Akmal masih menyebalkan seperti kemarin, mungkin permasalahannya dan Vira tak kunjung mereda. Setidaknya, Akmal masih bisa tertawa dan bercanda, jadi aku berusaha untuk memakluminya.
Siang itu, Aku, Alika, Riana, dan Marisa sedang memakan bekal makan siang kami bersama. Tiba-tiba Akmal menghampiriku, dia menunjukan ponselnya ke hadapanku. Terlalu tiba-tiba bagiku untuk menyadari bahwa dia sedang videocall dengan Vira. Saat aku menyadarinya, segera saja aku melambaikan tangan dengan kaku dan bodohnya pada Vira yang memasang wajah datar sembari merapikan rambutnya. Perasaanku kecewa kala itu, tapi apa daya? Aku bukan siapa-siapa selain gadis bodoh, Nara bodoh! Niatku untuk melanjutkan makan pun gagal, aku sudah tidak nafsu lagi untuk makan dan memutuskan untuk merapikan kotak makanku.
"Nara," Akmal memanggilku dari belakang dan aku berpura-pura tidak mendengarnya karena masih kesal.
"Nara," ia kembali memanggilku.
"Apa?" Kali ini aku menjawabnya ketus.
"Minjem cutter."
"Cutter-nya di Firda," aku menjawab seperlunya dan kembali diam, membiarkan semua pikiran berterbangan di otakku.
Setelah kondisi pikiranku membaik, aku menghampiri Akmal dan Hakim. Niatku untuk menawari mereka bantuan dalam mengerjakan tugas prakarya, meskipun sebenarnya bantuanku sama sekali takkan membantu.
"Kalian perlu bantuan ga?"
"Ga usah," jawab Akmal ketus.
"Beneran ga usah?"
"Iya, ga usah," dia sudah menolak bantuanku mentah-mentah dan tentu saja aku kesal, tapi aku tak menyerah aku memutuskan untuk melihat mereka mengerjakannya sambil mengobrol dengan Tika dan Ifa.
"Ambil kursi kamu tuh," Akmal menyuruhku mengambil kursi, mungkin karena dia kesal melihatku berdiri terus sejak tadi, tapi aku terlalu malas untuk mengambil kursi.
"Ga usah, ga apa-apa," aku menjawabnya dengan pandangan yang masih tertuju pada Hakim yang tengah memotong stik es krim.
Setelah tugas prakarya selesai, Akmal mengajakku untuk mengerjakan tugas bahasa sunda. Saat mengerjakan naskah drama sunda, Akmal benar-benar menyebalkan, dia terus menerus mengomel tidak jelas dan memukul-mukul meja dengan pengan penggaris. Aku benar-benar kesal padanya dan memutuskan untuk duduk membelakanginya dan menebak apa balasannya padaku. Setelah melihat responsku seperti itu, dia memukul kepalaku. Hari itu Akmal benar-benar sedang mengujiku dengan sikapnya yang menyebalkan, tapi tetap saja gadis bebal ini menyukainya.
Maafin belum bisa nulis lagi karena lagi super sibuk :(. Aku janji deh bakal update kalau ada waktu senggang, doain semua kesibukan ini cepet beres. Vomment yaa!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangnya di 2015
Teen FictionIni tentangku, tentangnya, dan takdir yang sedang mempermainkan. Nara dan Akmal, si gadis bebal yang selalu gelisah dan buta soal cinta bertemu Akmal yang akan membuat Nara selalu tak karuan. Note : sayangnya ini bukan fiksi