Awal Permainan

929 47 12
                                    

Diki melangkahkan kakinya menuju meja yang terletak di pojok cafe dengan pandangan tak lepas dari perempuan berparas cantik yang terlihat sedang menunggu kedatangan seseorang. Gadis itu sesekali menyapu pandang ke sekitar sebelum jemari lentiknya mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Diki mendekat lalu tanpa permisi lelaki itu langsung duduk di kursi kosong yang bersebrangan dengan gadis tadi. Gadis itu menatap Diki sejenak sebelum akhirnya tersenyum simpul.

"Apa kabar teman lama?" ucapnya dengan senyuman miring.

"Seperti yang lo liat sekarang. Jauh dari kata baik-baik saja!" ucap Diki malas.

"Menyesal hmm?"

"Sedikit."

Gadis itu tertawa penuh kemenangan melihat ekpresi kesal di wajah Diki. Sesaat kemudian tawanya berhenti dan menatap Diki dengan tatapan serius.

"So, mau bermain?" ujarnya dengan nada yang sedikit menggoda.

"Sejahat itukah gue?"

"Lo ga jahat, justru lo itu yang bakal mengungkap cerita yang selama ini masih menjadi rahasia."

"Gue rasa omongan lo ada benernya juga."

"Gue emang selalu benar. Lo nya aja yang terlalu bodoh." ucap gadis itu penuh percaya diri.

"Terserah lo mau ngomong apa!"

Diki mulai jengah menghadapi gadis di depannya yang senang sekali mengulur waktu. Kesabarannya perlahan mulai berkurang.

"Santai baby. Jadi, lo mau mulai dari mana?"

***

Candy tak henti-hentinya tersenyum, gadis itu terus membanyangkan perlakuan Galang yang sangat manis kepada dirinya. Langkahnya menuju kamar terhenti begitu melihat ada beberapa koper dan tas mamanya di ruang tamu.

Candy langsung berlari menuju kamar mamanya yang bersebrangan dengan kamarnya di lantai dua. Kerinduannya pada sang mama mampu membuat air mata Candy keluar dari tempatnya.

"Mama.. " lirih Candy setelah tangannya berhasil membuka pintu di depannya.

"Candy!" Anita langsung menghampiri putri semata wayangnya.

Candy menghambur dalam pelukan mamanya, meluapkan semua kerinduan yang selama ini tertahankan. Sudah berulang kali Candy berusaha menghubungi Anita, namun tetap saja hasilnya nihil, mamanya terlalu pandai menghilangkan jejak.

"Maafin mama.." ucap Anita pelan.

"Jangan tinggalin Candy ma, Candy mohon." pinta Candy kepada sang mama.

"Sekali lagi maafin mama, tapi mama ga bisa. Ini semua yang terbaik buat kita."

"Enggak! Mama ga boleh ngomong kayak gitu. Ma Candy mohon, jangan tinggalin Candy. Candy pengen sama mama." ujar Candy memelas.

"Enggak, kamu harus tetap disini. Kamu ga usah mikirin mama, kamu harus fokus sama sekolah kamu." ucap Anita sembari mengusap pipi Candy pelan, menghapus air mata yang masih meninggalkan jejaknya di kedua pipi gadis itu.

"Tapi ma—"

"Sttt.. Candy, mama mohon sekali ini aja, Candy turutin permintaan mama. Candy sayangkan sama mama? Candy ga mau kan liat mama menderita? Biarin mama pergi, Candy ga mau mama mati secara perlahankan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hujan Dipenghujung NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang