Scene 14

120 11 1
                                    

Assalamualaikum MissKhulip balik lagi. yang kangen salam sayang yang nggak salam damai.

next part ya, dan tetaplah menjadi pembaca yang bijak.

Vote dan comment ditunggu terutama saran untuk perbaikan karya selanjutnya.

Warning 20+!!

+++++_________________________________________________+++++ 

Kita akhiri saja ini.

Dua hari berlalu tanpa ada pembunuhan lagi, Mila harus melakukan sujud syukur akan hal itu. Dia kembali bekerja di kantornya seperti biasa, menjalani harinya bersama berkas-berkas kasus yang telah terbengkalai beberapa waktu.

"aku tidak habis pikir. Orang seperti apa yang bisa berbuat sekeji itu." Ujar Hilda sembari dengan cekatan tanganya mencampur bakso dengan racikan saos serta sambal.

Oh benar, Mila menghabiskan waktu istirahatnya untuk makan siang bersama Hilda, atau lebih tepatnya mendengar omelan Hilda yang seperti kereta api. Mila tidak cukup hati menanggapi ujaran Hilda, dia sudah lelah meski hanya memikirkanya.

"jika sudah tertangkap nanti. Aku ingin ambil bagian untuk memotong kemaluanya." Tambah Santi, seorang kawan sekantor Mila yang bekerja sebagai asistenya.

Santi sangat bernafsu ingin melakukanya, sejak awal dia sudah mengembor-nggemborkan rencananya kepada semua orang. Mila terkikik sekaligus bergidik ngeri. "jangan terlalu kejam kau." Sanggah Mila.

"biarkan saja, memangnya cuma dia yang bisa berbuat kejam." Bela Hilda.

Mila geleng-geleng kepala sambil bergidik ngeri, Hilda bukan tipe orang yang hanya gertak sambal. Mendadak pikiran Mila teralihkan kepada Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh otaknya sebelumnya, hal yang sukses membuatnya begadang semalaman.

"pipimu mendadak merah gitu, abis mikirin apa sih?" oh, Mila baru sadar jika Hilda masih ada di sekitarnya, tanganya refleks terangkat menutupi pipinya.

"apaan sih, gak ada." Jawab Mila berbohong, sementara itu dengan lancangnya sosok Aidan membayangi pemikiranya. Alisnya, hidungnya, bibirnya, senyumnya dan pelukanya.

"ih sok malu-malu. Jangan seperti anak SMP gitu deh Mil, ada apa sih? Cerita dong. Tega bener sama sahabatnya main rahasia." Bujuk Hilda yang sudah hafal benar watak Mila.

Gadis berkemeja putih dan lagi-lagi berkuncir kuda itu menghembuskan nafas panjang dan menutup berkas didepanya, bersandar ke kursi kemudian menatap Hilda serius, pancaran kebahagiaan dan perasaan lain yang tak tergambarkan tersirat jelas di kedua matanya. Hilda menangkap kebahagiaan itu dan memekik histeris.

"kau menemukanya, pria idamanmu. Oh Tuhan, akhirnya kau akan merasakan cinta. Aku bahagia bersamamu sayang." Tutur Hilda dengan suara bervolume tinggi yang seketika membuat Mila menyumpal mulutnya dengan roti bakar dari mejanya.

Dalam hitungan detik, beberapa pasang mata yang merasa terganggu dengan keributan mereka menatapnya dengan sinis dan mencibir terang-terangan. "suaranya dikecilin dong, gak lagi di lapangan banteng nih." Sungut Mila dengan muka cemberut.

Bukanya merasa bersalah, Hilda justru menyeret kursi dari seberang meja dan mendudukinya di samping Mila. "gimana? Ceritain dari awal sampai akhir." Perintah Hilda.

"well dia Sangat sangat baik, sebelumnya tidak pernah ada orang sebaik itu padaku." Tutur Mila begitu saja, tentu saja dengan wajah Aidan yang masih membayanginya.

Hilda diam, mendengarkan dengan seksama setiap kata yang keluar dari mulut Mila. "lalu kau aku anggap apa? Astaga matamu sudah mulai buta rupanya, bahkan tidak sadar betapa baiknya kau." Cerocos Hilda merasa tidak terima, "baiklah lupakan itu. lalu apa lagi?" tuntut Hilda sangat tidak sabar.

Close To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang