Bab.3 (Rarka Aditya Dimension 3)

67 13 5
                                    

     
Kepalaku terasa pusing dengan pelajaran kelas hari ini, untung saja sekarang sudah bel istirahat, kalau tidak aku tidak bisa menjamin kepalaku tidak meledak karena pelajaran memusingkan itu.
    
"Hei ayo ke kantin...sekarang sudah waktunya istirahat..."  ajak seorang temanku, Vino.
    
"Ah iya...untuk apa aku memikirkan pelajaran memusingkan ini...!"
kataku sambil membereskan buku.
    
"Nah begitu...kali ini kau yang traktir ya...?"
    
"Terserah kau lah, dasar..."  omelku.
    
"Yah uang segitu kan kecil bagimu, secara kau kan anak CEO..."  sahutnya.
    
"Diam kau...!"

Sambil menggaruk kepalanya dia menyeringai,
    
"Hehe...iya maaf..."

                            *----*
     
Saat sampai di kantin, aku melihat seorang perempuan sedang membawa senampan penuh minuman es jeruk dengan sebelah tangan, dan tangan lainnya membawa sekantong roti.

Aneh..apa dia akan makan semuanya...?, atau dia budak dari teman-temannya...?.Dari pada itu, timbul sebuah ide bagus di kepalaku. Aku menabraknya dan membuat semua es jeruk itu tumpah ke bajuku.
    
"Ah...tidak...!"
    
"Ma...maafkan ak..aku tidak melihat...!"
Katanya sambil menyeka bajuku dengan tisu.
    
"Hei kau ini bagaimana sih...!, bajunya jadi kotor...!!"
Sela Vino dengan nada tinggi.
    
"Tidak apa-apa...tidak apa-apa...!, aku juga tidak hati-hati...ngomong-ngomong kau tidak ingat aku...?" tanyaku padanya.

Kemudian dia berkata,
    
"Kau mengenalku...?"
    
"Tentu saja...!, memangnya siapa yang bisa melupakan perempuan dengan sekantung sayuran ditangannya saat hari hujan..."

Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, dia menarik kerah bajuku.
    
"Oh jadi itu kau ya...?, cepat ganti semua sayuranku...semua hancur berkat kau...!"

Percayalah wajahnya berubah 180 derajat dari saat dia meminta maaf tadi, wajahnya benar-benar....menakutkan...!!!!.
   
"Tenang dulu..aku bahkan belum selesai..."

Dia terus meremas kerah bajuku dan mulai berteriak,
   
"Cepat ganti ku bilang...!"
    
Aku bepikir keras apa yang harus aku katakan agar dia diam. Lalu aku menemukan sesuatu yang bagus.
   
"Cepat tarik kembali kata-katamu...!"
Dia hanya diam lalu berkata,
   
"Hah...?"
   
"Kau menyupahiku dan bilang bahwa aku tidak akan pernah melihat ibuku lagi, maka dari itu cepat tarik kembali..., ibuku...dia sudah koma selama seminggu..."
   
Setelah itu dia hanya berekspresi kaget tanpa mengatakan apapun.

(Kejadian sebenarnya)

Entah apa yang bisa aku lakukan dengan ini. Mereka lagi-lagi mengacau dan membawa-bawa namaku, aku bahkan tidak melakukan suatu kesalahan.
    
"Iya-iya aku bilang aku sudah diperjalanan...!!"kataku jengkel.
    
"Jangan menelepon saat aku sedang menyetir...!, hah...?!, berisik kau juga tidak punya SIM kan...!, makanya kubilan-..."
     
Tiiiinnn...suara klakson mobil yang kubunyikan, aku melihat seorang perempuan sedang membawa belanjaannya berdiri terpaku karena kaget serta tangannya yang gemetar. Bahkan kukira dia akan menangis. Tapi kenyataannya tidak, rasa marahnya lebih menguasainya saat itu.
     
"Dasar brengs*k...!!, cepat turun dari mobil itu atau aku akan membunuhmu...!!"

Sial...!, kupikir hari ini aku sial sekali, padahal aku sedang buru-buru, kalau tidak Vino akan habis dipukuli. Aku benar-benar harus kesana sekarang...!, lalu aku menancap gas dan meninggalkan perempuan sial itu.
     
"Jangan coba lari....HEI...!!, dasar brengs*k...!, aku bersumpah kau tidak akan melihat wajah ibumu lagi selamanya....!!"
      
Aku masih mendengar teriakannya samar-samar, tetapi aku tidak memerdulikannya dan pergi begitu saja.
                           
                              *----*

(Kejadian sekarang)

    
"Jangan bilang kau lupa...Diani Agatha..!"

Kataku terus menatapnya dan menunggu jawabannya, tetapi dia malah berkata dengan suara pelan.
   
"Da-..dari mana kau...tahu namaku...?"
   
"Dasar kau gila ya...?!, ayahnya adalah penyumbang dana terbesar sekolah ini, jadi tentu saja dia tahu data anak-anak murid disini...!!"  sela Vino dan membantuku berdiri.

Aku melihat Diani hanya duduk dilantai dengan lemas, dan kurasa dia terkejut.
    
"Aku pikir kau akan dalam masalah Diani..!"  sambung Vino sambil menyeringai.
    
"Jangan melawak...!!, kau pikir aku model pecundang yang hanya mengandalkan ayahku begitu...Hah...?!!" kataku sambil menarik kerah baju Vino.
     
Tentu saja, sekejap disekeliling kita sudah banyak anak murid yang mengerumuni kami.
      
Tiba-tiba ada seseorang membubarkan kerumunan itu. Aku sama sekali tidak menyangka kalau itu adalah Pak Rogers, dia salah satu pekerja yang ada dirumahku. Dengan menggenggam tangan kanannya dia berbicara,
     
"Tuan..."  aku terus menatapnya dan menunggu apa yang ingin dia katakan.

Namun dia mengatakan sesuatu yang tak ingin aku dengar. Setelah lama berpikir dan gemetar akhirnya dia pun mengatakan sesuatu dengan mata yang sangat sedih.
     
"Nyoya sudah meninggal..."
     
"Selain itu..."   dia berpaling kepada Diani dengan pandangan yang lekat.
     
"Nona Diani...apa yang kau lakukan dikamar rawat inap nyonya kemarin...?, dokter bilang nyonya diberi sebuah racun yang membuatnya secara perlahan terbunuh..., dan terlihat di CCTV kalau kau orang terakhir yang berada disana, kemarin malam..."
     

Rarka Aditya Dimension 3 to be continue..

   

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang