"Kak Arsel.... "
Candy berteriak dan tersadar dari mimpinya. Tangisnya pecah seketika.
"Kak Arsel.. Jangan tinggalin Candy" lirihnya.
Gadis itu memeluk lututnya erat dan membenamkan wajahnya dalam-dalam. Mimpi itu benar-benar terasa begitu nyata. Bahkan dia bisa merasakan hangatnya pelukan Arsel.
Pelukan yang sangat ia rindukan. Pelukan yang selalu berhasil menenangkan hati dan perasaannya. Sungguh dia benar-benar rindu pelukan itu.
Mungkinkah saat ini Arsel sedang mengkhawatirkan dirinya? Tidak mungkin, lelaki itu bahkan sudah tidak peduli lagi dengan Candy.
Candy mengangkat wajahnya, ia bangkit dan berjalan menuju cermin. Dipandangnya lekat-lekat pantulan dirinya dalam cermin. Matanya sembap dan rambutnya kusut tak beraturan.
Dengan bibir yang masih bergetar karena seusai menangis, gadis itu bertanya pada dirinya sendiri.
"Haruskah aku berubah? Haruskah aku mencari kebahagian baru? Lalu bagaimanakah dengan dirimu, apakah kamu masih mengingatku?"
Isakan kembali terdengar dari bibirnya. Mata yang sudah sembap itu bertambah merah karena air mata yang terus mengalir. Dia biarkan tubuhnya terduduk di lantai dengan bersandar pada tembok putih di belakangnya.
Candy menangis sejadi-jadinya. Ia meluapkan semua amarah, kekesalan dan kekecewaan dalam tangisnya. Dia tidak peduli jika air matanya akan habis setelah ini, toh yang dia butuhkan hanyalah menenangkan perasaannya, dan yang bisa ia lakukan hanyalah menangis.
Cklekk..
Pintu perlahan terbuka dan memperlihatkan wanita paruh baya yang memasuki kamar Candy. Wanita itu terkejut begitu melihat anaknya sedang meringkuk dengan keadaan yang sangat kacau.
"Astagfirullah Candy.. Kamu kenapa nak? "
Anita –mama Candy– memeluknya erat seakan melindunginya dari siapapun yang ingin menyakitinya.
"Kak Arsel.. " adunya.
Walaupun sangat sibuk, Anita selalu memantau Candy dari jauh. Ia tahu siapa saja teman dekat Candy, termasuk Arsel.
Anita memang tidak terlalu mengenal Arsel. Yang jelas Anita tahu kalau putrinya pernah menjalin hubungan spesial dengan lelaki itu. Sebelum akhirnya lelaki itu memilih memutuskan Candy dan pergi dengan alasan yang tidak jelas.
"Sayang.. Kamu harus mengikhlaskan sesuatu yang memang tidak ditakdirkan untuk kamu miliki." ucapnya, menenangkan anak gadisnya.
"Jangan menangis hanya karena ditinggal seseorang, memang itu menyakitkan. Tapi kamu harus tetap bahagia, tunjukkan padanya kalau kamu masih bisa hidup tanpan dia. Buat dia menyesal karena telah meninggalkanmu."
Kata-kata yang terucap dari bibir mamanya seolah memberi kekuatan untuk Candy bangkit dari kesedihan yang selama ini hampir menenggelamkannya.
"Makasih ma.. Mama udah nenangin Candy, seenggaknya hanya untuk saat ini."
"Sama-sama sayang, mama akan selalu ada buat kamu. Jadi jangan pernah kamu merasa sendiri di dunia ini."
"Ma.. Mama jangan terlalu sibuk lagi ya, Candy kangen ngobrol bareng sama mama. Candy kangen mama." pinta Candy memelas.
Anita dibuat terenyuh oleh penuturan putrinya. Keinginan yang sederhana, namun belum bisa ia wujudkan hingga saat ini.
"Iya sayang mama akan usahain untuk meluangkan lebih banyak waktu buat kamu."
"Janji ya? "
"Iya sayang mama janji. Sekarang kamu mandi lalu setelah itu kita makan malam, nanti mama buatin kue coklat kesukaan kamu"
Candy tersenyum lalu mengangguk setuju. Mamanya benar dia harus mengikhlaskan sesuatu yang memang tidak ditakdirkan untuknya.
Mulai sekarang Candy akan berubah. Dia tidak ingin mamanya ikut sedih karena dirinya.
Tidak akan ada lagi Candy yang sering menangis. Tidak akan ada lagi Candy yang pemurung. Yang ada hanyalah Candy yang ceria dan selalu tersenyum.
Malam ini sungguh berkesan bagi Candy. Setelah sekian lama dia tidak pernah lagi makan bersama dengan mamanya, akhirnya malam ini dia bisa kembali merasakan kebersamaan dengan orang yang sangat dia sayangi. Walaupun tanpa kehadiran papanya, lelaki paruh baya itu masih saja sibuk dengan pekerjaannya. Tapi Candy sudah sangat bersyukur dengan kehadiran mamanya saat ini.
Keesokan paginya, Anita masih tetap berada di rumah. Padahal biasanya dia akan berangkat bekerja sebelum Candy terbangun dari tidurnya. Lain halnya dengan pagi ini, dia masih disibukkan dengan urusan rumah tangga seperti ibu-ibu pada umumnya.
"Candy.. Ayo bangun, nanti kamu terlambat ke sekolah." omelnya, karena Candy yang sedaritadi masih memejamkan mata.
"Lima menit lagi ma.. " tawarnya.
Dengan gemas Anita menarik selimut Candy dan menarik tangannya agar gadis itu bangun dari tidurnya.
"Ayo cepat nanti kamu terlambat"
"Iya-iya ma"
Dengan malas Candy berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa menit gadis itu keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar.
Ia mulai mengganti bathrobe-nya dengan seragam putih abu, merapikan rambutnya dan menyapukan bedak bayi di wajah mulusnya.
"Candy cepat turun, sarapan dulu" teriakan mamanya benar-benar membuat gendang telingan Candy mau pecah.
Tanpa membuang waktu Candy segera turun dan langsung menuju meja makan. Di sana sudah ada mamanya yang menunggu sembari mengoleskan selai pada lembaran roti tawar.
"Hari ini kamu berangkat sekolah dengan pak Asep ya sayang. Mama tidak bisa mengantarkan kamu, mama masih ada urusan setelah ini. " ucap Anita.
"Nggak usah ma.. Candy bisa berangkat sekolah sendiri kok. Lagian jarak rumah kita sama sekolah Candy kan nggak jauh, jadi Candy bisa jalan kaki." jelasnya.
"Yaudah kamu hati-hati ya. Nanti pulangnya mama jemput. "
Setelah selesai sarapan, Candy langsung berpamitan dengan mamanya dan bergegas pergi ke sekolah.
Betapa terkejutnya gadis itu ketika membuka gerbang rumahnya. Ia mendapati seorang lelaki tampan sedang berdiri di samping mobil dengan senyum yang langsung merekah saat mengetahui Candy yang baru saja keluar dari gerbang rumahnya.
"Selamat pagi Candy... "
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Dipenghujung November
Roman pour AdolescentsTidak semua kisah akan berakhir bahagia, tetapi tidak semua kisah akan berakhir dengan derai air mata. Romansa, air mata canda dan tawa yang selalu datang silih berganti tanpa terhenti. Kepada hujan yang selalu menyimpan kenangan disetiap kehadiran...