Bab. 16 (Me or Father?)

44 7 12
                                    

Profesor Rarka Aditya pov.

Terlambat untuk meyesali semuanya, semua sudah bertambah runyam dengan misi yang kuberi kan pada mereka, bahkan sekarang aku tidak tahu dimana keberadaan Auva. Aku tidak menginginkan semua ini, bukan begini rencana awalnya.

Aku terus memikirkan jalan keluar yang mudah, yang dapat diterima dalam setiap variabel yang ada, dan aku menemukannya.

Setidaknya itu yang kukira pada awalnya...

Masih dengan pikiranku yang kacau, aku menyusuri jalan ditengah gelapnya malam.

Sekarang ini aku datang ke dimensi 2 untuk mencari Auva, karena aku tidak tahu terlempar ke dimensi mana ia sebenarnya. Jika dia juga tidak ada di dimensi ini aku akan mencarinya di dimensi 1 dan 3.

Dari kejauhan aku melihat seorang perempuan sedang berjalan kearah yang berlawanan denganku. Dan yang lebih anehnya lagi dia berdiri disana tertegun dengan kaki gemetar, sebenarnya apa yang dia pikirkan?. Setelah beberapa detik tidak berguna yang kami lewati dengan saling pandang, akhirnya aku baru menyadarinya. Sebenarnya dia...takut padaku, atau lebih tepatnya, pada penampilanku.

Aku terus melanjutkan langkahku ke arahnya, aku semakin jelas melihat wajahnya yang ketakutan.

Aku tidak tahu menakuti orang akan begitu menyenangkan. Satu langkah maju untukku, satu langkah mundur untuknya, aku tidak ada pilihan lain selain berbicara sekarang.

"Apa benar kau yang bernama Diani Agatha?," ucapku berusaha kelihatan ramah.

"Apa?," jawabnya mulai terlihat normal.

"Kalau begitu, apa kau tau tempat tinggal Rarka Aditya?"

"A-apa keperluanmu dengannya...?," tanyanya lagi.

"Aku temannya, sekarang aku membutuhkan pertolongan darinya, bisakah kau menunjukkan alamatnya padaku?"

Dia mengangguk perlahan, aku tidak tahu apa yang ada dalam kepala anak itu, yang terpenting aku bisa menemukan petunjuk keberadaan Auva untuk sekarang ini.
*_ _ _ _*

Sesampainya aku disana, bukannya mendapat reuni mengharukan antar sesama rekan kerja, aku justru malah di sambut oleh tatapan sinis dari Rarka D3.

Aku tidak bisa menyalahkannya, karena mungkin dia agak kesal karena belum kembali ke dimensinya setelah menyelamatkan Diani.

"Jadi...apa penjelasannya?," katanya sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dadanya.

"Aku membawanya kemari, karena dia bilang dia temanmu...benarkah itu?," sela Diani.

"Teman?, entahlah dia terlalu tua untuk jadi temanku, ya kan?," ejek Rarka D3 padaku.

Aku tidak punya waktu untuk ini, jadi aku mempercepat percakapan kami,

"Percayalah, kita tidak punya waktu untuk ini!, ada sesuatu yang lebih penting.."

Seketika wajah marah Rarka D3 tadi menghilang, dan berganti menjadi ekspresi penasaran.

"Apa itu?"

Aku menoleh kearah Diani, merasa mengerti akan maksudku dia pamit dan pergi.

Waktu di habiskan dengan adegan saling pandang yang membosankan antara aku dan Rarka D3.

"Mengingat waktuku yang sedikit, aku harap kau dapat menjawab satu pertanyaan gilaku agar aku bisa pergi dari sini..," kataku tersenyum simpul.

"Pertanyaan gila?, kau tahu bukan kalau tidak ada yang lebih gila lagi selain situasiku saat ini...?," balasnya dengan senyum ramah.

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang