CHAPTER 11

63 6 0
                                    


NASI dalam pinggan disuap perlahan-lahan ke mulut. Sesudu demi sesudu. Tapi entah kenapa ia macam tak nak luak. Nak kata tak sedap, semua lauk kegemarannya yang dimasak.

Sesekali mata lelaki itu kerling orang tuanya di depan. Berselera sungguh mereka makan. Sampai dia duduk di sini lansung tak dipandang. Mereka yang lapar, atau seleranya yang hilang?

Satu keluhan dilepaskan. Nasi yang berbaki dihadap semula penuh harapan. Harapan agar dapat dihabiskan.

"Aryan."

Lelaki itu mendongak.

"Kenapa?"

Aryan pandang Ibu Dian. Tak sangka keluhnya tarik perhatian wanita berkenaan. Bukan takat mamanya. Dengan baba-babanya sekali turut terkesan.

"Ngak apa-apa, kok."

"Ngak apa-apa, ngak apa-apa. Tapi keluhnya kok sampai gitu sekali?"

Aryan pandang kedua orang tuanya lagi. Setelah itu dia tertunduk kembali.

"Waduh, ini anak! Ditanya kok lagi diam." Ibu Dian bertingkah geram.

"Ngapain sih kamu, Aryan? Lagi punya masalah?" Kali ini Pak Aryawan berbicara. Lembut suara menusuk pendengaran anaknya.

Dan sekali lagi, keluhan Aryan kedengaran.

Dia sendiri tak tahu kenapa dengan dirinya. Sejak akhir-akhir ini serba tak kena. Hendak diluah, tak tahu berkisarkan apa.

"Kamu lagi punya masalah di kantor?" soal Pak Aryawan masih tak putus asa.

"Dikit."

"Berkenaan apa?"

"Semua."

Bibir Pak Aryawan ukir senyum. Tercuit dengan jawapan itu. Sudu yang diletakkan, kembali disentuh.

"Aryan, Aryan. Kamu itu kan masih baru. Masih dalam proses belajar. Justeru, hal seperti itu bukan sesuatu yang luar biasa. Kamu harus kerja kuat, dong. Ambil tahu segala hal-hal syarikat. Supaya nanti kamu bisa urusin Armaya dengan sukses.

Baba ngerti kok perasaan kamu. Malah baba juga pernah melalui saat seperti ini dulu. Sama kakek kamu yang lagi garang itu. Tapi Alhamdulillah... baba berhasil melakukannya."

Aryan terdiam. Kata-kata babanya didengar dengan rasa berbalam.

"Usah khawatir, dong. Baba yakin kamu juga bisa berhasil melakukannya. Soalnya, kamu harus sabar, kuat, rajin berusaha dan nggak boleh putus asa untuk belajar mengenali Armaya.

Ya baba akui... tanggungjawab kamu emang cukup berat. Lagi-lagi peran sebagai CEO itu. Tapi kamu harus yakin sama diri kamu. Nggak ada yang bisa nolongin kamu kecuali diri kamu sendiri. Ngerti?"

"Ya, ba. Aryan ngerti."

"Bagus. Kalau ada hal-hal syarikat yang mengingungkan kamu, bilang aja sama baba. Insya-ALLAH baba akan membimbing kamu sebaiknya. Kalau baba nggak ada, Intan masih ada. Pegawai-pegawai yang lain juga turut bisa bantuin kamu, sih. Yang penting kamu usah malu untuk bertanya."

"Insya-ALLAH. Aryan akan melakuin yang terbaik untuk Armaya, ba. Makasih."

Pak Aryawan sekadar mengangguk.

"Ya, udah. Kita ini lagi ada di meja makan. Bukan di kantor. Ayuh disambung makannya. Udah mau dingin lauk-lauk ini semua!" Ibu Dian mencelah. Sambal udang atas meja disenduk sesudu dua buat suami dan anak terunanya. "Oh, ya! Mama hampir lupa. Mas udah kasitahu sama Aryan apa belum?"

🍂 ReLaKu PuJuK  (Published) 🍂Where stories live. Discover now