ara dari gendongan Rayhan.
“Nggak papa.”
“Kalo nggak ada apa-apa, kencan pada umumnya bakal senyum-senyum waktu pulang. Bukan malah cemberut kayak Mas.”
Ara menjerit tiba-tiba. Tertawa menatap Rayhan dan Gilang bergantian. Tidak Gilang duga anak perempuannya sudah pinter mengejeknya.
“Emangnya abis kemana sama Mbak Nina?”
“Muter-muter Jakarta.” Rayhan tak bisa menahan tawa. Dia bahkan sampai terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.
Kini ketika sedang asyik mengobrol bersama Rayhan di depan televisi, Nina datang dan mengambil remote. Mematikan televisi dengan tatapan siap memakan Gilang bulat-bulat.
“Lang, kenapa sih masih ngobrol? Ara udah harus tidur. Aku 'kan udah bilang dari tadi.”
“Kapan? Kamu nggak ngomong apa-apa.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Man
RomanceNina tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa Gilang, laki-laki yang sudah sejak lama dia cintai akan membencinya separah ini. Meski statusnya sudah berubah menjadi seorang istri laki-laki itu, tetap saja, Gilang tidak bisa membuka hatinya untuk Nina...