Bab. 14 (Shabrina Asta Auva)

34 9 2
                                    

Cahaya matahari menyilaukan mataku, aku berlari ke arah jendela, menantikan untuk melihat pemandangan yang sedari dulu sudah menjadi favoritku.

Terpaan angin ke arahku membuatku merasa bebas. Baru dari dalam saja sudah sehebat ini rasanya, apalagi jika aku pergi keluar sungguhan...?.

Bukankah seharusnya anak-anak seumuranku sudah mengenal dunia luar...?, sekarang umurku sudah genap enam tahun. Tapi kenapa hanya aku yang tetap berada di rumah...?. Ayah bilang pekerjaannya banyak memancing orang-orang jahat untuk mengusiknya.

Apakah itu ada hubungannya denganku...?.

Ayah selalu membujukku untuk mengalihkan keinginanku itu dengan membaca buku atau memainkan permainan yang lain, selama itu masih di dalam rumah ia tidak masalah. Saat dia meminta begitu aku tidak ada pilihan lain selain menurut, karena dari lubuk hatiku yang paling dalam aku sangat menyayangi ayah.

Dia bilang akan memberikan segala yang ku mau asalkan aku menurut, tapi pada kenyataannya dia tidak pernah mengabulkan keinginan terbesarku, yaitu kasih sayangnya walau sedikit, walau hanya sekedar lima menit saja.

" Auva kan pintar, jadi bisa main sendiri kan...?, sekarang ayah sedang sibuk, minggu depan Ayah akan usahakan untuk bermain bersama Auva ya...?"

Begitu dia bilang, berulang-ulang, aku menunggu minggu depan, minggu depannya lagi, dan minggu yang selanjutnya, Ayah tetap tidak menepati janjinya itu.

Begitu dia bilang, berulang-ulang, aku menunggu minggu depan, minggu depannya lagi, dan minggu yang selanjutnya, Ayah tetap tidak menepati janjinya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibu...?, hmm ibu ya...?

Yang ku tahu perempuan itu sudah meninggalkanku semenjak aku berumur 3 tahun. Ayah bilang ibu tidak akan bahagia bersamanya, maka dari itu mereka berpisah.

Aku tidak terlalu mengingatnya..., hmm..., aku sudah berusaha mengingatnya, tapi tetap wajahnya masih samar di ingatanku.

Aku tidak pernah tahu apa yang terjadi diantara mereka, yang ku tahu, ibu hanya berteriak pada ayah, dan menyebut nama wanita lain...hmm...Diana...?, atau Diani ya...?. Entahlah...aku tidak tahu.

Aku melewati hari-hariku hanya dengan membaca buku dan komputer milik ayahku, ah...benar, ayah menyuruhku untuk menghafal beberapa nama dari unsur periodik, dan minggu ini, ayah akan meninggalkan pekerjaannya dan hanya akan memerhatikanku, bukan layar komputernya atau laboratoriumnya.

*----*

Ayah membenarkan kacamatanya, lalu berbicara tegas,

"Sebutkan unsur yang terdapat pada Golongan 1A..!"

"Hidrogen, L..lithium, Natrium, Ka...lium, Rubidium, Cesium, Fransi...um..."

Ah...ayah aku lelah dengan semua ini, tidak bisakah kita bermain di luar...?, tentu saja kata-kata itu aku telan bulat-bulat di dalam ternggorokanku. Lagi pula dia tak akan mendengarkanku.

"Golongan 2A.."

"Bor..ron..."

"Salah...!, bukan kah ayah sudah menyuruhmu untuk menghafalnya...?"

Terlihat dari wajahnya kalau dia sangat kecewa padaku.

"Aku sudah ingat ayah, iya Berilium..., maafkan aku ayah..."

Dia terdiam, tatapan matanya seolah berkata, sungguh tidak berguna aku mempunyaimu..., kupikir begitu.

Namun, berbeda dari yang ku pikirkan, dia berjalan mendekatiku, dan mengelus rambutku.

"Maafkan ayah Auva, tidak seharusnya ayah berlaku begitu, kita lanjutkan lagi besok ya...?," katanya tersenyum simpul.

"Tidak...!!, tetaplah disini..., aku bisa selesaikan..., aku janji..."

Dia tersenyum padaku, menggenggam tanganku, menatap mataku, dan melakukan itu berulang-ulang.

"Maafkan ayah Auva..."

Yang bisa kulakukan kali ini hanya berusaha tetap menjadi anak yang penurut untuknya. Sebisa mungkin aku tak mau menjadi bebannya lagi, ayah sudah cukup menderita karena merawatku seorang diri.

"Baiklah..."

Sekali lagi aku menampakan senyuman palsuku untuknya.

"Anak pintar...!," katanya sambil tertawa.

Dia berdiri, dan meninggalkan aku yang tengah duduk di bangku ruang keluarga yang luas nan kosong ini. Kupikir keluargaku tidak terlalu memerlukan ruangan ini. Bukankah begitu...?.

Aku berpikir bagaimana kehidupan di luar sana, bagaimana anak lain menikmati es krim bersama ibunya, atau bermain bola bersama ayahnya, ah...membayangkannya saja sudah membuatku sangat senang.

*----*

(Kejadian saat ini)

Aku melihat Ayah tersenyum pada wanita itu, benar...ternyata dia memang sungguh menyukainya. Bahkan sekarang mereka saling tertawa bersama,

"Bedakmu ketebalan tuh..."

"Tidak mungkin...!" teriak Diani kesal.

Ayah berkata lagi sambil mengusap wajah Diani,

"Aku serius..., di sini..."

Aku mulai kesal dengan kelakuan mereka, apa mereka tidak tahu kalau mereka sudah terlambat...?!!.

"Hei, kalian berdua...., lupakan tentang sekolah, sekarang sudah jam 07.00 kalian tak akan sempat...!!"

Mereka melirik ke arah jam dinding.

"Ah...benar...," kata mereka singkat.

"Kalau begitu libur saja lah..."

Astaga, mereka itu...!!, huff...sabar, jangan terpancing, bagaimana pun mereka ada secuil niat untuk sekolah. Ayah...hmmm....maksudku, Rarka melihat ke arahku, dan dengan wajah polos dia bertanya.

"Mmm...ngomong-ngomong, Shabrina apa kau tidak bersekolah...?"

"Eh...?!, aku belum memberi tahumu ya...?, dia sedang melakukan persiapan untuk ke Universitas...," Diani tersenyum simpul.

"Uhuk...uhuk...apa...?, bukankah dia seumuran dengan kita...?"

Kulihat Rarka menggosok tenggorokannya karena tersedak.

"Benar, tapi dia sudah menyelesaikan pendidikannya, kau tahu dia sangat pintar loh...!," Diani berbicara dengan nada seperti promosi pada iklan-iklan di televisi.

"Mengerikan...!!!"

Rarka memandangku sambil bergidik seperti kucing yang ketakutan.

Yang benar saja...!, aku juga seperti ini karena kau, kau bahkan memaksaku mengerjakan pelajaran anak SMA saat aku berumur enam tahun.

Tidak aneh sih kalau dia tidak tahu..., bahkan mungkin tak lama lagi dia tidak mengingat keberadaanku lagi.

Yah...itu pun kalau dia lebih memilih Diani dari pada Ibu...

Menurut kalian..., apa yang seharusnya aku lakukan...?

*----*

Another Dimensions to be Continue..

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang