Akmal benar-benar menyebalkan hari ini, tapi aku lebih memilih dia berisik dan menyebalkan ketimbang bersikap dingin padaku. Dia mengejekku dengan cara yang sangat menyebalkan jadi aku hanya diam di kursiku dengan memasang wajah yang kesal. Akmal yang sedang memakan wafernya tiba-tiba saja duduk di sampingku.
"Ngapain di sini?" tanyaku dengan nada ketus.
"Duduk weh." Dia duduk membelakangiku dan aku tidak memedulikannya lagi.
"Mau ga?" Dia menawariku wafernya yang terlihat tidak menarik.
"Ga."
Dia kembali diam membelakangiku, untuk beberapa detik.
"Ah mau juga ya?" ucapnya iseng dengan senyum jahilnya yang menyebalkan. Aku menahan tawaku karena sikapnya yang benar-benar konyol.
"Ngga ih, apaan sih!" Ups, suaraku meninggi karena menahan tawa. Semoga saja itu terdengar seperti sedang marah, aku kan sedang memusuhinya tidak boleh sampai tertawa di depannya.
Dia pun menatapku cemberut dengan bibirnya yang mengerucut dan alisnya yang bertautan. Tunggu dulu! Ekspresinya seperti sedang mengejekku. Benar saja, dia sedang mengejekku dan aku pun tak dapat menahan tawa. Aku tertawa terbahak-bahak menatap wajahnya yang konyol, apa benar aku terlihat sekonyol itu?
•••
Waktu berjalan sangat lambat, sebuah kabar gembira dan juga buruk datang bersamaan. Kabar gembiranya adalah guru biologiku "tersayang" tidak masuk ke kelas dan kabar buruknya ia memberi setumpuk tugas yang akan kuselesaikan jika aku punya waktu luang karena aku benar-benar sibuk menulis cerita ini.
"Nara ngerjain sunda yu." Tiba-tiba saja Akmal menghampiriku dan mengajakku mengerjakan tugas bahasa Sunda.
Aku hanya duduk di bangkuku dan menyiapkan kertas dan pulpen, sedangkan dia berdiri di depanku dan mendikte apa-apa saja yang menurutnya penting. Semua itu bertahan tak sampai sepuluh menit. Akmal tak lagi mendikte, ia bernyanyi. Aku sedikit kesal karena menurutku tugas ini cukup penting dan aku tidak suka main-main jadi aku mengabaikannya dan menulis naskah drama semauku.
Salahkah ku bila kaulah yang ada di hatiku
Aku masih mengabaikannya.
"Nara salah ga? Salah ga?" Akmal bertanya kepadaku. Hah? Yang benar saja. Ia menanyakan hal yang menyebabkan kupu-kupu di perutku berterbangan, sekalipun bercanda itu gila. Gila.
"Salah!" ucapku setengah berteriak. Terdengar seperti yang salah tingkah dan itu benar-benar bodoh. Nara bodoh!
Akhirnya, hari itu berakhir begitu saja. Aku baru saja tiba di rumahku dan kuputuskan untuk merebahkan tubuhku di kasurku. Lima menit baru berlalu dan Akmal sudah kembali mengusikku.
Akmal_M: Bangunin aku jam 5
Pertanyaannya adalah mengapa di saat ada alarm di ponselnya ia memintaku untuk membangunkannya dan pesan dariku tidak akan sekeras bunyi alarmnya. Tidak bisakah ia membiarkan pikiranku tentangnya menjadi netral? Aku bingung Akmal. Bingung.
•••
Keesokan harinya adalah hari pementasan drama bahasa Sunda dimulai. Kelompok 1 dan 2 akan mementaskan drama mereka hari ini dan tentunya mereka membawa kostum. Tak lupa juga mereka bermain-main dengan kostumnya, begitu pula Akmal. Bukan Akmal namanya kalau tidak bercanda dan bertindak jahil pada orang-orang. Ia mencoba pakaian milik Rifa. Oh iya sekadar informasi mengenai Rifa: Rifa itu baik, tapi dia "agak" sok akrab dengan orang-orang dan aku kurang suka dengan sikapnya pada anak lelaki, tapi ya sudahlah. Akmal mengenakan rompi bercorak bunga dengan tali yang seharusnya diikat ke depan, aku tertawa memperhatikan tingkah konyolnya. Tiba-tiba saja Rifa menarik tali rompi yang dikenakan Akmal dari belakang ke depan dan mengikatkannya. Dari sudut pandangku itu terlihat seperti dia akan memeluk Akmal, maksudku itu hal yang tidak biasa bagiku dan menyebabkan suhu di sekitarku memanas. Aku hanya menatapnya sinis karena menurutku itu tak seharusnya dilakukan. Dasar menyebalkan!
•••Bel istirahat akhirnya berdering. Aku dan Marisa membeli beberapa makanan pedas di kantin. Sialnya, aku menambahkan bubuk cabe terlalu banyak dan makananku jadi sangat pedas. Aku mengibaskan tanganku dan mengambil minumku.
"Ya ampun pedes banget astaga."
"Pedesnya kebanyakan sih Ra," ucap Marisa yang tengah menatapku heboh karena rasa pedas yang keterlaluan.
Aku tetap melanjutkan makanku karena sayang kalau tidak ku habiskan. Lagipula aku sangat menyukai makanan pedas meskipun tidak seperti Marisa. Tiba-tiba saja Akmal mengomentari obrolanku dengan Marisa.
"Awas ah hati-hati Ra."
"Pedes banget sumpah aaaaaaaa," ucapku diakhiri teriakan karena ini terlalu pedas.
"Udah atuh Ra jangan dimakan lagi, bisi pingsan lagi," ucap Akmal padaku.
"Maaf ya siapa yang pingsan? Aku mah ga pernah."
"Berat tau kamu teh."
"Ga pernah minta gendong," ucapku ketus.
"Dari sini ke rumah kamu tuh jauh." Sungguh, aku benar-benar kesal membahas masalah itu dan tidak bisakah ia berhenti mengoceh?
"Siapa yang minta anterin? Aku mah ngga tuh." Akhirnya ia bungkam. Aku benar-benar kesal kepadanya yang terus menerus membahas masalah itu. Aku malu Akmal. Malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentangnya di 2015
Teen FictionIni tentangku, tentangnya, dan takdir yang sedang mempermainkan. Nara dan Akmal, si gadis bebal yang selalu gelisah dan buta soal cinta bertemu Akmal yang akan membuat Nara selalu tak karuan. Note : sayangnya ini bukan fiksi