PART 16 - Desire

6.4K 319 11
                                    

Tiga minggu kemudian...

Dahulu, Alana pernah bermimpi, ketika nanti ia tumbuh dewasa ia ingin menjadi seseorang yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit agar orang-orang yang sedang sakit tersebut dapat kembali sehat serta melakukan rutinitas harian mereka yang tertunda, membantu orang-orang itu rasanya menyenangkan.

Pada saat Alana berusia sepuluh tahun, ia bermimpi menjadi seorang Dokter ahli bedah, hanya saja kemungkinan dirinya menjadi seorang Dokter adalah empat banding sepuluh karena saat ia duduk di bangku SMA, ia menyadari satu hal baru mengenai dirinya, Alana sangat takut dengan darah. Selain itu, ketika mengambil penjurusan di sekolah menengah atas pun Alana masuk ke dalam kelas sosial, bukan alam.

Sangat tidak masuk akal jika murid dengan peminatan ilmu sosial di waktu SMA mengambil jurusan kedokteran ketika duduk di bangku kuliah sehingga setelah lulus tentunya ia akan menjadi seorang dokter. Well, mungkin saja ada tetapi itu akan teramat sangat menyulitkan orang tersebut karena harus beradaptasi dengan cepat pelajaran-pelajaran yang belum dipelajarinya dari awal hingga akhir semester sekolah.

Hari ini, Alana mendapatkan tawaran dari kedua orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan S1 nya di negara Amerika Serikat, tepatnya di kota New York karena kedua sepupu laki-lakinya, Dannis dan Dennis akan membuka cabang bisnis restoran masakan Indonesia disana, kedua orangtuanya ingin Alana ikut membantu usaha restoran yang sedang dijalankan oleh sepupunya sekaligus melanjutkan pendidikannya disana. Selain itu, Damian dan Maya merasa bersalah karena membiarkan anak semata wayangnya tidak melanjutkan pendidikan S1 nya di tahun ini.

"Aku... aku speechless, pa." Ucap Alana ketika mendengar alasan mengapa kedua orangtuanya memberikan penawaran kepada dirinya untuk melanjutkan pendidikan di New York, Amerika Serikat.

"Kamu anak semata wayang papa, buat kami bangga, nak. Setidaknya kamu harus memiliki gelar S1 di belakang nama kamu. Lagipula, New York kota impian kamu, bukan?" Damian memberikan senyuman serta tatapan bahwa anak semata wayangnya itu mampu dan dapat melanjutkan pendidikannya di Benua Amerika.

"Kiko juga kuliah disana kan, sayang?" Tanya Maya, ibunya. Ia ingat salah satu sahabat anak perempuannya itu melanjutkan pendidikan S1 nya di New York. Tepatnya di New York University.

Alana mengangguk pelan. Ia masih bingung, perasaannya campur aduk. Antara percaya dan tidak percaya bahwa kedua orangtuanya menginginkannya melanjutkan pendidikan S1 di New York.

Keluarganya ini memang penuh dengan kejutan. Tidak pernah Alana membayangkan dirinya mendapat tawaran dari kedua orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan di Benua Amerika sana, sangat mendadak.

"Papa tahu, mencari Universitas di New York itu tidak gampang, Alana. You need to prepare. Papa juga akan memakai jasa agen untuk lebih mempermudah kamu mencari tempat kuliah, tempat tinggal. Lagipula, tahun ini kamu hanya perlu bersiap-siap untuk persiapan masuk Universitas disana, ujian penyamarataan, dan lain-lainnya. Kamu mau kan?" Damian menangkap ekspresi wajah anak semata wayangnya yang semakin bingung. Entah apa yang sedang ia bingungkan.

"Kenapa mendadak pa? Lagipula aku masih bingung harus mengambil jurusan apa."

Sejujurnya, setelah lulus dari bangku SMA Alana merasa bingung dan tidak tahu kedepannya ingin menjadi apa. Selama tiga tahun Alana hanya memikirkan hal-hal yang membuatnya senang sehingga ia tidak memiliki tujuan jangka panjang. Alana hanya memiliki tujuan jangka pendek yang selalu ia raih dengan cepat dan mudah.

Don't Call Me "Om"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang