(Rarka Aditya Dimension1)

69 10 0
                                    

     
Mulutku tak sanggup berkata apapun, aku begitu tidak percaya bahwa dia akan melakukan hal itu, untuk apa dia menolongku, kalau menolong dirinya sendiri pun dia tidak mampu.                                                                                 
Aku tidak bisa diam terus seperti ini, aku merasakan sesuatu yang tidak beres akan hal ini, aku harus ke lantai tiga dan memastikan apa yang telah terjadi.
    
Aku menyusuri tangga satu persatu dan mulai naik ke atas...., saat sampai di lantai tiga aku tak melihat siapa pun disana, aku hanya melihat sepasang sepatu yang tadi dipakai Diani tersusun berdampingan dengan sangat rapi, seperti tidak pernah merasakan kekacauan yang ada saat ini.
   
Aku mendekati sepatu itu, dan ternyata ada sebuah kalung liontin terjatuh didalam sepatu itu. Aku memandangi liontin yang bertuliskan "D1" itu.

Entah kenapa air mata mulai jatuh dari pelupuk mataku, aku tidak pernah merasa sepayah ini seumur hidupku, bahkan aku tidak tahu kenapa aku merasa sangat bersedih atas kematian orang yang bahkan baru saja aku kenal.

Perasaan bersalah dan kesal terus menghujam jantungku...., aku mulai merasa kepalaku sangat sakit sekali.
   
Ah bodoh...!!, kenapa kau tidak mengobatinya dengan benar...?, seandainya kau tidak menolongku, mungkin aku tidak akan sesedih ini, kenapa...?, kenapa setiap orang yang ada didekatku selalu pergi meninggalkan aku..?,apa kesalahanku...?, apa ini kesalahanku...?, pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dikepalaku seperti kaset rusak.

Aku tak tahu mengapa tapi saat itu aku sangat ingin kembali ke saat dimana kami belum bertemu, aku sangat menyesal dan ingin mengulanginya lagi dari awal. Seandainya aku tahu, aku akan menahannya agar tetap berada di UKS dengan begitu mungkin dia tidak akan mati.
   
Tak lama kemudian cahaya matahari siang itu mulai menjadi gelap, aku menggenggam liontin itu dengan kuat, dan saat itu aku mulai merasa sangat-sangat mengantuk. Rasanya seperti seluruh kesadaranku seperti terhisap ke satu titik.
                           
                          *----*

Bab.4  (Laboratorium)

Setelah lama berputar-putar dalam kegelapan, aku mulai melihat setitik cahaya, aku mengejarnya, tetapi cahaya itu terus menjauh bahkan mungkin butuh bertahun-tahun untuk mencapainya.
   
Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi hanya satu yang ku ingat aku tidak pernah datang ke...
   
"Ah...!, hei profesor...!!, dia sadar...!!"   teriak seseorang yang mengenakan setelan seragam sekolah yang sepertinya sangat mahal dan bergengsi.

Aku tidak terlalu memperdulikan setelannya karena yang paling aneh disini adalah dia mempunyai wajah yang sama persis denganku.

Karena kaget, aku bertanya padanya dengan nada yang sedikit tinggi,
   
"SIAPA KAU...!!"
   
"Jangan kaget begitu, aku sudah melihat ekspresi dia tadi..."sahutnya sambil menunjuk seseorang yang berdiri disebelahnya.

Seseorang yang sepertinya sangat pintar karena memakai kaca mata bulat tebal dan memakai pakaian rapi layaknya murid teladan.

Dan sekali lagi aku di kagetkan oleh wajahnya yang juga sangat persis denganku.
    
"Kau sudah sadar..., perkenalkan aku Rarka Aditya dari dimensi 2, salam kenal...!!"   katanya sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan, namun tangannya itu ditepis oleh seseorang yang satunya lagi.
    
"Kau umur berapa sih...?, kau masih pakai cara seperti ini untuk berkenalan...??, cih dasar..."
    
"Sebenarnya, ada apa ini...?, kenapa aku ada disini...?"  aku bertanya kebingungan.
     
Aku mendengar suara dari balik sebuah pintu besi yang sangat mencolok, dengan hiasan-hiasan lampu pijar berwarna biru muda disekitarnya.
     
"Biar aku jelaskan..."
    
Aku baru menyadarinya bahwa aku memang berada dalam sebuah ruangan gelap kosong, kecuali cahaya yang memancar dari lampu pijar itu dan akuarium berbentuk tabung yang memancarkan cahaya berwarna hijau.
    
Dari pintu tersebut keluar seorang laki-laki tua dengan jas lab berwarna putih, dengan setelan baju dan celana berwarna biru muda, serta sepatu hitam kulit yang mengkilap.
    
"Sebelum itu, Tuan...Rarka D2...?"

Lalu seseorang menjawab, yaitu salah satu dari mereka yang memakai kacamata tadi,
    
"Ya, profesor...?"
    
"Tolong jelaskan secara rinci apa yang sebenarnya terjadi..."
Lalu seseorang itu menjawab,
    
"Baik profesor..."

Setelah itu dia mulai berpaling ke arahku,
    
"Tolong dengarkan semua perkataanku sampai selesai dan simpan semua pertanyaan diakhir saat aku selesai bicara, mengerti...?"

Aku pun menjawab,
    
"Baiklah..."
    
"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku Rarka Aditya dari Dimensi 2, dan disebelahku ini Rarka Aditya dari Dimensi 3, dengan kata lain, kau adalah Rarka Aditya dari dimensi 1. Mungkin semua orang pernah mendengar bahwa alam semesta ini terbagi menjadi beberapa dimensi yang sangat sulit dibuktikan dan dijelaskan dengan logika, tetapi ada sebagian orang yang percaya, bahwa ada dimensi lain yang mendampingi dimensi-dimensi itu bagaikan rangkaian paralel yang saling terhubung satu sama lain, dan yang dapat mewujudkan pembagian dimensi-dimensi tersebut adalah Profesor, entah apa alasanya kita dikumpulkan seperti ini, tetapi yang jelas kita harus menyelesaikan sebuah misi, hanya itu yang aku tahu...,"
    
Aku pun terdiam, mencerna semua perkataannya yang menari-nari dikepalaku.
   
"Jadi dengan kata lain, kau, dia dan aku adalah orang yang sama dari dimensi yang berbeda begitu...?,"   tanyaku lagi.
   
"Tepat sekali...," sahutnya sambil tersenyum ramah.
Sambil memegang bahu Rarka D2, Rarka D3 berkata,
   
"Mendengar penjelasanmu yang sangat panjang dan berputar-putar itu, aku jadi lupa kalau ada penjelasan efektif dan seringkas itu..."

Rarka D2 pun menjawab sambil menjauhkan tangan Rarka D3 dari bahunya, lalu tersenyum.
   
"Aku tidak merasa kita seakrab itu Rarka D3..."
   
Wajahnya memang tersenyum, tetapi aku tahu kalau sebenarnya dia itu sedang jengkel terhadap Rarka D3.
   
"Baiklah..., karena semua sudah jelas apa kalian sudah siap untuk bertukar dimensi...?"

Aku kaget dengan apa yang dikatakan profesor, sebelum aku sempat bertanya, Rarka D3 menyela
   
"Apa maksudmu profesor...?, bertukar dimensi...?, untuk apa melakukan itu..., itu hanya akan membuat keadaan semakin rumit..."
   
"Itu benar profesor...,"   sambungku.
   
"Apa tujuan anda, profesor...?,"   tanya Rarka D2.

Profesor mengeluarkan ekspresi tenang dan duduk dibangkunya.
   
"Sabar-sabar semuanya...,oke biar kutanyakan sekali lagi, apa kalian tahu misi apa yang akan kalian jalani...?"
   
Aku pun menggeleng,
   
"Tidak profesor..."sahut Rarka D2
   
"Kalau kami tahu, untuk apa kami bertanya....?,"sahut Rarka D3 mulai kesal.

Lalu Profesor mulai menyilangkan jari-jarinya dan menaruhnya di atas meja.
   
"Sebelum kalian datang kesini, apa yang terjadi pada kalian...?" tanyannya dengan alis yang mengangkat.
   
"A..aku melihat temanku bunuh diri, dengan meloncat dari lantai tiga..." jawabku sambil terus menunggu apa yang sebenarnya ingin dia katakan.

Lalu Rarka D2 berkata sambil terbelalak,
   
"Astaga..."

Profesor pun menyeringai, dan bertanya lagi,
   
"Siapa nama temanmu itu...?"
Aku pun menjawab
   
"Dia bernama Diani Agatha..."
Aku pun di kejutkan oleh respon Rarka D3.
   
"APA...?" percayalah, saat itu aku sangat terkejut mendengar suaranya yang melengking.

Lalu Rarka D2 pun berkata dengan nada rendah, namun itu tidak menyembunyikan ekspresi wajahnya yang juga sangat kaget.
   
"Kau mengenal Diani...?" tanyanya padaku.
   
"Iya..kenapa...?apa kalian mengenalnya...?" tanyaku sambil menatap mereka bergantian.
   
"Tentu saja, dia temanku sejak kecil orang tua kami berteman...,"  sahut Rarka D2.
   
"Tidak benar, di dimensiku Diani telah tertuduh sebagai pembunuh ibuku...,"  sahut Rarka D3 tak kalah kaget dari Rarka D2.
   
"Tidak mungkin..., Diani tidak mungkin melakukan hal semacam itu...!," jawabku dan Rarka D2 secara bersamaan.

Aku pun mendengar profesor mulai tertawa.
   
"Misi kalian adalah menyelamatkan Diani Agatha...!!"
   
     
Another Dimension to be continue...

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang