"Anda suaminya?" tanya dokter wanita yang menangani Nina.
"Setelah melakukan pemeriksaan, bayinya kembar tiga. Ibu Nina memaksa untuk lahir secara normal. Kami tidak dapat memastikan apa nantinya semua itu akan berjalan lancar. Kami menyarankan supaya ibu Nina melahirkan dengan operasi sesar. Apa Anda mengizinkannya untuk lahir normal seperti yang istri Anda inginkan?"
Nina memang sudah dibawa ke ruang bersalin sejak dua jam yang lalu. Rumah sakit ini tidak mengizinkan siapapun yang tidak berkepentingan untuk memasuki ruang bersalin, sekalipun itu suami dari ibu yang hendak melahirkan. Gilang pasrah saat langkahnya tadi dihentikan seorang dokter yang kini ada di hadapannya.
Dan Gilang tidak tahu harus merasa senang atau tidak. Kabar mengejutkan ini begitu tiba-tiba hingga Gilang tidak dapat mempersiapkan kelahiran Nina sebaik mungkin. Karena terakhir kali Gilang mengantar Nina memeriksakan kandungannya, dokter sebelumnya mengatakan bahwa bayinya hanyalah dua.
"Ya. Bisa saya bicara dengan Nina?"
"Anda boleh masuk jika Anda mampu melihat banyak darah," katanya.
Irfan menatap kepergian Gilang dari ruang tunggu depan ruangan. Selain khawatir akan keadaan Nina, Irfan ikut mengkhawatirkan kondisi Gilang sekarang. Beberapa kali Irfan menarik paksa Gilang untuk mengobati lukanya lebih dulu. Setidaknya ia mengerti jika melahirkan butuh waktu yang lama, dan semestinya Gilang yang mulanya tidak diizinkan masuk menemui Nina itu mengobati lukanya.
Dan Irfan menyerah memaksanya. Gilang begitu keras kepala dan terlalu panik memikirkan keadaan Nina di dalam sana. Semua itu kembali Irfan baca dari getaran hebat di tangan Gilang. Dan saat dokter mengizinkannya untuk masuk, Gilang menoleh ke arahnya. Irfan mengerti maksudnya untuk meminta doa atas persalinan Nina. Tak lama setelah itu, Irfan menelpon keluarga Nina juga Bunga untuk mengabarkan berita bahagia keluarga kecil sahabatnya.
Sementara itu, Gilang yang baru masuk harus menyaksikan istrinya berjuang. Nina tampak senang akan kehadiran Gilang. Saat Gilang mengusap kepalanya dengan lembut, rasanya Nina memiliki kekuatan tersendiri untuk menghilangkan rasa sakit perutnya.
"Aku mau lahir normal, Lang," ucap Nina.
"Tapi itu tidak memungkinkan. Kamu pernah pendarahan sebelumnya, Na. Tolong ya, dengarkan aku. Sesar saja," terang Gilang, mencoba meyakinkan Nina akan keputusannya.
"Turuti aku sekali lagi, Lang." Dan Gilang harus berbuat apa saat Nina memohon padanya. Ia tidak bisa untuk tidak menurutinya. Karena satu hal yang ia takutkan, ia tidak ingin kehilangan Nina hanya karena segala tindakannya.
"Biarkan Nina melahirkan normal, Dok," putus Gilang pada akhirnya.
"Siap ya, Bu. Ini pembukaan terakhir," kata dokter itu setelah mengganti infus Nina.
Beberapa menit berlalu dan Nina refleks mengejan. Gilang dibuat panik saat tiba-tiba saja Nina mencengkram tangannya kuat-kuat. Tidak ada banyak hal yang dapat Gilang lakukan. Ia merasa tidak ada gunanya di sana, justru terasa seperti penonton saja karena ia tidak tahu harus melakukan apa untuk Nina.
"Coba lebih kuat lagi, Bu Nina. Bayinya sudah terlihat."
"Sakit banget, Lang... aku nggak kuat," ucap Nina. Air matanya turun begitu saja, sementara keringat sudah membasahi keningnya.
Gilang mencium tangan Nina. Wanita itu sadar dan menatapnya cukup lama. "Aku yakin kamu kuat, Na," kata Gilang.
"Sedikit lagi. Lebih kuat lagi ya, Bu Nina," ucap dokter itu lagi.
Dan untuk kesekian kalinya Nina menarik napas dalam sebelum akhirnya kembali mengejan dengan cukup kuat dibanding sebelumnya.
Dan saat itu tiba.
Suara tangis bayi memenuhi ruangan. Gilang mencium dahi lalu tangan Nina saat itu juga. Bersyukur bahwa Nina masih baik-baik saja setelah melahirkan bayi pertamanya. Nina bahkan sempat tertawa seolah tak percaya perjuangannya akan berhasil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untouchable Man
RomanceNina tidak pernah sedikit pun berpikir bahwa Gilang, laki-laki yang sudah sejak lama dia cintai akan membencinya separah ini. Meski statusnya sudah berubah menjadi seorang istri laki-laki itu, tetap saja, Gilang tidak bisa membuka hatinya untuk Nina...