Bab. 7 (Let's begin)

46 10 2
                                    


Rarka D2 di Dimensi 1

     
Otak ku seperti baru saja habis di putar-putar, perutku juga terasa sangat mual, apa yang baru saja terjadi padaku?, aku tidak bisa menggerakkan seluruh badanku, aku merasa seperti baru saja dilintas oleh truk beling, walau terasa berat, aku pun akhirnya memaksakan untuk membuka mataku, aku melihat seorang perempuan yang sedang serius menaruh perban pada kepalaku.
    
Pengelihatanku sedikit kabur, jadi aku tidak dapat mengenalinya, Apa mungkin karena aku tidak memakai kacamata...?,
   
"Oh...kau sudah sadar..."
    
Aku merasa pernah mengenal suara ini, aku menggosok mataku berusaha melihat, tetapi hasilnya tetap nihil,
   
"Siapa kau...?" tanyaku

Dia pun menghela nafas,
   
"Apa kau kesulitan melihat...?, ini aku Diani..."

Aku pun kaget mendengar perkataanya,
   
"Diani...?, apa yang kau lakukan disini...?"

Lalu dia menjawab,
   
"Kau tidak ingat...?, kau baru saja habis dipukuli oleh Vino dan teman-temannya, apa kepalamu terbentur keras sehingga kau tak mengingatnya...?"
   
"Benarkah...?"

Setelah menatapku tajam, dia pun bertanya lagi dengan heran,
 
   
"Apa kau benar-benar tak ingat...?"
  
   
"Ah...ti...tidak, aku ingat kok..., dari pada itu bagaimana keadaanmu...?, apa kau terluka...?"   tanyaku secara tiba-tiba padanya.

Diani menyipitkan matanya dan berkata,
   
"Entah kenapa aku merasa kalau kau sedikit berbeda dari sebelumnya..."

Gawat dia mencurigaiku...!!!
   
"Kau..., pasti kepalamu terbentur keras sekali ya...?" sambungnya lagi.
  
"Te...tenang saja aku baik-baik saja kok..., itu cuma perasaanmu saja..."    jawab gugup.

Diani melirik jam tangannya, seketika raut wajahnya berubah.
  
"Hmmm, baiklah kalau begitu..., Hah...?!!"

"Ada apa...?" tanyaku.
   
"Aku melewati jam masuk kelas..., bagaimana ini...?"

Dia pun seketika panik menjadi-jadi.
  
"Kalau begitu, aku akan menjelaskan kepada-.."

Dia pun menggeleng, dan menyela saat aku belum selesai bicara,
  
"Tidak usah..., aku bisa menjelaskannya sendiri, lagian sekarang ini pelajaran Pak Dekos, kau jugabisa kena masalah..., penampilanmu seperti anak yang habis berkelahi...,"
Diapun beranjak sambil berkata,
  
"Sudah ya, kalau begitu..."
   
Dia bergegas meninggalkan UKS, aku memandanginya berjalan ke arah pintu, aku pun teringat sesuatu,
  
"Apa kelasmu...berada di lantai tiga...?"  

Pertanyaanku itu menghentikan langkahnya,
 
"Wah dari mana kau mengetahuinya...?, hebat seingatku, aku tidak pernah memberi tahumu..."
   
Aku mengingat kata-kata Rarka D1, dia bilang Diani bunuh diri dari lantai tiga..., pasti yang dia maksud sekarang ini...!!, aku harus cepat mencari cara agar bisa terus menahannya disini, bagaimana pun juga...!!.
   
"Tenang saja, aku akan baik-baik saja..."   katanya sambil tersenyum.
    
Melihat raut wajahku mungkin membuatnya ingin berkata begitu, aku pun merasa kalau ini tidak akan berhasil, jadi aku memilih mengikutinya saja dari belakang dan melihat apa yang akan terjadi.
    
Dia lalu pergi menutup pintu UKS, seberusaha mungkin aku tidak menimbulkan kecurigaan darinya, dengan berjalan agak jauh dari dia. Aku melihat dia memasuki kelasnya, namun tak lama dia keluar dengan wajah sedih, aku rasa dia pasti dimarahi..., lalu dia memegang mulutnya.., terlihat dia seperti akan muntah,  akhirnya dia berlari ke arah kamar mandi, aku memutuskan untuk menunggunya di luar, tetapi dia tak kunjung keluar.
   
Setelah berdiri sekitar lima puluh menit, aku melihatnya berlari keluar dari kamar mandi sambil menangis, pandanganku tertuju pada sesuatu yang ada ditangannya, benda kecil berwarna putih apa itu...?, ah..!, coba saja mataku tidak rabun...!, pasti aku bisa melihatnya.
    
Aku segera mengejarnya, ternyata dia berlari ke ujung koridor, disana terlihat sepi sekali karena jam pelajaran masih berlangsung, lagi pula di samping koridor itu terdapat pintu yang bertuliskan gudang sekolah, biasanya area sekitar gudang sekolah memang agak sepi.
   
Aku melihatnya membuka sepatunya dan mulai naik memanjat pagar pembantas beranda,
   
"Tunggu...jangan lakukan itu...kumohon...apa pun, aku akan melakukannya, Aku akan membantumu jadi tolong...,"  aku mengatakan kata-kata yang berantakan itu dengan napas tersenggal-senggal.

Dia pun mulai berteriak,
 
"Biarkan aku melakukannya, aku tidak bisa menanggungnya, kau tidak akan bisa membantuku..., lebih baik aku mati saja-...!!!"
   
"Bayi itu..."  

Mendengar perkataanku dia pun terdiam seraya menatapku,
   
"Bayi itu..., apakah dia bersalah...?"
   
"Ba...bagaimana kau-..."

Aku mengepalkan tanganku dengan kesal,
   
"Siapa...?"

Setelah terdiam sambil bertatapan dengannya, aku meneruskan kalimatku,
  
"Siapa yang melakukannya...?!"

Aku mulai tidak bisa mengatur napasku karena emosi, beraninya baj*ngan itu melakukannya pada Diani.
    
Diani mulai menangis dan kakinya mulai lemah sehingga terduduk di lantai. Aku menghampirinya dan memeluknya,
   
"Apapun itu aku akan bersedia membantumu Diani...,"    kataku sambil mengusap air matanya.
Setelah tenang dia pun bertanya,
   
"Dari mana kau...bisa mengetahuinya...?"
   
"Untuk apa kau membawa benda itu ke sekolah..."   kataku sambil menunjukkan jariku ke arah saku kanannya, terlihat sebuah Te*sp*ck mencuat keluar dari kantungnya sedikit.
    
Dengan rasa penasaran yang tak ada habisnya, dia pun bertanya lagi, aku merasa seperti sedang mendapat pertanyaan berantai.
  
"Bagaimana kau bisa jadi seperti ini...?, aku kira kita tidak sedekat itu..., tapi kau mau membantuku..."
   
"Se..sebenarnya itu...ja..jadi.. itu-.."
    
Sial...!, mulutku tidak bisa berbicara dengan benar, bagaimana aku memberitahunya kalau aku bukan Rarka D1...?, lalu apa yang harus kukatakan...?, alasan apa yang bisa membuatnya percaya tanpa harus membuka kedokku...?, aku pun menemukan cara yang singkat untuk membuatnya mengerti.
   
"Aku sebenarnya menyukaimu..."

Mati...mati...matilah diriku, aku malu sekali...ah...sialan kau Rarka D1...!!, persetan ini semua, semua ini salahmu, kenapa kau tak berteman dengannya...!!!
Diani pun terpaku dengan tatapan kaget,
   
"Tidak mungkin...kita baru bertemu beberapa kali, tunggu jangan bilang kau menyukaiku sejak pertama bertemu..??!!"   katanya dengan wajah polos.
Untunglah...dia tidak menyadarinya..., bertahanlah diriku kau pasti kuat...!!

Aku pun tertawa kecil,
   
"Yah seperti itu lah..."

Dia mulai tersenyum, menaruh tangannya di leherku, dan mulai mengusapnya perlahan,
   
"Jadi....soal kau mau membantuku tadi..."

Percayalah dia jadi sangat mengerikan...!, apa yang ingin dia lakukan...??!!!.
   
Dia terus tersenyum sambil mendorong badanku hingga terjatuh di lantai. Aku rasa ini pernah terjadi sebelumnya.
Tangannya kemudian turun ke arah dadaku dan mulai mengusapnya lagi dengan aneh..., ya tuhan ampuni aku...!!, aku ingin mati saja kalau begini....!!.
   
"Apa kau...akan menikahiku...?"

Mendengar perkataannya aku merasakan pipiku mulai memanas...bahkan lebih panas dari penggorengan.
   
"Pppffttt...hahahha..."   dia tertawa terbaha-bahak.
   
"Jangan serius begitu aku kan cuma bercanda..., hei wajahmu kenapa...?!!"   sambungnya sambil terus tertawa puas.

Benar juga, tidak mungkin Diani mengatakan hal semacam itu dengan mudah, apalagi dengan orang yang tidak terlalu dekat dengannya.
  
"Dasar... jangan lakukan itu lagi...!!"   aku mengatakannya sambil tertawa lucu, karena diriku sendiri.

Another Dimension to be Continue...

Thank you for reading...💓💓💓

Jangan lupa follow dan vote...😄😄😄😘😘😘

 
   

   

   

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang