eight; find the time.

182 32 11
                                    

[Agam]

Gue masih ingat pertama kali gue kenal dengan Dyra. Waktu itu gue yang jarang sekali keluar untuk sekedar nongkrong bareng teman-teman itu akhirnya memutuskan untuk keluar, menikmati masa jadi mahasiswa jomblo di malam minggu, untuk berhenti di salah satu tempat nongkrong teman gue. 

Itu bukan kali pertama gue kesana, sudah beberapa kali, dan gue boleh bilang tempatnya tidak seperti gedung elit yang ber-ac dengan makanan mahal di menunya. Kebanyakan indomie, kebetulan pas untuk kantung anak kos-an. 

Saat itu teman gue nggak sengaja bertemu dengan beberapa temannya yang lain, dan jika kalian menebak cinta gue ada di kelompok sebelah, kalian salah. Karena ternyata cintanya gue ini malah jadi orang yang yang mengalihkan pandangan gue dari kelompok ini. 

Dia datang sendirian, duduk di bangku pojok ruangan dengan satu buku di tangan. Bukan buku pelajaran, dari yang gue lihat justru itu komik conan. Dia duduk diam disana, sambil memakan makanannya dan matanya itu fokus membaca apapun itu di tangannya. Gue memperhatikan dia cukup lama, sampai-sampai nggak sadar kalau teman-teman gue ini sudah selesai bicara dan bersiap untuk pulang. 

Awalnya gue sempat berfikir untuk menghampirinya, cuma takut di sangka aneh tiba-tiba ngajak kenalan. Tapi ini serius, karena setelah gue melangkah keluar meninggalkan tempat itu sedikit dari diri gue ini merasa cukup menyesal untuk tidak mencoba. Hingga 3 hari setelahnya gue lihat dia menyebrang di salah satu zebra cross kampus dan masuk gedung fakultas hukum. Dan saat itu gue tahu kalau dia mahasiswi hukum. 

Dan yang lebih menakjubkan, ternyata dia teman sekelas teman gue. Yang akhirnya memberi gue kesempatan untuk kenalan dengan Dyra meskipun hanya sebatas kenalan singkat. Karena setelahnya ia berlari menuju kelas selanjutnya, meninggalkan gue dan teman gue duduk di bangku kantin. 

"Dy..ra?" Panggil gue malam itu, di salah satu tenda pecel lele nggak jauh dari kampus. Wanita ini menoleh, lalu diam sambil menatap gue bingung. "Agam, temennya Gathan, kita kenalan di kantin kemarin?"

Dan senyumannya terlihat, saat itulah gue sadar, ternyata nama gue ini masih bisa terdengar indah kalau dia yang panggil. "Oh Agam! iya inget." Jawabnya yang setelahnya mempersilahkan gue duduk di sebrang mejanya. Meskipun tanpa dia suruh juga gue akan tetap duduk disana. 

"Kok belum pulang?" 

"Iya, laper, jadi makan dulu." Kali ini gue hampir tertawa. 

"Maksud gue kok udah malem gini baru mau pulang?" 

"Oh." Dia terkekeh, "Iya tadi ada urusan sebentar." Lanjutnya, "Lo juga, kok belum pulang?" 

"laper juga ini mau makan dulu." Goda gue yang ia balas kekehan, "Tadi abis ngerjain tugas di bengkel, jadi baru pulang." Gue mencoba mengoreksi dengan jawaban yang benar. 

Dan malam itu, gue bisa bilang kalau keberuntungan gue sedang diuji. Terbukti dengan Dyra yang setuju gue antar pulang setelah hampir 2 jam kita menghabiskan waktu untuk sekedar ngobrol ringan di tenda pecel lele yang lumayan ramai. 

Untuk kesan pertama, Dyra bukan orang yang sombong. Mungkin ekspresi wajahnya yang ketika pertama kali di lihat orang akan tergambar sifat jutek, tapi sebenarnya dia santai dan sifatnya mudah mengalir bersama suasana. 

Kembali mengingat masa-masa itu ternyata membuat gue makin rindu, padahal orangnya juga sedang tidak jauh, bahkan sangat dekat. Mungkin hatinya saja yang sudah jauh, hanya fisiknya saja yang masih bisa di sentuh. Apalagi untuk 2 hari itu, saat gue masih bisa bergilir menjaga Dyra yang masih harus menginap di rumah sakit. 

Satu kebahagiaan gue saat itu adalah Ayahnya Dyra yang sama sekali tidak keberatan dengan keberadaan gue di sekitar anak perempuannya. Sebenarnya kebahagiaan lain itu ada ketika Dyra juga tidak banyak protes, bahkan seperti mulai terbiasa dengan gue yang sering ada di sekitarnya ketika di rumah sakit. 

Epoch [PJM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang