CHAPTER 08

106 8 0
                                    


T-SHIRT yang tersarung di badan, diperkemas. Setelah itu dia menyarung pakai jaket pula. Langkah diatur ke depan cermin. Mengamati diri buat seketika.

Aryan berpuas hati. Dari atas ke bawah, segalanya terlihat sempurna. Cuma satu saja yang tak kena.

Lelaki itu sentuh wajah. Luka dan lebam masih jelas terserlah. Lagi-lagi di dahi. Nasib baik bertampal handy pluster. Dapatlah sorokkan juga.

Berpuas hati dengan penampilannya, Aryan menapak keluar dari bilik. Langkah terus dihayun ke tingkat bawah. Sayup-sayup telinga tangkap bunyi suara sedang berbual di ruangan makan.

"Aryan. Udah bangun, ya? Ayuh sayang, sarapan bareng."

Suara Ibu Dian menyapa hadirnya. Lantas Aryan ambil tempat. Sertai kedua orang tuanya.

"Kamu mau makan apa, Ryan? Ada nasi lemak sama sambal sotongnya. Mee goreng juga ada. Mau yang mana? Mama ambilkan."

"Nggak apa-apa, ma. Aryan bisa ambil sendiri."

"Ya kalau gitu, diambil ya. Makannya biar lebih dikit."

Aryan ukir senyuman. Mee goreng disenduk sesudu dua ke dalam pinggan.

"Kamu mau keluar, Aryan?" suara Pak Aryawan mula kedengaran.

"Baba kok tau, sih?"

"Kalau udah pakeinya begini, mau ke mana lagi."

"Apa?! Kamu mau keluar, Ryan? Dengan kondisi yang begini?"

"Ngapain, ma? Apa nggak bisa?"

"Kamu kan belum benar-benar sembuh. Kalau terjadi sesuatu di luar nanti, gimana?"

"Aryan nggak apa-apa dong, ma. Luka sama lebamnya aja belum sembuh. Tapi badan Aryan udah sihat, kok. Lagi pula Aryan cuman keluar bentar. "

"Biarinlah, ma. Barangkali Aryan itu mau ambil angin luar. Udah dua minggu terperuk di rumah aja. Pasti lagi bosan."

"Aduh. Mama bukan apa sih, mas. Cuman khawatir sama kondisinya dia. Apalagi Aryan masih nggak familiar di sini. Kalau diculik sekali lagi, gimana?"

"Isk! Mama usah paranoid banget, sih! Tau nggak kata-kata mama itu kayak satu doa? Makanya kalau mau ngomong itu jangan sembarangan, deh. Biarin aja Aryan keluar. Nah, waktu-waktu begini dia bisa lihat dan biasakan diri dengan suasana kota Kuala Lumpur."

Ibu Dian mengalah akhirnya. Kalau si suami dah kata begitu, apalagi yang mampu dia betah? Aryan pula sekadar tersenyum lihat gelagat orang tuanya.

"Udahlah, ma. Nggak usah khawatir. Aryan cuman mau ketemu sama teman aja."

"Teman? Apa kamu punya teman di sini?"

"Masakan nggak ada. Apa mama udah lupa sama temannya Aryan itu?"

"Siapa?"

"Wafri."

"Wafri? Teman kamu saat di Manchester dulu?"

"Ya iyalah. Siapa lagi."

"Kamu masih berhubung sama dia?"

"Nggak pernah putus."

"Gimana sama yang seorang lagi itu? Yang perempuan itu. Siapa namanya?"

"Aleeya."

"Ha, ya. Dengannya juga kamu masih berhubung?"

🍂 ReLaKu PuJuK  (Published) 🍂Where stories live. Discover now