Hari ini, kelompok biologiku dan Akmal akan melakukan observasi ke kebun binatang. Kami akan pergi menggunakan mobil Akmal karena ayahku tidak bisa mengantar. Riana, Alika, Eru, Tita, Rena, dan Aku sudah menunggu di sekolah sejak jam 8 pagi dan Akmal baru datang satu jam kemudian.
Suasana di mobil hening, Akmal terlihat sedang kesal. Akmal hanya fokus menyetir dan aku fokus menahan mualku karena aku benar-benar membenci caranya mengendarai mobil, mengingatnya saja membuatku kembali mual. Keadaan hening itu tidak berlangsung lama karena Riana dan Alika tidak bisa diam, begitu pula Akmal.
Aku memang mudah berkeringat, bukan karena gerah tapi memang alaminya seperti ini. Aku mengelap keringat di dahiku, tiba-tba Akmal mengarahkan tangannya ke belakang, ia akan menyalakan AC. Matanya melihatku melalui spion tengah, matanya menyipit seolah tersenyum. Tapi itu benar-benar tidak berpengaruh apapun karena aku tetap berkeringat.
Sesampainya kami di kebun binatang, kami pergi ke toilet dulu karena Riana ingin buang air kecil dan aku juga ingin bercermin, sekedar merapikan penampilanku. Saat aku mengeluarkan kameraku dari tas, Akmal menghampiriku dan meminjam kameraku, ia juga menyerahkan kunci mobilnya padaku.
"Liat coba kameranya," aku menyerahkan kameraku padanya.
"Akmal, fotoin dong," aku pun tersenyum menghadap ke kamera.
"Mau diputihin ga?" entah mengapa di telingaku itu terdengar sangat jahat, memangnya kulitku segelap apa?!
"Ih apaan sih, ga usah," ucapku kesal.
Dia memotetku dua kali dan hasilnya lumayan jika dibandingkan dengan foto yang lain karena kebanyakan orang sering memotretku asal-asalan. Kami segera masuk ke dalam kebun binatang dan aku juga sempat mengobrol beberapa kali dengan Akmal.
"Nara, di sini ada perahu bebek loh."
"Oh ..." jawabku sedikit acuh.
"Tapi doi aku lagi ga ada, kamu jadi doi sementara aku aja ya," sontak aku pun terkejut mendengar pernyataannya.
"Ga mau, apaan sih," aku menjawab seperti itu untuk menutupi kegugupanku karena detak jantungku yang sangat kencang.
Masih banyak candaan yang dia lontarkan kepadaku hari itu. Meskipun terkadang aku sebal mendengarnya tapi aku tetap senang karena yang bercanda adalah dia, Akmal. Dia sempat memegang lengan atasku dan itu membuat jantungku berdegup kencang, dia membuatku semakin bingung saja. Akan tetapi, aku sadar bahwa dia menyayangi Vira karena ia sempat mengatakan hal ini beberapa kali.
"Huh kasian pacar aku sendirian, harusnya aku bareng dia hari ini."
Sebenarnya, hari itu aku merasa kurang enak badan, kepalaku terasa pusing dan Alika tahu hal itu. Aku memaksakan ikut karena merasa harus memenuhi tanggung jawabku pada kelompok jadi aku berusaha untuk terlihat biasa saja. Setelah dari kebun binatang kami pergi ke Tahura Ir.H. Djuanda untuk meneliti tumbuhan. Kami melalui jalan setapak yang dipayungi pepohonan rindang. Aku suka suasananya, tapi aku tidak begitu menikmatinya karena aku menggunakan sepatu yang longgar dan menyebabkan kakiku lecet. Jadi, aku lebih fokus menahan rasa sakitku ketimbang menikmati suasana alam di sekitarku.
"Ih pelan-pelan jalannya, kaki aku sakit nih, lecet."
"Kenapa? Sempit bukan?" Akmal bertanya padaku.
"Longgar sepatunya."
"Pake sendal aku atuh, mau?"
"Ih itu mah lebih gede atuh," lagi pula kalau aku menggunakan sendalnya masa iya dia akan bertelanjang kaki.
Di sana kami berfoto-foto menggunakan kameraku, aku dan Riana berlarian untuk bisa berfoto di tempat yang teduh. Kami juga masuk ke gue belanda dan gua jepang, suasananya biasa saja menurutku, sekedar gelap dan membuatku sering tersandung karena jalanannya yang tidak rata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangnya di 2015
JugendliteraturIni tentangku, tentangnya, dan takdir yang sedang mempermainkan. Nara dan Akmal, si gadis bebal yang selalu gelisah dan buta soal cinta bertemu Akmal yang akan membuat Nara selalu tak karuan. Note : sayangnya ini bukan fiksi