Bastian memandang langit-langit kamar tempatnya di rawat. Tubuhnya terasa sangat lemah dan lelah meskipun seharian berada di ruangan ini tanpa bisa berakivitas seperti biasanya.
Seorang perawat masuk ke kamarnya membawa kantong infus yang baru. Dengan terampil perawat segera mengganti infusnya yang hampir habis. Sesekali ia melirik wajah Bastian sambil tersenyum melihat wajah pucatnya yang mirip seperti Edward Culen di film Twilight Saga.
"Kata dokter, kamu harus beristrirahat dan makan obat secara teratur," ujar perawat bermata sipit itu dengan nada centilnya.
Bastian mengangguk dan tersenyum. Ia bisa melihat rona merah yang muncul di pipi perempuan di depannya ketika ia melemparkan senyum.
"Oh ya, Suster lihat seorang perempuan keluar dari ruangan ini ?" tanya Bastian yang bermaksud menanyakan Sarah yang tidak ia lihat sejak ia bangun tadi pagi.
"Hmm.. adik Mas ya ? Tadi ada lewat anak kecil katanya mau ke TK," jawab perawat sambil berusaha mengingat wajah anak kecil itu.
"Bukan. Yang saya maksud isteri saya," kata Bastian lemah.
"I..istri ? Saya nggak lihat Mas," kata perawat sambil menundukkan kepala dan segera berbalik menuju pintu.
"Terimakasih, Sus," kata Bastian pelan sebelum perawat itu hilang di balik pintu.
Selepas kepergian perawat yang sepertinya menaruh perasaan dengannya, Bastian kembali memandang langit-langit kamarnya.
Pikirannya melayang jauh ke hari pernikahannya. Di tempat seperti ini, diruangan Tante Siska yang sekarat. Ia bisa membayangkan perasaan Sarah yang harus berada di tempat seperti ini setelah Mamanya pergi.
Bastian menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kuat. Sesekali batuknya terdengar memenuhi ruangannya yang sepi. Dan hari ini ia merasakan pilek yang menyandera hidungnya. Sistem imunnya kini tidak dapat menjaganya dari berbagai penyakit yang mulai mendatanginya. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaannya sekarang ini. Ya, leukemia menyerangnya.
Pintu kamar terbuka dan ia bisa melihat Sarah masuk sambil tersenyum.
"Hai," katanya sambil berjalan menghampirinya dengan kedua tangan di belakang.
Bastian tersenyum lemah. "Aku kesepian," katanya seraya memejamkan matanya yang terasa berat.
"Lho, teman-teman sekantor kamu belum datang ?"
Bastian menggeleng. Ia bisa membayangkan kesibukan teman-temannya yang harus menyusun laporan di akhir bulan ini. Mungkin satu atau dua hari lagi mereka akan datang kemari."Tadaaa.." Sarah menunjukkan seranting rambutan yang sejak tadi ia sembunyikan di belakangnya. Bastian dapat melihat buah rambutan yang begitu menggoda dengan warna merah dan bentuknya yang bulat besar.
"Sarah.." guman Bastian yang sedang tersenyum lebar melihat buah kesukaan mereka.
"Ini dari rumah Pak Ali," Sarah mengambil sebuah dan membukanya dengan jarinya.
Bastian mengangkat alisnya dan menatap Sarah dengan matanya yang berbinar-binar.
"Ya, enggaklah. Memangnya aku bisa pulang balik dari rumah Pak Ali ke sini dalam 3 jam ? Lagian pohonnya kan sudah ditebang," kata Sarah seraya memberikan rambutan yang setengah terbuka kepada Bastian.
Mendengar perkataan Sarah, Bastian menghela napas kesal dan menikmati satu buah rambutan.
Tangan Sarah lalu membuka bungkusan yang ia bawa dan mengeluarkan bubur yang ia masak sendiri. Sekarang ia bisa merasakan tanggung jawab kepada seseorang yang ia cintai, apalagi dalam keadaan sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
can we be happy ever after? (COMPLETE)
Teen FictionBertemu kembali dengan tetangga sekaligus sahabat yg telah meninggalkannya bertahun-tahun, membuat Sarah enggan untuk bertemu dengan Bastian. Rasa kecewa dan benci membuat mereka menjadi seperti dua orang asing. Sebuah kejadian tidak terduga memak...