Bab. 8 (In your memory)

36 9 0
                                    


Rarka D3 di Dimensi 2
  

"Jadi...apa yang kau lakukan
disana...?,"  kataku pada
perempuan yang berjongkok
didepan pintu rumahku yang sepertinya dalam keadaan
kedinginan.

Lalu dia menarik tanganku, aku merasakan hawa dingin dari tangannya,
"Tentu saja aku menunggumu, kenapa kau lama sekali...?, ayo kita berangkat sekolah..."
  
"Sejak kapan kau ada disini...?," kataku sambil menahan hawa dingin tangannya.
  
"Jam setengah enam mungkin..."

Ternyata dia benaran bodoh, pikirku.
    
Saat berjalan menuju sekolah, tak satu pun kata keluar dari mulut kami, selain itu...tidak ada yang ingin kubicarakan dengannya, aku bahkan tak mau menatapnya dengan mataku.

Menyadari apa yang dia lakukan, aku menegurnya tanpa mengalihkan pandanganku padanya.
   
"Apa yang kau inginkan...?,"   tanyaku
  
"Ap..apa maksudmu...?,"   dia pun kebingungan.
   
"Kau pikir karena aku hanya memandang ke depan jadi aku tidak tahu, bahwa sedari tadi kau menatapku dengan sangat mencurigakan...??"

Setelah cukup lama terdiam, dia pun menjawab sambil memainkan jarinya karena gugup,
   
"Aku hanya merasa hari ini kau  agak berbeda..."
   
"Apanya...?, aku masih sama seperti kemarin, atau dulu...,"  jawabku sambil memutar kedua bola mataku.
 
"Apa kau kesal akan sesuatu...?, hari ini kau terlihat
kesal...,"   katanya menatapku.

Aku menoleh ke arahnya, dan berkata,
"Memang aku yang biasanya seperti apa...?" 

Aku mulai merasa akan ketahuan, jadi kupikir tidak ada salahnya aku menuruti perkataannya.
   
"Biasanya kau tidak pernah memakai nada bicara kasar, dan kau juga selalu menatapku saat bicara...,aku hanya merasa kau sepertinya marah padaku..."
    
Walaupun agak kesal mendengar penjelasannya, aku tahu apa yang harus aku lakukan saat ini.
   
"Maaf, aku hanya teringat sesuatu yang menyebalkan...,"
kataku sebisa mungkin terlihat biasa.

Dia terdiam, lalu aku pun menggenggam tangannya,
"Anggap saja ini permintaan maafku soal yang tadi..."

Sekali lagi, aku mengatakannya tanpa menatap wajahnya.
                                       *----*
    
Di seberang jalan aku melihat banyak anak berseragam sama dengan milikku masuk ke dalam sebuah bangunan, mungkin ini sekolah yang ingin kami tuju.

Diani melepaskan genggaman tanganku, dan berkata,
"Ki...kita sudah sampai di sekolah, kau tidak mau ada gosip yang aneh kan...?"
   
"Oh...ya baiklah..."

Baguslah...kupikir kita juga sudah bergandengan terlalu lama.
"Oh...lampunya sudah hijau, aku akan menyebrang..."  katanya sambil melangkah ke arah zebracross.
  
Tiba-tiba aku melihat mobil dari kedua arah melaju sangat cepat menuju Diani.
Berhenti...!!!aku berkata dalam hati, berharap kalung itu akan meresponya.
    
Setelah itu, aku melihat dua mobil itu berhenti serta semua orang yang ada disana, aku seperti melihat sebuah film yang sedang dalam keadaan pause.
    
Aku tersadar dan segera menyeret Diani ke pinggir jalan hingga terjatuh. Tentu saja, yang terjadi selanjutnya adalah tabrakan oleh dua mobil tersebut.
    
Diani hanya terdiam melihat semua kejadian itu, aku merasa dia sangat terkejut, tanpa meninggalkan suara apapun, air mulai jatuh dari pelupuk matanya.
   
"Kau baik-baik saja...?," aku bertanya padanya.

Dia terus menangis seolah tak mendengar perkataanku.
Lalu dia menoleh ke arahku,
   
"Apa yang sedang terjadi...?," isaknya.

Aku mengusap air matanya, dan berkata,
"Tidak, tidak ada apa pun yang terjadi..."

Mendengar perkataanku dia langsung menangis sejadinya.
"Aku hampir saja mati..., aku...aku sangat kaget..."

Aku menjawabnya,
"Selama masih ada aku disini, kau tidak akan mati..."

Dia pun memeluku sambil berkata,
"Terima kasih..., terima kasih banyak...!!"   dia mengatakannya sambil terus terhisak dalam tangisnya.
  
"Sama-sama...Diani..."

Aku pun menyadari..., ini pertama kalinya aku menyebut namanya...

                           *----*

Another Dimensions to be continue..
   
   

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang