Saat ini mereka tengah duduk di Kantin rumah sakit, Jeni yang mengajak Irene. "Apa sebaiknya kau segera pulang saja. Matahari semakin turun,udara begitu dingin saat ini kan tengah musim hujan." Jeni menatap kawatir Irene yang masih dengan keadaan yang kacau.
"Kau sungguh menyebalkan. Kapan kau pindah ke Jakarta sih? Kau tidak mengabariku sejak minggu lalu. Ini sungguh menyebalkan." Ucap Irene mengercutkan bibirnya kesal, Ia menghiraukan perkataan Jeni.
Jeni yang melihat tingkah laku Irene seperti itu tercengang, matanya mungkin hampir keluar karena terkejut melihat perubahan Irene yang begitu cepat. Jeni baru saja hendak membuka mulutnya untuk mengumpat sahabatnya itu yang hampir membuatnya gila. Namun kemudian dirinya urungkan, saat melihat wajah Irene yang menggemaskan dimatanya, asataga Irene begitu imut seperti anak kecil berbanding terbalik jika di lihat dari usianya.
Jeni menghela nafasnya lemah, ia tersenyum menatap keramaian orang yang berlalu lalang di hadapannya. "Kemarin. Aku di paksa pindah ke Jakarta oleh suamiku, Ia bersikeras untuk pindah kesini katanya sih ada pekerjaan penting di sini." Kata Jeni sambil mengangkat bahunya.
Irene menolehkan wajahnya menatap Jeni, ia tahu bagaimana peliknya rumah tangga yang Jeni jalani selama ini. Kadang ia merasa kasihan dengan perubahan hidup Jeni setelah beberapa bulan menikah, yah mereka bukanlah pasangan yang dijodohkan atau nikah karena dipaksa seperti cerita-cerita novel kebanyakan. Tapi mereka menikah murni karena saling mencinta, tapi entah kenapa setelah beberapa bulan mereka menikah. Jeni menceritakan padanya bahwa suaminya itu sangat posesif dan selalu memaksa padanya, ia sungguh terkejut saat itu. Tak menyangka kehidupan harmonis mereka saat masih menjadi sepasang kekasih, berubah 180° setelah mereka menikah.
Irene menghela nafasnya kasar, Ia bertanya-tanya apakah semua laki-laki sama seperti itu. Manis diawal lalu- hah memikirkannya saja membuatnya benci.
Irene segera mengulurkan tangannya kearah lengan Jeni, lalu ia menggenggamnya erat. "Are you Ok? Bukankah setelah ini kita jadi akan sering bertemu." Ucap Irene mencoba menghibur Jeni.
Jeni menatap Irene, Ia mengembangkan senyumnya yang manis. "Tentu, karena ada kau disini." Sahut Jeni sambil menepuk lengan Irene. Lalu ia terkikik geli, sungguh lucu pertemanan mereka.
"Astaga, kau romantis sekali irene. Tapi kenapa kau tidak memiliki kekasih satupun, padahal aku sudah menikah hmm?." Ucapnya mengalihkan suasana yang mulai dramatis.
Gadis bernama Irene itu langsung melepaskan genggaman tangannya dan menatap tak suka kearah Jeni. "Yakk! Jeni umbrella. Apakah kau masih ingin hidup." Teriak Irene menatap sebal ke arah Jeni yang tengah menertawainya.
"Hey,hey. Aku hanya bercanda." Ujar Jeni masih dengan tawanya yang menyebalkan.
"Aisshh." Desis Irene kesal.
Itulah suasana pertemanan mereka. Jeni dan Irene mereka sepasang sahabat yang seperti keluarga, adik dan kaka, dan juga seperti sepasang kekasih begitu erat.
*********Setelah pertemuan pemilik saham, Taehyung tidak langsung pulang kerumahnya. Ia malah kembali keruangannya menyandarkan tubuh letihnya dikursi kerjanya. Ia begitu terkejut dengan pertemuan tadi, betapa tidak. Disela pembicaraan mereka tiba-tiba saja, sang Ayah memperkenalkan wanita yang bernama Clara sebagai tunangannya.
'Perkenalkan ini adalah Clara, anak dari Presdir Jae pemilik JAeng Group. Saya sengaja mengundang kemari karena saya ingin memperkenalkan kepada kalian bahwa ia adalah tunangannya anak Saya Kim Taehyung'.
Astaga. Bahkan kata perkata yang diucapkan Ayahnya masih terngiang dikepalanya. Ia mengacak rambutnya kesal, ini diluar dugaannya. Entah kenapa hidupnya kembali tak tenang setelah kembali ke Jakarta, banyak sekali hal-hal menyebalkan yang membuatnya muak. Taehyung dengan emosinya yang tak tertahankan, melemparkan semua barang-barang yang ada dimeja kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASK LIFE
RomanceBahkan aku menutup mata dan tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Saat aku melihat dengan mata terbuka, ini luka yang terlalu lama untuk ditangisi. Janji terakhir kali, sekarang aku hanya bisa mengatakannya sebagai kenangan. Saat senyum manis itu per...